S
Esoknya Agung meminta di pijat oleh Rafi. "Pegel banget nih, lo gak tau kalau kemarin gue joget di bis?"
Flashback
Lagu sambalado kini mengalun dengan iringan joget kelas 12 Ipa 4 dan 5 tentunya di pimpin oleh Agung.
"Yok, ganti lagu apa gimana nih?"
"Sobat ambyar aja gung,"
"Ganti gung, biar tambah seru,"
Lampu yang ada di diskotik pun ada, sampai kaum hawa yang ada disana merasa pusing dengan lampu berputar itu.
"Duh, ganggu banget sih,"
"Eh, bis-nya goyang gung. Kalau jatoh berarti lo yang harus ngangkat,"
"Udahlah diem aja, lagian kapan lagi bisa seru-seruan kayak gini. Bentar lagi kan pisah,"
Para kaum adam di bis itu ikut bergabung berjoget.
Lagu di ganti gede roso, lagu-lagu dangdut yang populer berganti setelahnya.
"Salah sendiri lo joget, kayak gue dong tidur," Rafi ini kalau tempat apapun asal ada AC pasti terlelap. Yang mudah tidur kena angin semilir pasti ngantuk poll.
Antariksa menyelonjorkan kakinya, ia dan Brian duduk di lantai. Hingga suara cempreng memanggil namanya dengan nada manja mengusik pikiran dan jiwanya, menggetarkan hati nurani.
Cica memasuki kelas dengan bekal dan susu coklat kesukaan Antariksa. Dengan sesekali mengibaskan rambutnya kanan-kiri agar semakin menambah kesan cantik di mata Antariksa. "Sayang, aku bawain bekal nih. Mau aku suapin?"
'Mimpi apa gue sampai di gilai sama nih cewek? Kalau aja wajah pas-pasan plus misqueen mana mau,' batin Antariksa, beberapa hari sebelumnya tak ada gangguan teknis. Namun sekarang Cica kembali menampakkan dirinya.
Bel masuk berbunyi, menyelamatkan Antariksa dari Cica.
Dengan wajah cemberut, Cica memberikan kotak bekal dan susu coklat itu pada Antariksa. "Aku mau masuk kelas dulu ya sayang, jangan lupa di makan," setelah Cica pergi Antariksa seperti melepas beban terberat dalam hidupnya, akhirnya terbebas dari Cica.
Brian meraih kotak bekal itu. "Buat gue aja, lagian gak bakal lo makan. Nanti Cica yang bakal kesenengan, tambah ge'er," Brian menghabiskan satu sandwich itu. "Kalau tiap hari Cica bawain ini lagi, gue mau di buatin sekarung aja lah. Enak bener ini mah," Brian ketagihan, Antariksa sudah kenyang sarapan nasi dan lauk bandeng buatan ayahnya.
"Yaudah sih, bilang aja ke Cica,"
"Males, berurusan sama toa masjid,"
☁☁☁
"Eh, sa lo nomor berapa nih?" saat istirahat tepatnya di kantin Agung ingin melihat kartu peserta Try Out milik Antariksa. Duduknya di acak atau urut sesuai absen.
"Tiga," jawabnya setelah menghabiskan satu suapan terakhir rujak kecapnya dengan ekstra mie, tahu, tempe dan lontong, jangan lupakan bumbu kacangnya.
Cica, Tasya dan Sasa ikut bergabung dengan Antariksa dkk. Cica duduk di sebelah Antariksa, Tasya dan Brian, Sasa dan Agung. Cica bergelayut manja di lengan Antariksa.
"Sayang, ajarin aku dong. Kan otak aku pas-pasan," ucap Cica dengan nada manja yang di buat-buat. Saat itu juga Antariksa ingin muntah sungguhan, tapi tak tega dengan ketiga sahabatnya, nanti nafsu makannya hilang. Antariksa mengalihkannya dengan meneguk wedang jahe yang ia beli tadi.
