Chereads / KALTER BOY / Chapter 8 - Makanan

Chapter 8 - Makanan

Badan Elda serasa remuk setelah berjam-jam bekerja membuat roti di toko Bu Haji Mia, tangan Elda tidak berhenti memukuli lengannya, lalu kepalanya ia regangkan ke kanan dan kiri. Elda menghembuskan nafasnya setelah tubuhnya terasa membaik, matanya melirik jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul 18:10 WIB, waktu shalat Maghrib sudah tiba, ia segera bergegas untuk mengambil wudhu, lalu mengadu pada Sang Pencipta.

Elda membasuh mukanya, dingin air wudhu membuatnya tenang kembali, kegelisahan terasa hilang. Elda tersenyum, setidaknya dengan cara ini ia bisa membuat hidupnya terasa lebih baik lagi, walaupun sederhana.

Elda menggelarkan sajadah, memakai mukena, lalu mulai beribadah pada Sang Kuasa. Mengadukan keluh kesahnya, dan meminta kelancaran untuk segalanya.

Sedang, di ambang pintu, ketiga adik Elda saling terdiam memandang kakak mereka. Vikram yang masih berusia dua tahun lima bulan akhirnya menghampiri Elda. Dia langsung duduk di pangkuan Elda.

"Ya Allah! Dek Iklam ...." Elda tersentak kaget, Vikram memegang tangan Elda yang sedang menengadah.

"Iklam, doa Ibu," celoteh Vikram.

"Mau doa?" tanya Elda, diangguki oleh Vikram.

"Kalo gitu, Vikram ikutin kakak ya?"

Vikram mengangguk lagi, Aldi dan Retno - kedua adik Elda masih bergeming, tidak ikut masuk ke dalam kamar Elda. Hinga ... Elda menoleh pada mereka berdua, kedua adiknya itu menundukkan kepala.

"Al ... Re ... sini, masuk! Kenapa di sana?"

Aldi dan Retno akhirnya ikut masuk. Mereka berdua duduk di depan Elda dan Vikram. Elda menatap satu persatu wajah Aldi dan Retno, tapi mereka tidak menyampaikan apapun pada Elda.

"Kenapa?"

Aldi menyembunyikan sesuatu di belakang tubuhnya, Retno juga sama. Hingga Vikram yang langsung bangkit dari duduknya, dia meninggalkan mereka bertiga, Elda tidak mencegah adik bungsunya itu untuk keluar dari kamar.

"Kenapa, hm?" tanya Elda sekali lagi.

Dengan ragu, Aldi memberikan kotak dengan bungkus kado, Retno juga sama memberikan satu bungkus kotak berukuran kecil. Elda justru merasa heran, adiknya memberikan ia kado di hari yang tidak tepat, ulang tahun Elda saja masih satu Minggu.

"Buat kakak?"

Aldi mengangguk, diikuti Retno. "Kita buat ini, soalnya kalau nanti Aldi gak punya uang kak, kak Elda tahu 'kan tadi Aldi dapat bonus banyak hasil jualan roti, yaudah Aldi beliin ini buat kakak."

"Kalo Retno, uangnya dari kak Aldi."

Elda tertawa kecil, dia melihat kedua kado itu. Kadonya ia letakkan di lemari. Aldi dan Retno saling pandang kembali. Mereka juga tidak tahu kenapa kakaknya malahan tertawa.

"Aldi, kamu gak perlu ambil bonus hasil jualan kamu buat kakak, kamu juga mau beli buku bahasa Inggris 'kan, biar bisa lagi bahasa Inggrisnya? Kamu gak perlu repot-repot juga ngasih Retno uang."

"Tapi, kak ...."

"Gak usah pake tapi, sekarang kamu harus janji sama kak Elda, kalau kamu gak bakalan lagi beliin kakak hadiah dari hasil jualan kamu?" Elda melihat Aldi yang tampak kecewa, dia sudah berusaha mengumpulkan uang demi membelikan kado untuk kakaknya, dan kakaknya malah begitu.

"Iya kak, Aldi janji, tapi kak Elda harus buka kado itu. Aldi sama Retno keluar kak," ucap Aldi dengan lesu, Retno yang masih kecil juga tidak mengerti dengan kakaknya.

