Senin
Jam 04.00
Terdengar suara seseorang mengetuk pintu "Tuan Aciel!" Panggil Michael. "Ayo kita berangkat sekolah!" Tapi tidak ada jawaban dari Aciel. Hanya ada suara senyap di pagi buta hari itu. "Tuan... Bangun!"
"Urgh..." Aciel bangun perlahan. Dia mengumpulkan nyawanya yang melayang saat dia tidur. "M... Michael?"
"Yo, Leader! Bangun! Masa leader lebih malas dari bawahannya." Panggil Daniel.
"Iya-Bentar dong aku masih ngantuk... Zzzzzzz..." Lalu Aciel kembali ke titik antara sadar dan tidak sadar lagi. Nyawanya berlahan melayang lagi. "Zzzz.... Zzzz.... Zzzz..."
Lalu Daniel menggedor-gedor pintu Aciel. "Woy, Leader! Bangun napa!"
"WOAH! Iya-iya-iya aku bangun." Lalu Aciel berdiri. Dirinya sedikit ling-lung dan tidak bertenaga sama sekali. Dia berjalan dengan pelan menuju pintunya. Dia lalu membuka kunci pintunya dan membukanya. "Pagi..." Ucapnya pelan sambil menahan kantuknya. "Kalian main console game aja dulu, aku mau mandi dulu..."
"Yo leader! Kita kesini akan memberikan layanan butler spesial kepadamu." Ucap Daniel.
"Ha? Apa itu?" Tanya Aciel.
Lalu Daniel dan Michael masuk. Mereka lalu membuka baju Aciel secara paksa. "Sebagai leader dari tim EL kamu harusnya lebih mandiri!"
"APA YANG KALIAN LAKUKAN? KYAAAA!" Teriak Aciel. "LEPASKAN AKU!"
Lalu Daniel dan Michael menyeret Aciel ke kamar mandi dan memandikannya paksa. Aciel hanya bisa berteriak tersiksa dan ketakutan. Alhasil dia menggigil kedinginan dalam penderitaannya.
"Sekarang pakai seragammu, Tuan Aciel." Ucap Michael sambil tersenyum.
"Aku bisa sendiri, huft!" Jawab Aciel. Dia lalu mengeringkan dirinya dan memakai seragamnya. "Omong-omong apa itu tim EL?"
"Kita sudah memutuskan untuk membuat tim di sekolah ini. Yah bisa hanya untuk sementara ini atau seterusnya saat kita berkarir nanti. Tergantung nanti." Beritahu Michael.
"Dan kita memakai nama EL, karena akhiran nama kita semua ada EL nya haha..." Lanjut Daniel.
"Oooow... Siapa leadernya?" Tanya Aciel.
"KAU!" Ucap mereka berdua.
"A-apa? Aku?"
"Yeah, kau, Mr.Leader!" Jawab Daniel. "Setelah pertarunganmu melawan Yuri... Walaupun kau kalah, aku sadar kita berada di level yang berbeda. Aku mengakuimu sebagai orang yang lebih hebat dari aku."
"Nnnng... Okay..." Lanjut Aciel. "Tapi sebenarnya aku tidak mau jadi lead-"
"Kita sudah mendaftarkan namamu, Tuan, ke data sekolah." Sela Daniel.
"WHAT!" Aciel terkejut.
"Dan kita punya 5 anggota." Lanjut Daniel. "Dan mereka semua memilihmu sebagai leadernya."
"Siapa yang memilihku?" Tanya Aciel kesal.
"Aku, Daniel, Nathasa, Firza, dan Meilinda." Jawab Michael.
"Kenapa... Kenapa kalian begitu kejam kepadaku?"
"Karena kau yang paling pantas, leader!" Jawab mereka berdua.
"Kejam. Omong-omong, Meilinda sudah sembuh?"
"hampir, Tuan. Tapi dia akan masuk sekolah hari ini."
"Owh. Senang mendengarnya."
****
Aciel bersama Daniel dan Michael pergi bersama ke kelas mereka. Tidak disangka, semua penduduk sekolah tahu bahwa Aciel bertarung sengit melawan Yuri, terimakasih kepada kakaknya yang kemarin membawa tim jurnalistik ke kediaman tante Anna. Kerumunan orang, jauh maupun dekat, melirik dan berbisik-bisik saat Aciel lewat.
