Chereads / Antariksa [ Dari Angkasa ] / Chapter 45 - 46. Rinai merakyat

Chapter 45 - 46. Rinai merakyat

Bukannya Antariksa mengantarkannya pulang justru ke rumahnya.

Rinai memukul bahu Antariksa. "Hey, katanya mau nganterin pulang. Kok malah ke rumah lo sih," Rinai berdecak kesal, lagipula rumah Antariksa juga sepi, Angkasa kerja.

Adel mengangguk, ia sangat penasaran dengan isi rumah Antariksa. Ia kira Antariksa itu orang kaya, tapi sederhana saja.

"Gak apa-apa Rin, bisa aja nanti di suguhin singkong rebus. Kan kesukaan lo banget," Adel membocorkan makanan favoritnya.

Antariksa menampilkan senyum kemenangannya. "Oh, jadi suka singkong rebus ya? Ada kok, malah masih anget. Yuk, masuk. Nanti boleh deh di habisin,"

'Iya juga ya, lagian terakhir makan singkong rebus di Surabaya. Jadi kangen mbah nih,' Rinai senyum-senyum, singkong rebus yang paling enak itu medhuk¹.

"Ngelamunin aku ya?" Antariksa membuat Rinai terkejut.

Rinai memasang wajah juteknya. "Males, apa untungnya mikirin lo," Rinai menyusul Adel yang ingin masuk ke rumah Antariksa. Tapi Adel melihat tanaman hias yang menggantung cantik beserta pot-nya.

"Wah, bagus banget. Subur lagi, kak Antariksa suka bunga ya?" Adel heran sih, kebanyakan yang suka bunga cewek bukan?

Wajah Antariksa berubah murung, tanaman hias mengingatkan ibunya.

Menyadari tak ada jawaban Adel menoleh, Antariksa sedih?

"Kak Antariksa kenapa? Jangan mewek kak, nanti gantengnya luntur loh,"

Interaksi Adel dan Antariksa membuat Rinai semakin jengah terus berdiri, bukannya di persilahkan masuk malah melihat tanaman hias.

"Kapan masuknya?" kesal Rinai, jalan kaki sampai lampu merah tadi pengalaman terburuknya terutama dagunya ternodai oleh buaya daratan.

"Oh, iya maaf Rin. Ayo masuk," Antariksa membuka pintunya. Melihat Rinai yang nyaman duduk di kursi zaman dulu dengan senyumannya.

"Suka ya?"

Rinai yang tadinya ingin berfoto mengurungkannya. Antariksa ini harus pergi dulu, ia malu pose gila di depan Antariksa. Nantu juteknya hilang.

"Gak," Rinai berdiri, kursi ini di rumah neneknya sudah menjadi rongsokan. Duduk di kursi ini membuatnya rileks.

Adel mengambil alih tempat duduknya. "Wah, baru liat ini gue. Enak ya kalau di duduki. Sekarang kan mana ada, sofa iya,"

Antariksa meraih tangan Rinai. "Kamu gak laper? Aku mau masak nih,"

Rinai terpaku, Antariksa bisa masak? Paling cuman bisa menggoreng tempe tahu.

"Udah ikut aja ya,"

Mendengar kata masak Adel antusias. "Ikut dong,"

Rinai memutar bola matanya malas. Giliran makanan nomor satu.

Sesampainya di dapur Antariksa yang sederhana, di sebelah kiri terdapat tumang. Lalu tempat air (genuk) dan tempat mencuci piring.

Hanya ada satu kompor, lalu di sebelahnya rak piring. Dan pintu.

Adel mencoba membuka pintu itu. Ada pohon jambu serta tanaman cabai yang subur, jangan di lupakan jeruk purut, lidah buaya.

"Kak Antariksa kok gak bilang punya tanaman lidah buaya? Lumayan nih buat nyuburin rambut aku yang kadang rontok,"

"Kalau kamu mau ambil aja del,"

"Beneran?" Adel langsung mengambil satu lidah buaya.

"Emang mau masak apa?" Rinai juga penasaran, Antariksa tadi belanja sayur sawi dan ikan mujair.

"Kamu liat di kulkas, mau ikan apa? Ada ikan pindang, bandeng, asin, mujair, lele, teri,"

"Sebanyak itu? Ternak ikan?" Rinai menahan tawanya. Wajah Antariksa berubah datar.

"Maksud aku, ikan yang aku beli di pasar. Aku taruh di kulkas aja. Maaf ya kalau gak ada ayam," Antariksa sekarang semakin sulit keuangannya, ayahnya itu hanya memberikan uang seratus ribu satu bulan. Uangnya kadang terpakai untuk belanja lauk pauk, beras, gas elpiji dan tagihan listrik yang angkanya kadang naik turun tergantung ayahnya itu begadang menonton sepak bola.

