Chereads / The Losing Time (Vampire origin) / Chapter 5 - Lubang Hitam

Chapter 5 - Lubang Hitam

Marry Shania memperhatikan Salbi yang menyiapkan kebutuhan Marry didepannya. Salbi terlihat sedikit tidak nyaman. 'Apa dia makhluk yang sama?' selidik Marry Shania karena kamarnya sudah sangat terang dengan lampu yang tuan Smith pasang. "Bisa tambahkan 50 watt lampu lagi pada Tuan Smith" pinta Marry, membuat Salbi terlihat tidak suka menatap Marry Shania. Tanpa menjawab, Salbi melangkah pergi.

Apa yang harus dia lakukakan? Sebenarnya mahkluk apa mereka? Memeluk erat tubuhnya. Apa dia akan selamat? Pikir Marry Shania.

'William. Kau tidak akan kembali? Bahkan setelah tahu penculikan Ratu? Klan Morgan ingin membuat pertukaran. Sudah sangat lama sekali, mereka masih menyalahkan kita atas hilangnya Thomas. Sial! kemana perginya si Thomas Morgan itu? Kembalilah Will. Zorgothi sedang berusaha mencari Thomas. Kau harus semakin kembali jika Pangeran landak itu kembali. Aku tidak akan berhenti membujukmu.

Saudaramu, Louis Alenoer.

Cahaya ini sungguh sangat terang. William bisa mati sesak jika itu cahaya matahari, untung saja hanya sebuah lampu beratus-ratus watt tingginya. Bagaimana manusia bisa bertahan hidup ditempat terang yang bahkan bisa merusak penglihatan mata bangsa Vampire dan membuatnya sesak? "Mau membunuhku?" Tanya William membuat Marry Shania terkejut seakan menjadi seekor itik kecil yang bertemu rubah besar disarang-nya.

'Marry Shania' bisik William, membuat Marry Shania menutup telinga tanpa menatap mata William. "Bagaimana kau bisa_" kenapa dia harus bertanya, tentu saja makhluk astral seperti William pastilah punya kekuatan, pikir Marry Shania. William menghampiri Marry Shania dan menunduk. Mencondongkan tubuh pada gadis itu. Membuatnya tegang saat tangannya memegang kepala Marry Shania. Kenapa William tidak bisa membaca pikiran seorang manusia seperti Marry Shania? 'Tatap aku,' bisik William pada Marry. Gadis itu semakin erat menutup telinga dan malah merapatkan matanya. 'Tatap aku Marry' bisik kembali William.

"Akh!" Pekik Marry Shania saat William mengangkat tubuhnya, memaksa Marry Shania menatap kedalam mata hitam gelapnya yang menakutkan namun dia enggan, tetap merapatkan matanya. "Lebih mudah jika Kau mau aku memaksamu berdiri dengan mengendalikan pikiranmu. Rasanya hanya seperti disengat listrik 2000 Volt. Setelahnya aku akan bisa membuatmu melakukan apapun yang kumau, syaratnya hanya kau membiarkanku menelusup masuk kedalam pikiranmu. Jikau kau mau hanya tatap mataku."

"Jangan!" Pekik Marry.

"Bukankah hidupmu menyakitkan? Menyedihkan. Tidak berguna! Tidak ada orang yang menyayangimu!Untuk apa lagi kau hidup? Serahkan saja jiwamu padaku dan kau akan merasa bebas. Marry Shania." Geram rendah William.

"Hantu keparat sialan," umpat Marry Shania dengan mata terpejam. William mencengkram tenggorokannya. "Aku memang menyedihkan. Hidupku sudah kacau. Kupikir aku akan mendapatkan terang saat bersembunyi dalam gelap. Kupikir aku masih punya harapan untuk sedikit saja menyukai hidup, menyukai diri sendiri dan menerima jiwaku. Namun makhluk sepertimu bahkan lebih menjijikan karena menginginkan hidup dan jiwa yang memang sudah kosong_" Marry tak mampu lagi bicara saat William semakin erat mencengkram lehernya. Membuat Marry membuka perlahan matanya "am_bil saja jika kau mau!" pekik Marry, menatap sendu tajam mata gelap William.

Marry Shania mulai merasakan sakit dikepalanya, sengatan listrik 2000 Volt. "Gadis manusia kecil menjijikan!" umpat William, melepas cengkraman tangannya membuat Marry Shania tersengal mengambil napas. Bagaimana bisa? Bahkan William Dimitri tidak bisa menelusup masuk kedalam pikiran Marry Shania saat menatap matanya, disana sangat gelap dan kosong, tak ada hal apapun, malah membuat kepalanya ikut sakit. William bisa saja menggigit Marry Shania saat ini juga, namun gadis manusia itu membuatnya penasaran setengah mati. Bagaimana William hanya bisa berbisik saja dalam pikiran Marry? Rasa penasaran. William harus membicarakan ini dengan James. Sayangnya William meninggalkan pamannya yang pintar itu di Ramosas, bersama Zorgothi.