"K-Kenapa mereka? Apa ada yang salah di aku? Apa aku aneh? Tidak... Aku akan dibully jika begini terus kelanjutannya." Ucap Aciel pelan kepada dirinya sendiri.
"Tidak, Tuan, pertarungan anda dengan Yuri kemarin masuk ke dalam internet dan sudah ditonton oleh kurang lebih 80 juta kali." Jawab Michael.
"WHAT!? Kenapa bisa begitu?" Tanya Aciel terkejut.
"Kakakmu lah yang menyenbarkannya." Jawab Daniel.
"kakak sialan... Hiks... Kalau begini, bakal banyak yang menantangku nanti. Padahal... AKu hanya ingin hidup yang damai dan tentram." Rengek Aciel.
Lalu saat Aciel membuka pintu kelas, dia sudah melihat Firza dan Nathasa sedang bertengkar. Tidak tahu kenapa. Akan tetapi setelah mereka melihat Aciel, mereka langsung merubah ekspresi mereka.
"Pagi Aciel!" Sapa mereka berdua.
"Eh... Pagi!" Jawab Aciel.
Lalu Nathasa datang menghampiri Aciel. "Aciel. Ini dari mamaku." Ucapnya. Dia lalu menarik tangan kanan Aciel dan memasang cincin pertunangan di jari manisnya. "Sekarang kita sudah tunangan, terimakasih Aciel!" Ucapnya sambil tersenyum.
"N-n-n-Nathasa..." Wajah Aciel memerah dan dia tidak tahu harus melakukan apa. "A-a-a-aku... I-iya. Jadi... Kita... Anu... Hngg..." Aciel seperti tersedak oleh kata-katanya sendiri. Wajahnya semakin memerah.
Tiba-tiba Nathasa menarik wajah Aciel dan menciumnya. Mereka berdua berciuman. Aciel semakin tidak bisa mengendalikan dirinya. Dia semakin tenggelam dalam rasa malunya. "I Love you, Aciel." Bisik Nathasa di telinga Aciel. Tekanan darah Aciel memuncak. Jantungnya berdegup kencang. Dia bahkan mimisan dan hanya bisa terdiam mematung.
Lalu Firza menarik Nathasa dan langsung mencium Aciel. "Jangan hiraukan dia, hanya akulah yang pantas menjadi kekasihmu, mengerti?" Aciel semakin banyak mengeluarkan mimisannya. "Lagipula, kau adalah yang harusnya menjadi pacarku in the first place!" Lalu Nathasa mencium Aciel lagi.
"Apa yang kau lakukan dengan tunanganku, sialan?" Lalu Nathasa menarik Firza dan langsung memeluk Aciel. "Aku tidak akan menyerahkan Acielku tersayang kepadamu! Tidak akan!"
"Tapi aku yang pertama menciumnya!" Bantah Firza.
"Bukan begitu cara hubungan bekerja! Lagipula, Aciel sudah bertarung demi diriku. Kesimpulannya adalah dia memilihku karena dia mencintaiku! Titik."
"Nathan! Firza! Kumohon hentikan!" Mohon Aciel kepada mereka berdua.
"NO, You harus memilih salah satu dari kita berdua! Dan kau harus memilih gua!" Perintah Firza.
"Aciel! Aku tunanganmu!" Ucap Nathasa dengan datar dan tatapan yang membunuh.
"Aaaa! Daniel! Michael! Tolong aku!" Mohon Aciel kepada mereka berdua. Akan tetapi mereka berdua...
"Ok, kalau Aciel milih Firza gua dapet serratus ribu. Kalau dia milih Nathasa, lu yang dapet serratus ribu." Ucap Daniel.
"Deal." Jawab Michael.
"Kenapa kalian malah taruhan? Tuhan tolong aku."
Lalu dari belakang ada seorang perempuan yang berteriak. "ACIIIEEEEEL!" Dan ternyata itu adalah Meilinda. Dia berlari kepada Aciel. "ACIEEEL!" Teriaknya.
