"Apa yang membuat kamu akhirnya mengatakan bahwa kamu begitu senang dengan meninggalnya nenek?" Devie membuka suara. Nadanya terdengar santai tapi itu membuat perempuan itu terkejut.
"Aku nggak pernah mengatakan jika aku senang dengan meninggalnya nenek." Tak terima, wanita itu melirik sinis ke arah Devie.
Devie berdecih dan mengulangi ucapan perempuan tersebut. "penghalang sudah tak ada setelah kepergian nenek. Apa itu bukan sebuah kegembiraan yang tidak kamu ucapkan secara nyata tapi kamu memikirkannya?"
"Bukan seperti itu…." ucapannya belum sampai ketika Arkan tiba-tiba datang dan menarik tangan Devie.
"Kita naik mobil bareng, Davie yang akan menyetir." Dan meninggalkan perempuan itu dengan wajah bodohnya. Dia sama sekali tak disapa oleh Arkan. jangankan menyapanya, melirik saja tidak. Bukankah itu sangat menyedihkan sekali?