Adel yang melihat interaksi itu pun heran. Biasanya Antariksa itu anti Cicaable sekarang diam saja. Apakah Antariksa masih sehat?
Adel menyikut lengan Rinai. "Si cicak di dinding ngapain nemplok sama kak Antariksa?" tentu saja terlihat jelas, Antariksa dkk itu duduknya di posisi tengah sekarang menjadi pusat perhatian terutama Cica.
Rinai melirik Antariksa, mata mereka beradu temu. Antariksa beralih ke Cica. 'Gak wattpad, sinteron, dunia nyata, semua cowok emang buaya. Paling cuman manas-manasin hati gue kan? Gak mempan mas!' Rinai ingin sekali meneriakkan kata-kata itu, lebih baik ia penjarakan dalam hatinya.
"Diem del, gue makan nih. Kalau sampai nafsu makan gue hilang cuman bahas dia, gue ke kelas aja nih," ancam Rinai, Adel mengangguk. "Iya deh, sesnsi mode cemburu," di akhir kata Adel memelankan suaranya.
Saking kesalnya Rinai sampai tak sadar telah memberikan 7 sendok sambal. Adel menahan pergerakannya. "Rin, lo mau sakit? Jangan kebanyakan,"
Rinai menatap Antariksa yang kini malah tersenyum tipis dengan kepolosan Cica. Tahan Rin, jangan di liat, segarkan dengan yang adem-adem.
Bel istirahat sudah selesai, Rinai ingin ke toilet sekarang juga. Menangis? Buat apa meraung sedih melihat gebetan dengan yang lain? Buang-buang air mata saja. Princess jangan menangis, angkat mahkotamu muliakan dirimu kalau kau kuat.
Adel yang sudah faham Rinai ingin sendiri sejenak.
Antariksa yang melihat Rinai ke toilet pun mengikutinya walaupun Cica tadi merengek ingin ikut.
Rinai menutup pintu toilet siswi, beralih ke cermin yang di sediakan disana. "Nangis? Nyeh, buat apa? Dia bukan siapa-siapa gue. Gak ada hak buat ngelarang deket sama siapapun," bener Rin, kadang yang bukan siapa-siapanya aja perhatian, khawatirnya itu bikin hati salah paham alias baper kan?
Tak sadar pula Rinai meneteskan air matanya. Hati perempuan itu mudah tersakiti, bohong jika kuat. "Ngapain nangis sih? Mahkota gue jatuh kan, tuan putri tanpa mahkota? Hanya nangis gara-gara cowok buaya?" Rinai mengusap kasar, air mata ini di anggap palsu. Ya kalau air mata berubah mutiara, untung tiada tara mah.
Rinai menaburkan bedak di pelupuk mata dan pipi. Saat keluar Antariksa tengah bersandar dengan wajah menunduk. Mungkin menunggu Cica batin Rinai, mustahil kalau dirinya.
Saat Rinai melangkah melewatinya Antariksa meraih tangan Rinai. "Tadi cuman ngobrol biasa kok, gak lebih," jelas Antariksa seolah-olah ia tertangkap selingkuh tadi. Tidak semudah itu Ferguso, ngobrol biasa sama senyum sensasinya beda di mata cewek. Wajar aja cemburu.
Rinai melepaskan cengkraman Antariksa. Ia berlari, secepat mungkin hingga kakinya tersandung. Rinai terjatuh, ia mencoba bangkit, walaupun jari kakinya nyeri sedikit ia berlari kembali.
"Kenapa cewek kalau cemburu ngambeknya lama?" Antariksa juga bingung dengan sikap Rinai sekarang, tadi Cica itu hanya memberitahukan jadwal Try Out saja, di kelasnya masih belum di catat oleh sekretaris.
"Lebih baik jawab 100 soal matematila dan fisika, daripada urusan cinta," Antariksa kurang peka, biarlah nanti Rinai baikan sendiri dengannya.
☁☁☁