Beterbangan kesana kemari, berada hampir di setiap ruangan, masuk membuat bersin dan hidung gatal, datang dari luar dan membuat ramai seisi ruangan, debu kecil yang nakal. Ditambah dengan telinga yang dipenuhi oleh suara-suara yang ganas, bunyi kapal, ocehan pegawai, teriakan para pekerja, tertawa terpingkal-pingkal serta bentak kemarahan atasan, semua bersinggah di telinga.
Semua itu sudah setiap hari dirasakan, bagi orang-orang yang berada di pelabuhan. Semua mencicipi serta merasakannya apabila hidup di pelabuhan, mau itu para pekerja pelabuhan, pegawai di kantor pelabuhan, ataupun atasan kantor, telinga mereka telah berlatih cukup kuat dengan suara-suara itu. Mengeluh terhadap keadaan yang baru dirasakan, berlatih langsung untuk beradaptasi hidup disana, dan akhirnya apabila telah terlatih maka terbiasalah dengan keadaan itu.
Tetapi di hari itu, Atasan di Kantor Pelabuhan sedang marah besar terhadap 1 pegawai nya karena terdapat masalah dengan para polisi, "Kau tau apa yang kau perbuat?! Para Polisi itu telah curiga bahkan yakin, jika itu KAU !!" sontak Atasan itu membanting genggaman tangannya ke meja dan langsung menunjuk tajam seorang pria di depan matanya. Pria dengan tubuh jangkung, rambut berantakan, serta memakai kacamata tipis.
Di kantor pelabuhan itu, ruangan atasan cukup tertutup tetapi tentu suara tetap bebas lalu lalang. Suara Atasan yang tiba-tiba membentak itu membuat banyak mata pegawai tertuju ke ruangan atasan, yang dimana sebelumnya memang terlihat ada 1 pegawai memasuki ruangan dan seperti sedang diinterogasi keras oleh Atasan kantor di dalam ruangan tersebut.
"Tuduhan para polisi itu bagi saya tidak masuk akal, Bapak pasti berpikir demikian kan?" bela Pegawai itu terhadap tuduhan Atasan sebelumnya.
Dari ruangan yang tidak terlalu luas itu, suasana ruangan saja jika dilihat, sangat tidak enak untuk dibentak-bentak didalamnya, tentu telinga akan sangat pedih apabila dibentak didalam ruangan itu dan sulit untuk berpikir jernih apabila sedang emosi, udara juga cukup panas didalam, pendingin ruangan seperti kehilangan fungsi didalam ruangan itu.
"Saya mengerti, saya lebih mengerti, perlu saja kamu ingat yang dipertaruhkan disini adalah pelabuhan ini, para pegawai dan para pekerja, kalau kita mengalami KERUGIAN mau diberi apa mereka?!" Emosi yang memuncak membuat suara Atasan itu kemana-mana, tetapi setelah itu ia langsung menghirup nafas, seraya berkata pelan seperti berbisik "Kondisimu sekarang ini begitu memprihatinkan, kalau begitu saya hanya bisa memberimu 2 pilihan, dan kau harus memilih salah satu diantara ini, atau kita bahkan Pelabuhan bisa sama-sama rugi."
Wajah pria itu mendongak dan bertanya "Apa 2 piliha--" Atasan itu langsung memotong dan dengan cepat bicara sambil memelankan suaranya, "Pertama, serahkan dirimu ke polisi itu tanpa membawa nama kantor ini," memejamkan mata sebentar dan membukanya, seraya melanjutkan bicara, "atau kedua, saya akan membuat skenario yang bagus ke para polisi itu, tapi aku harus memecatmu dan pergi lah dari pelabuhan ini, karena para polisi itu pasti akan mencari mu apabila kau atau kantor tidak melapor."
Pria jangkung itu menggigit bibir bawahnya seraya berpikir dengan kegelisahan, apa yang harus dipilih dari kedua pilihan itu, menyerahkan diri atau pindah, dia menutup matanya untuk membantunya berpikir karena kondisi saat itu sangat membuatnya kebingungan, maka ia langsung membuka mata nya dengan yakin, serta berkata, "Kedua.. Aku akan memilih pindah dari pelabuhan ini.. Daripada ditangkap para polisi itu, padahal aku tidak salah apapun, tapi dari apa yang mereka dapat serta perkiraan-perkiraan mereka itu, aku pasti akan sulit untuk melawan," dengan mengepalkan tangan dan menghirup nafas dengan penuh keyakinan, "Lebih baik aku memenjarakan diriku sendiri daripada dipenjara oleh para Polisi itu !"
Atasan itu akhirnya menyenderkan punggungnya ke kursi empuknya, seraya berkata "kalau begitu.. Mari kita jalankan skenario kita." Atasan itu pun memberikan secarik kertas kepada pria itu, "Kalau begitu ini akan menjadi penjara mu."
Pria itu membacanya pelan, "Apartemen Macan Melati lantai 6 no 21, Jalan Wijen Muda, Kota Jenggoro..." mata pria itu terbelalak, seraya sedikit menguatkan suaranya "Kau benar-benar ingin membuat ku dipenjara.. Dengan menaruh ku di kota ini." Sambil menyelesaikan bicaranya, ia menaruh secarik kertas tadi kedalam dompetnya dan memasukkannya kembali ke saku.
"Percayalah, itu kota yang tepat, aku yang akan mengurus para polisi itu di pelabuhan, tanpa kehadiran kau, aku bisa mudah mengurus polisi itu, dan lagipula aku telah memberimu apartemen itu, untuk kebutuhan perut dan akal mu itu, kau bisa mencari uang sendiri disana, ha ha ha." tertawa tulus seperti ejekan itu dilontarkannya kepada pria jangkung itu.
"Aku akan bergegas, ya.. Semoga saja aku bisa beradaptasi di kota itu," seraya keluar dari ruangan itu, pria itu membuka pintu dan mengatakan hal terakhir, "Karena aku akan pergi ke kota Jenggoro, kau bisa bilang ke polisi itu, kalau aku bunuh diri di kota Jenggoro, mereka pasti akan percaya langsung, ha ha ha." selepas membalas ejekan atasannya, pria itu keluar dan bergegas pulang untuk menyiapkan barangnya.
Setelah menyiapkan kopernya, dan mengosongkan isi rumah kecil nya di Pelabuhan, langsung saja ia menuju stasiun bus, menunggu bus yang telah dijanjikan oleh Atasannya, tidak lama ia menunggu, bus nya telah tiba dan segera menaiki bus yang menuju penjaranya itu. Setelah menaiki bus yang bertujuan ke kota Jenggoro, ia pun berangsur-angsur meninggali Pelabuhan tempat ia bekerja untuk memenuhi kehidupan nya sebelumnya, bus sudah benar-benar meninggali Pelabuhan, sedang menuju kota Jenggoro, Pria jangkung itu hanya bersender di kursi nya dan melihat awan mendung, seraya berucap "Akhirnya aku pun pindah."