Di pagi yang cerah itu.... Sang Pendosa tampak muram.
Tergurat lelah di wajahnya. "Di usiaku yang sudah tidak muda lagi ini, tenyata diriku ini masih saja suka melakukan dosa", keluhnya, "Belum lagi dosa-dosaku di masa lalu", batin sang Pendosa menimpali.
Sang Pendosa kelihatan putus asa dan sedih memikirkan bagaimana derita yang akan menimpanya di alam sana. Sepertinya ia sudah pasrah. Sang Pendosa merasa sudah tidak berdaya. Bahkan..... meski Rabbnya memberikan takdir neraka buatnya, ia tak ingin membantah...
Dari jauh, kerisauan Sang Pendosa itu ternyata diperhatikan oleh gurunya. Lalu Sang Guru menghampiri dan berkata padanya, "Muridku, tak usah kau bersedih.... janganlah berputus asa....". Lalu beliau meneruskan nasihatnya, "Jika kau tak mampu menjadi hamba yang baik, maka berusahalah untuk menjadi pendosa yang baik. Boleh jadi, dari sebab dosa-dosa mu itulah nantinya yang akan menghantarkan mu ke syurga....."
Spontan Sang Pendosa menyela perkataan gurunya. "Wahai Guru! Bagaimana bisa dosa-dosaku dapat menghantarkan ke syurga sementara aku berkali-kali mengulangi dosaku, lalu berkali kali pula aku menyesalinya. Aku selalu ingin kembali pada Nya, tapi kemudian aku melakukan dosa lagi. Begitulah setiap hari diriku ini. Hanya mengulangi dan mengulangi. Mengulangi dosa, mengulangi tobat. Oohh tidak guru, aku cumalah seorang pendosa. Tidak ada kebaikan pada diriku".
Sang Guru pun tersenyum....
"Wahai muridku, dengan keadaan mu yang kau ceritakan tadi, sesungguhnya engkau sedang menerangkan kalau engkau adalah pendosa yang baik. Ketahuilah, letak kebaikan seorang pendosa adalah saat dia mengakui kesalahannya, lalu meminta ampun atas kesalahannya. Meskipun nyatanya dia lagi-lagi mengulangi kesalahannya namun beserta itu pula ia lagi-lagi memohon ampun atas kesalahannya".
Sebelum terlanjur disela muridnya, Sang Guru buru-buru melanjutkan. "Ingatlah, semua kita adalah pendosa dan sebaik-baiknya pendosa adalah yang memohon ampunan. Maka, janganlah kau berkecil hati dari rahmat dan ampunan NYA meski engkau telah melampaui batas terhadap dirimu sendiri".
Sang Pendosa terdiam....
Suasana sempat hening.... Sang Guru menyempatkan menghirup kopinya yang sudah terlanjur dingin...
Lantas Sang Guru melanjutkan penjelasannya. "Muridku, adalah suatu kebaikan bila seseorang merasa khawatir akan dosa-dosanya. Dari sebab kekhawatiran itu, maka seseorang menjadi terdorong untuk mengingat dan mendekati NYA. Maka muridku, biarkanlah rasa bersalah itu ada dalam dirimu. Karena sesungguhnya rasa bersalah itulah yang akan menjadi pendorong mu untuk memohon ampunan dan karena rasa bersalah itu pula maka engkau akan tergerak untuk memperbaiki setiap kesalahan. Itulah yang kumaksudkan sebagai pendosa yang baik tadi, yakni pendosa yang menyadari akan kesalahannya dan berusaha memperbaiki kesalahannya. Dan.., bila kau beruntung... berhasil mendapatkan ampunan NYA, maka hal yang demikian itulah yang nantinya dapat menghantarkan mu ke syurga".
.
Kemudian Sang Guru berdiam sejenak....sedetik... semenit.... mungkin lebih lama dari itu....
Sepertinya ada sesuatu beban berat yang sedang dipikirkannya.....
.
Lalu tiba-tiba Sang Guru berkata lagi. "Murid ku, aku mau memberi tahu mu suatu rahasia tentang diriku. Maukah kau mendengarnya?".
"Apakah gerangan rahasia itu wahai guru?", balas sang murid penuh ingin tahu.
Sang Guru tak langsung menjawab. Ia lalu mengalihkan pandangannya jauh ke atas.... tampak matahari sudah meninggi.
Uuuhh... Pantas saja keningku berkeringat, pikir Sang Guru.
Lalu Sang Guru yang hidupnya masih membujang itu menarik nafasnya dalam-dalam. Dan raut wajahnya tampak berubah jadi kecut. Lantas dengan suara lirih ia berkata, "Ketahuilah, meski engkau seorang pendosa, tapi sesungguhnya aku lebih mengkhawatirkan diriku daripada dirimu, karena aku ini adalah ahli ibadah yang masih suka tergoda untuk menghitung-hitung amalku. Padahal tidaklah seseorang masuk syurga itu karena amalannya, tapi itu semua semata karena ampunan dan rahmat dari NYA".
.
Mendengar pembicaraan gurunya itu, Sang Pendosa terdiam.... masih terdiam... tetap terdiam... tak ada satu katapun yang terucap dari bibirnya... ia hanya menghisap asap rokoknya dalam-dalam.... lebih dalam.... semakin dalam.....