Maka yang dilakukan Qiana hanyalah diam di perpustakaan. Buku yang diambilnya tadi hanya diletakkan di atas meja dan dia lebih memilih terus menatap keluar sana. Jauh di tempat di mana dia bahkan tak tahu tempat apa itu.
Kerinduannya ketika masa kuliah menggantung di matanya. Dan itu benar-benar merasakan sesak yang tiba-tiba. Qiana mampu mengendalikan dirinya tentu saja. Bagaimanapun masa mudanya tak akan pernah kembali. Bagaimanapun kerasnya keinginan untuk dia bisa kembali, itu sangatlah tidak mungkin.
Sedangkan Qiana yang sedang merenung, Davie berjalan dengan langkah lebar agar bisa segera menyusul istrinya di perpustakaan. Lelaki itu kembali ke ruangannya terlebih dahulu, barulah dia akan pergi menemui Qiana.
Beberapa sapaan didapatkannya dan dia membalas dengan senyum. Davie bukanlah dosen satu-satunya yang memiliki wajah tampan. Seperti artis, mereka memiliki penggemar mereka masing-masing. Davie pun demikian.
