Malam ini sebelum pulang, Kay pergi menemui ayahnya. Dia ingin memastikan pertemuan apa yang akan dilakukannya hari minggu nanti.
"Assalammualaikum.." Kay langsung mencari keberadaan ayah dan ibunya.
"Walaikumsalam, eh bang.." Jesica senang melihat anaknya datang.
"Halo Zidan, halo Mas Kris…" Kay dengan senyuman langsung mengais Zidan yang tampak begitu lucu.
"Mana Keyla."
"Dia ga ikut mom."
"Kenapa?."
"Dia lagi dirumah opa sama omanya."
"Sama Ran?."
"Iya mom…" Kay menjawab tanpa melihat wajah ibunya. Dia hanya memainkan jemari keponakannya.
"Udah berapa lama disana?."
"5 hari mom."
"Dia tinggalin abang?." Jesica tepat sasaran. Kay diam dulu dia masih berpikir apakah harus mengatakan jika Kiran benar-benar akan meninggalkannya?.
"Engga mom, aku udah ijinin kok."
"Disaat kaya gini kamu ijinin?."
"Aku punya alasan mom.."
"Jangan suka nutup-nutupin ya bang, Kenapa? Mertua kamu yang suruh?." Jesica sudah mulai kesal lagi. Tiara dan Jay saling menatap.
"Kita bicara di ruangan Daddy." Kenan yang menyadari situasinya segera beranjak darisana. Dia tak suka bertengkar di depan anak-anaknya yang lain. Jesica dan Kay mengikuti instruksi Kenan. Kini mereka bertiga sudah duduk bersama di ruang kerja Kenan. Sama seperti dulu, Kay kini duduk berhadapan dengan orang tuanya.
"Coba sekarang abang cerita kenapa?."
"Entah gimana ceritanya, ayah Arbi tahu soal Sachi dad.."
"Tuh kan apa mommy bilang, lambat laun juga dia pasti bakalan tahu bang."
"Terus dia marah sama abang?."
"Aku belum nemeuin dia dad, aku pingin selesain satu-satu. Biarin aja dia berpikir tentang aku apapun itu. Mulut dia bakalan berhenti kalo aku kasih buktinya."
"Dan Ran sekarang ada disana?, pastilah dia ngomporin-ngomporin." Jesica seperti seorang cenayang mencoba menebak apa yang Arbi lakukan.
"Ran butuh waktu buat nenangin diri dulu mom.."
"Abang tuh ya, abang kan suaminya. Bertindak tegas dong bang sekarang. Mommy tahu hasilnya ga sesuai yang diharapkan tapikan kita lagi cari tahu kebenarannya gimana. Coba pelan-pelan kasih tahu Ran."
"Iya mom aku lagi coba."
"Suruh pulang, emang dengan dia ke rumah orang tuanya nyelesain masalah apa?, enggakan?."
"Iya mom, aku bakalan lakuin itu tapi setelah semua buktinya aku dapet."
"Keburu kabur." Jesica dengan mantap mengatakannya membuat Kenan sempat melihat kearahnya.
"Udah dapet laporan dan Mario?."
"Udah dad.."
"Ya udah pake aja dulu itu.."
"Ga bisa dad, hasil pertamakan positif aku masih butuh tes lagi."
"Makannya daddy ajak ketemuan dia minggu."
"Dia ga mau dad.."
"Loh kenapa ga mau?, ga bener tuh perempuan." Jesica memaki lagi.
"Mom, Sachi udah cukup menderita gara-gara aku. Please jangan marahin dia dulu."
"Ya allah bang, sekarang udah belain?."
"Bukan belain mom, selama 5 hari ini. Aku anter jemput Ansel. Aku pelan-pelan ngobrol sama anaknya. Dia sempet bilang papanya pukul mama, papanya pergi, papanya hilang. Dikit-dikit aku dapet informasi juga dari Ansel. Selain itu, selama ini aku udah bikin hidup Sachi menderita. Gara-gara aku dia masuk penjara, hamil disana, ngelahirin disana, jatuh miskin. Mereka sekarang tinggal cuman dikontrakan kecil mom.."
"Bang hati-hati ya, perempuan uler kaya gitu, jangan-jangan lagi jebak kamu lagi."
"Kalo bener, tega banget pake Ansel. Dia anak yang baik kok."
"Bang jangan terlena ya sama hal-hal yang kaya gitu. Sekarang dia pingin abang iba."
