"Sebetulnya ini mudah saja, Pak." Awal Elang. Dia terkikik kecil ketika memanggil ayahnya dengan itu, tapi kemudian dia merevisi ucapannya, "Atau saya harus memanggil Ayah?" pancingnya.
Arkan yang melihat itu benar-benar salut dengan adiknya itu. Bagaimanapun, dia adalah lelaki yang berani. Memang harus seperti itu kan memang. Namun, Arkan memilih untuk diam tanpa mengatakan apapun. Membiarkan sejauh apa adiknya itu bisa menyelesaikan semua ini.
Sedangkan ayahnya seperti sedang dalam pemikiran yang kalut. Ini akan menjadi lebih menarik.
"Mama meninggalkan tempat ini karena dia sudah tak kuat lagi dengan perselingkuhan yang terjadi antara anda dengan perempuan lain. Dan beliau pergi ketika ada janin di dalam perutnya," jeda sejenak, dan Elang lagi-lagi menyeringai ketika melihat wajah tegang ayahnya, "Sebenarnya saya tidak butuh pengakuan anda. Hanya saja, meskipun sekali, saya harus tahu bagaimana orang yang bisa saya panggil ayah."