"Kau masih ingin hidup?" Tanya William, menunduk. Menatap mata coklat bersinar Marry Shania. Marry Shania memberanikan diri menatap mata William. Mengambil tangan Marry Shania, menancapkan taringnya membuat telunjuk Marry Shania mengeluarkan darah segar, sontak Marry Shania telonjak kaget. William Dimitri menghisap kuat darah ditelunjuk Marry Shania. "Sangat manis," ucap rendah William Dimitri menengadahkan wajahnya menatap Marry Shania. "Tapi sayang, saat ini aku belum mau membunuhmu gadis manusia kecil. Menderitalah!" William kembali menancapkan taringnya pada jari tengah Marry Shania.

Marry Shania menatap jari-jari tangannya bekas gigitan William. "Makhluk penghisap darah. Ternyata dia seekor Vampire!" sadar Marry, masih terasa ngeri dan perih di jari jari tangan-nya. "Jadi selama ini aku terjebak disarang Vampire? Menuntut Rumah kastil ini? Gila! Aku harus bersyukur bahkan aku masih hidup" Marry Shania seolah tidak percaya dengan apa yang terjadi pada hidupnya. Bersyukur William membebaskan dirinya. Tapi kenapa? Kenapa Vampire sedikit tampan itu masih membiarkannya hidup? Padahal manusia pasti dianggap William hanya sebagai mangsa. Namun kesempatan bagus, jika ada celah Marry Shania akan segera berlari pergi. Marry Shania jadi teringat sesuatu. Dokumen Rumah Kastil Neneknya, Marry menyimpannya dalam kantong penuh lampu yang dilemparnya pada William, sial handphone-nya juga. "Ah! Pasti aku tinggal dibalik kamar pintu bunga lili." Sadar Marry Shania.

William berdiam dalam lubang hitam. Memikirkan ucapan Louis Alenour. Dituliskannya sebuah surat dan dikirimkannya lewat kelalawar besar dikamarnya.

"Baiklah, aku bisa bertemu Louis tanpa harus kembali ke Ramosas. Aku bisa mencari cara lain untuk membebaskan Lily." Pikir William Dimitri.

Marry Shania melangkah mengendap endap keluar dari kamarnya. Melangkah menyusuri lorong lorong yang nampak sepi. "William akan kembali besok?" cakap Baron. "Ya, kukira dia tidak akan meninggalkan Rumah ini" jawab Smith membicarakan tuan mereka. Terlihat binar cerah dimata Marry Shania, kesempatan bagus untuk kabur, namum ia harus membawa kembali handphone dan tentu saja sertifikat Rumah Kastil Teresia, mungkin ia bisa gadaikan untuk keperluan hidupnya. Melangkah mengendap kembali, berjalan tertatih tatih dengan kaki polos dan gaun putih selutut yang ia kenakan.

Kamar pintu bunga lili, tidak lama kemudian Marry Shania tiba disana. Lukisan Lily hitam melengkung sangat cantik. Marry Shania harus memotret untuk koleksi album foto kenangan, Marry pikir ia menyukainya. Sangat di sayangkan, itu sebuah lukisan bagus yang menempel di sebuah pintu. Membuka kenop pintu kamar William.

'Gelap,'

Marry Shania menghidupkan lampu remang di kamar William. Dimana kantung-nya? Marry mencari. "Bahkan masih terlalu gelap!" sebalnya karena tidak bisa melihat walau ia menggunakan senter. Ada pintu lain dibalik pintu kamar William. 'Apa ada disana?' pikir Marry Shania. Menarik kenop membuka pintu. Sebuah kamar yang sangat aneh. Jenis kamar bangsa Vampire dengan kasur gaya vintage mewah yang tidak akan ada didunia manusia, mungkin kasur milik William. Dengan cepat Marry kembali mencari kantung-nya lagi. William akan kembali besok, masih ada waktu untuk ia bisa kabur. Marry harus mencari cepat.

Ada pintu lain di kamar William. Marry mencoba tidak peduli, namun ia sangat penasaran. Kamar William seperti kamar yang dibuat dengan sihir. Kamar gaib yang dibuat disebuah kamar di Rumah Kastil Teresia.

Ada pintu dan pintu. Namun pintu berwarna putih membuat Marry Shania sangat penasaran, putih diantara hitam. ''Aku tidak akan masuk ke dunia Vampir jika membuka pintu inikan?' pikir Marry. Otaknya menyuruhnya untuk kembali. Namun rasa penasarannya terlalu tinggi.

Marry Shania menemukan sebuah sel sel tahanan kosong dibalik pintu membuat-nya terkejut. Berjalan. Seseorang sedang menelengkupkan wajah dengan kedua siku dilutut dan tangan yang menekan kening, terlihat berpikir. Akan Marry Shania lari namun ia terlambat. Pria dengan rambut panjang sebahu itu telah menatapnya, menyadari kehadirannya. Berdiri, untuk ia hampiri Marry Shania.

"Namaku, Thomas," ucapnya serak.

"Kau manusia?" terbata tanya Marry. Karena Marry bisa melihat jika pria itu tak mempunyai mata gelap William Dimitri. Dan dia tidak nampak dingin seperti para mahkluk dalam kastil. Menyunggingkan senyum pada Marry Shania.