"Mom, aku diajarin sama mommy sama daddy buat nolong orang siapapun itu terlepas mereka niatnya buruk sama kita."
"Ya..bedain dong bang mana dimanfaatin mana dimintain tolong. Heran deh mommy sama abang, sekarang polosnya melebihi Jay."
"Udah-udah, sekarang maunya abang gimana?."
"Aku udah bujuk Sachi buat tes DNA, aku yakin dia lagi nyembunyiin sesuatu. Aku ga mau nunggu lagi sampe hari minggu dad."
"Daddy udah tahu." Kenan singkat. Pantas saja selama perdebatan tadi, Kenan hanya diam tak banyak berkomentar bahkan terkesan santai.
"Daddy tahu?."
"Waktu abang suruh Mario sama Erik, daddy juga suruh mereka, Cari sedetail mungkin. Bang, kalo cari informasi tuh jangan setengah-setengah. Daddy ajarin ya, apapun informasi yang kamu dapet hari ini cari, cari terus. Ada nama disebut aja cari orangnya, jangan dilewatin gitu aja. Ada lokasi disebut, cari kenapa disana. Pertanyaannya sama kenapa, kenapa dan kenapa. Daddy ngerti abang pingin cepet, tapi gara-gara cepet semua informasi jadi kelewat, terlalu terburu-buru." Kenan memberi nasihat.
"Aku bingung dad, aku bingung. Ran tinggalin aku, Keyla ga ada padahal aku lagi usahain apapun. Aku ga pernah dikasih kesempatan buat ngomong." Kay sedih mengingat keluarga kecilnya meninggalkanya. Dia bahkan mengeluarkan air matanya untuk menujukkan betapa menderitanya dia karena keadaan ini. Belum lagi siang tadi, Kiran sudah berencana meninggalkannya. Kay belum bisa jujur soal itu. Jesica yang melihatnya jelas bersedih. Dia yang semula mengomel terus kini merasa iba dan tak tega. Melihat anaknya seperti ini mana bisa dia diam saja.
"Makannya ngomong dong bang. Abang udah nikah juga masih punya keluarga meskipun daddy sama mommy ga diminta pun kita tolongin. Abang masih punya kakak, masih punya adik. Apa salahnya saling cerita. Waktu ada kejadian Dirga siapa yang nolongin kakak?, abangkan?. Cerita itu ga jadi bikin malu. Siapa tahu kakak sama adiknya abang pernah ngalamain dan bisa bantuin." Perkataan Kenan masih disambut tangisan kecil Kay. Kini Jesica berjalan kearah kursinya. DuduK Tepat disamping anaknya. Dia mendekap anaknya.
"Apa perlu mommy sama daddy yang jelasin sama mertua kamu?."
"Ga usah mom, biar aku aja."
"Yakin?."
"Biar aku lakuin cara seperti yang mommy bilang."
"Kalo ada apa-apa bilang. Abang tuh so kuat sih dari dulu, padahalkan cengeng." Canda Kenan melihat tingkah Kay saat ini.
****
Pagi-pagi sekali Kay sudah pergi bersama Erik dan Mario menuju rumah sakit. Dia dan Sachi sepakat untuk melakukan tes DNA ulang dengan rumsah sakit yang dipilih secara random. Sachi yang menentukan arahnya dan Kay yang menujuk dimana rumah sakit mana mereka akan melakukan tes. Mereka melakukannya sesuai prosedur dan hasilnya akan keluar 1-2 minggu lagi. Kali ini Kay tak mau terburu-terburu. Dia menginginkan hasil yang valid dan akurat. Dia butuh itu untuk menunjukkan pada Kiran atau bahkan Arbi. Kiran sendiri sejak kemarin tak menghubunginya lagi tapi Kay punya rencana lain.
"Kalian bantuin aku hari senin.."
"Siap bos.." Jawab Erik dan Mario serempak. Mata Kay beralih pada Sachi yang sedaritadi diam saja sementara Ansel begitu senang melihat pemandangan.
"Belum terlambat buat jujur Sa." Kay lagi-lagi mengatakan itu.
"Ansel, gimana kalo pulangnya kita bikin Pizza mie, ansel suka?." Sachi tak menjawab perkataan Kay dan lebih memilih fokus pada Ansel.
"Pak, Belok ke supermarket dulu.." Ucapan Kay disambut pandangan oleh Sachi.
***To be continue