"Oh... Meilinda. Aku senang kamu sudah semb-" Sebelum Aciel menyelesaikan kata-katanya, Meilinda melompat kepada Aciel dan memeluknya sekaligus menciumnya. Aciel semakin tidak karuan karena dia dicium oleh 3 perempuan berturut-turut.
"Terimakasih untuk semuanya, Aciel." Ucap Meilinda sambil tersenyum kepada Aciel. Sekejap ada aura membunuh yang sangat besar di belakang Aciel.
"Aciel... Kamu bisa ga sih jaga komitmen pertunangan?" Tanya Nathasa dengan mengancam.
"Lu... Lu punya keinginan mati ha?" Tanya Firza.
"Jangan sakiti Aciel!" Bela Meilinda. "Aku tidak akan membiarkan kalian menyakiti orang yang aku cintai!"
"Dia itu tunanganku, Meilinda!" Balas Nathasa. "Jika kau ingin merebut tunanganku, aku akan melawanmu sampai habis!"
"Dia itu pacarku dan aku yang lebih dulu memiliki dia!" Lanjut Firza.
Lalu mereka bertiga bertengkar dan melibatkan Aciel sebagai korban di dalam pertarungan itu. Sementara seluruh isi kelas beserta Daniel, Michael, Widya yang baru sampai di pintu kelas, Faisal yang sedang beradu panco dengan Alena, dan Veronika yang baru kembali sehabis membeli batagor. Dan pak penjual batagor. Mereka menyaksikan pertarungan itu.
"A-apa yang terjadi?" Tanya Veronika.
"Biasa, rebutan cowo." Balas Faisal.
"Enak bener jadi Aciel." Ucap Alena. "Aku juga pengen diperebutin kalau gini caranya."
"Baginya adalah siksaan. Bagiku, itu adalah anugrah." Lanjut Daniel.
"Yah... Ini adalah hal yang lucu... Im out." Ucap Michael.
Dan kehidupan Aciel, seorang anak penyendiri, berlahan berubah menjadi sesuatu yang dia tidak pernah duga. Menjadi sesuatu yang diharapkan oleh kakaknya. Dia tidak sendiri lagi.
Lalu kelas itu dikerubungi banyak sekali siswi perempuan. Entah apa yang terjadi di luar, tetapi disana terdengar sangat heboh. Ternyata, seorang kakak kelas laki-laki yang tampan dengan badan yang bagus datang. Dia terkenal di seluruh akademi. Seorang kelas 3 datang sendirian. Semua orang tahu kalau dia datang hendak menemui Aciel.
Dia membuka pintu kelas. Potongan rambutnya yan tersisir ke belakang, matanya yang tajam, dan wajahnya yang tampan membuat semua perempuan menjerit. Dibalik jaket pilotnya, dada dan pundaknya yang bidang dan tengap tidak bisa ditutupi selembar kainpun. Badannya yang atletis dan kulitnya yang putih menunjukkan bahwa dia adalah orang yang rajin berolahraga dan mempunyai banyak uang. Jelas saja, dia juga salah satu dari keluarga konglomerat.
"Siapa disini yang bernama Aciel?" Tanyanya. Semua murid di diam. Murid-murid laki-laki diam karena takut akan reputasi dari orang itu. Sementara murid-murid perempuan terdiam karena terkesima dan jatuh cinta kepada dirinya. Lalu laki-laki itu menoleh kepada Aciel. "Ah, kau. Kau pasti Aciel yang ada di dalam video itu iya kan?"
"Eng... Iya..." Jawab Aciel gugup.
Lalu Michael dan Daniel mencoba menghadang. "Apa perlumu?" Tanya Daniel. Akan tetapi mereka berdua langsung dilumpuhkan dan tertidur sambil berdiri saat dia menjentikkan jarinya.
"Daniel! Michael!" Ucap Aciel. "Jauhi teman-temanku!" Perintahnya.
"Atau?" Tanya orang itu.
"Atau kau akan menyesal." Ancam Aciel dengan tatapan mengancam.