Kulkas di sebelah lemari sebelum ke dapur. "Em, ikan asin enak nin," Rinai mengambil ikan asin jumlahnya tiga di bungkus dengan koran menyesuaikan ukuran ikannya.

"Nih,"

'Demi masakin buat pujaan hati, gak apa deh kalau gue bau ikan asin,' Antariksa terus tersenyum, Rinai memperhatikannya mulai dari menggoreng sampai bau ikan asin yang sudah tercium.

"Kamu tungguin di meja makan aja. Nanti rambut kamu gak wangi lagi, masa bau ikan asin,"

Rinai tersadar, Antariksa sudah mahir memasak?

"Iya,"

Di meja makan Adel tengah sarapan. Lauk teri, sambal bajak dan urap-urap².

"Wah, sambelnya pedes banget," wajah Adel memerah, mulut mangap. Apakah saat kepedasan makan angin bisa hilang? Bagaimana dengan meminum air putih yang malah menambah rasa pedas itu? Solusinya meminum susu.

Rinai jadi lapar, di rumahnya mana pernah Aurel belanja ikan asin. Merasakannya menunggu satu tahun sekali, saat liburan ke Surabaya saja.

"Awas lo mules, terus sakit deh," Rinai mengambil ikan teri yang masih utuh. "Enak juga ya makan ikan, di rumah ayam geprek terus, bosen gue," curhat Rinai. Sesekali ia ingin merasakan makanan sederhana. Berkunjung ke rumah Antariksa sudah kedua kalinya. Tapi yang sekarang Rinai bisa mencoba ikan-ikan yang ada di kulkas Antariksa, enak sekali. Andai boleh di bawa pulang semuanya. Antariksa juga ya? Sekalian jadi suami Rin.

Antariksa membawa piring yang terdapat tiga ikan asin.

"Yuk, makan bareng. Del, sambel bajaknya di habisin ya? Doyan nih?" Antariksa menatap cobek yang bersih itu, wajah Adel memerah. Itu sambel bajak buatannya, ibunya kalau masak sambel bajak sudah ia hafal sampai saat gongso³ sambel bajak itu bikin hidung ingin bersin saja karena aromanya itu.

Adel mengangguk, sambel ini enak. Ia ingin lagi, tapi gengsi dong kalau menyuruh Antariksa membuatkannya lagi. Nanti merepotkan, saat Antariksa kesini pun bau ikan asinnya masih membekas. Ganteng-ganteng kok bau ikan asin, yang penting bisa masaknya itu, idaman.

Antariksa menuju rak piring, kali ini ia akan makan berdua dengan Rinai. "Jadi sok romantis ya gue?" Antariksa terkekeh, Rinai sudah tidak marah lagi. Rupanya rindu ikan asin sama singkong rebus.

"Del, udah kan makannya? Mau makan sama Rinai nih," Antariksa mengedipkan matanya kepada Rinai. Genit!

Adel pun memilih pergi, ia ingin berfoto di kursi itu.

'Mending lo disini aja del, canggung dong makan bareng sama kak Antariksa,' Rinai mencoba biasa saja, Antariksa mengambil nasi di bakul.

"Nih, lauknya pilih sendiri ya," Antariksa memberikan piring yang sudah ada nasi jagungnya. Pas sekali, apakah Antariksa memasak kelor juga ya?

"Ada kok, itu di panci kecil," Antariksa sudah mengerti, pasti pasangannya itu kelor.

Tidak, Rinai malas mengambilnya yang benar saja nanti tangannya bersentuhan dengan Antariksa, tidak semudah itu Ferguso.

Antariksa menoleh, Rinai makan tanpa sayur. "Sini," Antariksa mengambil alih piring Rinai. Tentu Rinai kesal, sudah menikmati ikan asin piringnya di rampas oleh Antariksa.

"Nih,"

Senang? Iya. Rinai memakannya dengan lahap.

Hanya duduk di kursi bundar yang terbuat dari kayu. Antariksa tak henti menatap yang makan dengan lahap. Mungkin baru pertama kali mencoba menu desa seperti ini

☁☁☁

Medhuk¹= Singkong rebus yang memiliki cita rasa paling enak dan lembut. Untuk memastikan singkong rebus bisa di belah jika warna di dalamnya putih terutama saat di makan itu tekturnya lembut dan enak.

Urap-urap²= terdiri dari kacang panjang yang sudah di potong kecil-kecil,  ada campuran kelapa yang sudah di parut, urap-urap biasanya memiliki cita rasa pedas. Sangat cocok untuk di jadikan teman saat sarapan.

Gongso³= bukan menggoreng, jika sambel bajak itu biasanya di gongso tanpa menggunakan minyak goreng, hanya di berikan sedikit air saja.