"Tapi ... terimakasih ya Al, Etno, udah inget ultah kakak." Elda memeluk mereka dengan erat.

o o o

Detik jam menunjukkan angka dua belas, menitnya tepat di angka dua belas, sedangkan jamnya menunjukkan pukul tujuh. Elda sudah telat pergi ke sekolah. Mengantarkan Aldi juga sepertinya tidak bisa, apa ia harus merelakan waktunya untuk dihukum, atau merelakan adiknya yang pergi ke sekolah dengan berjalan kaki. Elda cepat-cepat mengambil sepatu, lalu memakainya secepat kilat. Selepas melaksanakan shalat Tahajjud malam di jam 3, dia langsung membuat roti, lalu matanya berat, dan dia tertidur sampai jam enam. Shalat Subuh saja dia bablas, dan harus mengganti shalatnya, karena kata Ibunya, kalau kesiangan Shalat Subuh, maka dia harus shalat, akan tetapi shalat lagi di waktu yang berbeda dengan niat shalat Subuh.

"Aldi! Cepetan!" teriak Elda pada Aldi yang masih di dalam rumah.

"Ya ampun Elda! Kamu kenapa, buru-buru gitu?" tanya Ibunya. Sudah tidak ada waktu lagi, Elda harus piket hari ini, kalau tidak, dia akan dikenakan sanksi sebesar Rp. 5000, Elda sayang uangnya, tidak mungkin dia merelakan uang itu hanya untuk membayar denda.

"Elda takut telat Bu," ucap Elda, saat melihat Aldi, dia langsung menyalami punggung tangan Ibunya, lalu berpamitan berangkat ke sekolah.

Sekitar lima menit, untuk sampai ke sekolah Aldi bisa juga dengan cara mengebut, Elda memberikan box roti pada Aldi dengan cepat, sampai ia lupa kalau Aldi harus bersalaman dulu padanya.

"Kak ...," ucap Aldi menghentikan kakaknya, tapi Elda tidak mendengar, dia langsung mengayuh kembali sepedanya menuju sekolah.

Elda melirik jam di pergelangan tangan, sudah telah lima menit, Elda melihat gerbang sekolahnya yang menjulang tinggi, dan saat melihat pak satpam yang bernama Pak Pram, dia menghela nafas kasar, hari yang sial, dia akan mendapatkan hukuman dari guru BK.

Sampai di parkiran, Elda memarkirkan sepeda motornya di dekat sepeda motor berwarna merah milik Johana. Dia melangkahkan kaki dengan lesu, matanya yang selalu berbinar kini redup.

"Da ... ssssttt." Elda menoleh ke kanan dan kiri, ada yang memanggilnya, tapi tidak tahu siapa.

"Daarrrr!" Elda terkesiap kaget, tangannya mengelus dadanya yang berdegup kencang gara-gara Vika yang mengagetkan.

"Ya ampun Vik! Lo buat gue jantungan, tahu gak?" kata Elda geram.

Vika tertawa kecil, dia melirik sepeda Elda yang dipindahkan oleh Rega - kelas tetangga mereka. Rega memang naksir pada Elda dari pertama kali masuk MOS. Tapi, Elda tidak pernah merespon sedikitpun perasaan Rega.

"Da, tuhh sepeda lo!" Vika menunjuk-nunjuk Rega dengan dagunya, Elda berdecak saat melihat Rega. Dia menghampiri Rega, lalu menarik belakang kerah baju Rega dengan kencang, membuat Rega tercekik.

"Astaga!" Rega terbatuk-batuk, sepeda Elda dia lepaskan. Vika mentertawakan mereka dengan senang, bisa juga Elda kasar pada laki-laki. Yang ia tahu, selama sekolah Elda tidak pernah menunjukkan sikap kasar sekalipun pada lelaki yang mengganggunya.

"Uhuk ... uhuk ... jahat banget sih lu beb! Emang kamu gak sayang apa sama leher aku ini? Gimana kalo nanti pas kamu udah jadi pacar aku, kamu gak bisa tuh ituin aku." Elda mengernyitkan keningnya tidak mengerti, selanjutnya Elda melipat tangannya di dada.

"Gue gak paham ucapan lo Ga! Terus, lo ngapain coba, pake pindahin sepeda gue segala!"

"Kamu 'kan tahu kalau aku gak suka sepeda kamu deketan sama motor Johan! Gak suka aku, gimana kalo sepeda kamu malah ketularan ada jerawatnya? Ishhh ngeri pokoknya." Rega menangkupkan telapak tangannya, bergidik ngeri kalau nanti Elda banyak jerawat di pipinya.

"Aneh lo!" ucap Elda dan Vika barengan, lalu meninggalkan Rega sendirian di parkiran.

o o o

Serang, 15 Juni 2020

Uyu Nuraeni

IG : Nuraeniiyuu784