"Satu-satunya yang membuatku menyesal adalah..." Dia memojokkan Aciel ke tembok, dengan berhadapan dan telapak tangannya menempel tembok. Orang itu mendekatkan wajahnya ke wajah Aciel "Jika aku tidak bisa mengenalmu, Manis." Ucapnya sambil tersenyum.
Para perempuan langsung saja menjerit "KYAAAAAA!" Dan mereka semua mimisan. Beberapa langsung mengambil handphonennya dan mengambil banyak sekali foto. Mereka semua Wajah Aciel memerah dan dia tidak tahu harus melakukan apa.
"Apa aku dibully? Ada apa ini? Apa mau orang ini? Apa yang akan terjadi? Apa yang harus aku lakukan? Apa yang dapat aku lakukan? Bagaimana cara keluar dari sini?" Tanya Aciel pada dirinya terus menerus. Lalu dia terhenti saat mata mereka berdua bertemu. Wajahnya menjadi merah. Jantungnya berdegup kencang.
"Kau tahu... Untukku, kau sangat manis..." Ucap laki-laki itu. Dia lalu menyentuh pipi kiri Aciel dengan tangan kanannya dan mengelusnya dengan lembut. "Apa kita bisa pergi berkencan kapan-kapan?" Lalu di belakangnya, Nathasa, Meilinda, dan Firza mengeluarkan aura membunuh yang luar biasa. Hanya dengan tatapan mereka, laki-laki itu sadar dan lalu dia melepaskan Aciel. Dia lalu berkata pada ketiga perempuan itu, "Kalian boleh memilikinya dulu kalau begitu... Tapi jangan menyesal di esok hari ya." Ucapnya sambil terkekeh.
"Aku tidak peduli kau siapa, tapi aku akan membunuhmu jika kau mendekati Aciel lagi!" Ancam Nathasa. "Lebih baik kau pergi dari sini!"
Lalu laki-laki itu tersenyum tipis dan berjalan pergi ke pintu kelas. Sebelum dia keluar, dia menoleh kepada Aciel. "Oh iya, namaku Evan. Kuharap kita bisa menjadi lebih akrab."
Aciel terdiam. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia diam membantu karena rasa malunya.
Darisitu, bagian baru di hidup ciel sebagai player di Cyber Firmament terbuka. Masih ada banyak yang menanti dirinya di masa depan. Dan masih banyak orang-orang baru yang bisa saja menjadi temannya, atau menjadi musuhnya. Yang Aciel tahu, dia harus mendapatkan kekuatan untuk merubah hidupnya.
Sementara itu. Di suatu tempat.
"Jadi... Ini yang namanya Aciel Ezra?"
"Benar... Menarik bukan?"
"Jarang sekali ada yang mempunyai api hitam, bahkan sekarang dia punya api putih."
"Dia adalah arang dan salju di saat yang sama ya kan?"
"Jadi... Dia mantanmu? Apa sekarang kau menyesal melepasnya?"
"Tidak sama sekali... Bisakah kau mengalahkannya?"
"Aku bahkan bisa merusak saraf otaknya."
"Aku akan senang jika kau bisa melakukannya..."
"Bagaimanapun juga, api hitam itu berasal dari dendamnya kepadamu..."
"Aku tahu itu... Maaf kalau itu membuatmu kesusahan."
"Tidak apa-apa. Kesatria emas sepetiku, lebih dari cukup untuk mengatasinya."
****
Darah mengalir dari mulutnya. Tangannya bersimbah darah dari dalam mulutnya yang menyembur keluar. "Tidak... Aku masih belum boleh..." Ucap perempuan itu. Cahaya sore mengkilat di darah di atas tangannya yang pucat. Penyakit Firza semakin lama semakin ganas. "Aku masih... Harus terus... Berjuang..." Ucapnya. "Karena aku... Aku akan menepati janjiku... Dan aku akan mewujudkan mimpiku..." Lanjut dirinya. Dia lalu muntah darah sekali lagi. Tidak sebanyak yang tadi, tetapi sekarang lengan bajunya terdapat noda darah dari mulutnya. Keraguan muncul dari dalam hatinya. "Apakah... Aku bisa?"
To be Continued