Edrei menelepon Silvia, yang kebetulan saat itu sedang menatap langit di balkon kamarnya.
Dering telepon yang pelan itu segera menghentikan lamunan Silvia. Dia merogoh kocek dan mengambil ponselnya dari sana, ternyata yang menelepon Edrei, sahabatnya.
"Sayangku, apakah kau di rumah atau kau sedang piket malam?"
Silvia menjawab tenang, "Aku di apartemen-ku."
"Wow.... Sayangku, mari aku tebak, kau pasti sedang menghitung bintang, iya kan?"
Edrei terlalu bersemangat, membuat Silvia hanya menarik alis sebelah.
"Benar."
"Bagaimana, sudah berapa bintang yang berhasil kau hitung? Apakah kau sudah berhasil menemukan satu bintang yang paling terang yang bisa menyinari hatimu di saat masam?"
Silvia terdiam, bintang yang paling terang, ya? Dulu... Dia punya, sekarang, bintang itu sudah meredupkan cahayanya.