Kedua mata coklat itu bergerak memperhatikan sekeliling ruangan sempit yang menjadi penjara untuknya. Ia melirik nampan berisi tiga potong roti keras dan sup jagung instan yang menjadi makan malamnya hari ini. Jangankan berkelas, itu bahkan jauh di bawah standar minimum makanan yang diperbolehkan melewati tenggorokannya.
'Sialan! Bagaimana aku keluar dari tempat ini?' Gumam Emma.
Tidak ada jendela di kamar itu. Hanya ada sebuah ranjang single besi berkarat yang menopang sebuah kasur busa lusuh dan sebuah kloset di sisi ruangan. Ini benar-benar seperti penjara yang tidak menyediakan privasi sama sekali. Kelihatannya Kei sudah mempersiapkan ini sejak awal.
Emma merasa seperti seekor monster. Ia dikurung dan kedua tangannya tetap dirantai, seakan ia bisa mendobrak pintu besi ruangan ini dengan tangan kosong. Apakah Kei setakut itu padanya?