"Kamu mau kemana?." Tanya Kay sambil mendekati Kiran.
"Aku pingin pulang.." Jawab Kiran singkat tanpa melihat kearah Kay. Sudah jelas yang dipikirkan Kay tadi siang menjadi nyata. Kiran akan meninggalkannya dan membawa Keyla tentunya. Kini Kiran menutup kopernya yang besar lalu menurunkannya kebawah. Dia mendorongnya untuk keluar dari ruang khusus pakaian mereka.
"Ran...kalo kamu pergi dengan cara ini, aku ga bisa kejar kamu lagi. Ayah ga mungkin kasih aku kesempatan lagi." Kay dengan nada sedih. Sedaritadi dia bahkan hanya berdiri disana dan memperhatikan Kiran.
"Aku ga akan bilang ayah soal kejadian ini. Aku cuman pingin pulang, aku butuh waktu Mas buat mikir. Aku pingin tenangin diri aku dulu. Aku bakal bilang kamu pergi keluar kota dan aku ga mau dirumah sendiri."
"Apa bisa pergi besok?, ini udah malem. Ayah juga pasti curiga kalo kamu tiba-tiba datang tengah malem."
"Mas.."
"Please...Keyla juga udah tidur, ga mungkin kita bangunin dia, kasian. Aku ga akan ngelarang kamu apapun. Kamu boleh pulang, besok pagi aku yang anterin kalian, aku janji." Kay memohon. Kiran terdiam sejenak.
"Kamu udah tahu dia anak aku, hasil tesnya kamu baca sendiri bahkan kamu juga denger penjelasan Mario sama om Reno. Silahkan pertimbangin Ran, aku ga akan ganggu kamu. Kamu boleh ambil waktu sebanyak-banyaknya buat mikir, buat tenangin diri kamu. Aku bakalan terima apapun keputusan kamu. Aku cuman minta jangan jauhin aku sama Keyla. Dia anak aku juga kan?." Kay menahan air yang sudah mulai naik dimatanya.
"Oke, kita pergi besok pagi." Kiran setuju dan melanjutkan langkah kakinya sementara Kay hanya bisa duduk disofa yang ada disana sambil menundukkan wajahnya. Tangisannya pecah dengan air mata yang turun deras di sepanjang pipinya. suaranya tertahan seolah tak boleh ada yang mendengar dirinya menangis. Malam itu bahkan Kay tak tidur diranjangnya. Dia hanya duduk dikursi dengan TV menyala. Sekali lagi, dia membaca surat hasil tes DNA itu. Dia benar-benar tak percaya dengan hasil yang membawa petaka itu. Hubungannya dengan Kiran sudah hancur sekarang. Apa masih bisa diperbaiki?. Apa masih ada harapan?. Kiran sepertinya sudah terlanjur sakit hati. Rasanya tinggal menunggu waktu saja.
****
Kay terduduk ditempat tidur Keyla. Dia sudah rapi dan wangi. Sejak tadi yang dia lakukan hanya memandangi putrinya bahkan sesekali membenarkan selimut Keyla yang selalu Keyla tendang. Kiran bangun tanpa menyapanya, sepertinya dia sangat terburu-buru untuk ingin pulang.
"Aku udah siapin sarapan buat kamu, buat Keyla dibawah."
"Makasih."
"Iya.." Kay kali ini duduk menghadap Kiran. Dia memperhatikan kemana langkah kaki istrinya pergi. Dia masih sibuk mengemasi barang-barangnya. Dia seolah memastikan tak ada yang tertinggal. Kay menunduk lagi dan diam. Tak ada alasan untuk menahan Kiran disini. Handphone Kay bergetar dalam saku dengan malas dia mengangkatnya.
- Halo..
- Hari ini Ansel pingin dijemput pulang dari TK nya.
- Aku bakalan suruh supir kesana.
- Dia pingin Papanya, kamu harus kenalin diri kamu.
- Kasih alamatnya, bye.
Kay singkat dan menutup langsung teleponnya. Tidak lama dari sana Keyla terlihat menggeliat dan mengedipkan matanya wajahnya dia arahkan ke kiri dan ke kanan.
"Nyari siapa hayo?." Kay langsung menyambar.
"Bunda ada lagi disana, ini ayah lagi duduk." Kay duduk lebih mendekat. Dengan setengah sadar Keyla merangkak dan duduk dipangkuan ayahnya. Kay langsung mendekap anaknya. Memeluknya dengan sayang.
"Masih ngantuk ya.." Kay sambil mengusap-usap pelan punggungnya. Keyla hanya diam menatap kosong lurus kedepan. Rasanya Kay sedikit sedih, besok pagi tak akan ada pemandangan dan kejadian ini lagi. Keyla akan dibawa Kiran kerumah kakek dan neneknya. Mereka akan berpisah untuk waktu yang tak ditentukan.
"Hari ini ayah mandiin ya.."
"ngin."
"Ya pake air anget dong sayang. Hari ini bunda sama Keyla bakalan nginep dirumah Oma Marsha sama Opa Arbi jadi...harus wangi.."
"Yayah?."
"Hm...ayah ada kerjaan dulu sebentar di luar kota nanti ayah telepon Keyla, oke?." Pertanyaan Kay hanya dijawab anggukkan oleh Keyla. Andai saja dia bisa membawa Keyla. Dia pasti akan melakukannya, tapi..disaat seperti ini yang Kay harus lakukan hanya menyelesaikan masalahnya. Membuktikan apa yang sebenarnya terjadi dan mungkin bisa memberikan sedikit harapan.
"Tidur dulu disini, biar ayah beresin tempat tidur Keyla yang berantakan." Kay membaringkan Keyla ditempat tidurnya sementara dia kembali ke tempat tidur anaknya.
"Biar aku aja yang beresin Mas, bukannya tadi mau mandiin Keyla?."
"Eh...iya.." Kay langsung mundur lagi. Dia diam sebentar memandang wajah istrinya lagi. Dalam jarak sedekat ini Kay bisa lihat bagaimana kecewanya, marahnya, dan sedihnya Kiran saat ini.
"Keyla...ayo..." Kay langsung menampakkan wajah cerianya lagi dan menggendong putri kecilnya.
****
"Pagi Bun..." Sapa Kay dan langsung menyalami mertuanya begitupun Kiran.
"Oma..." Keyla antusias sambil menggerakkan tangannya.
"Kesini lagi..." Marsha langsung mencium pipi Keyla yang ada dalam gendongan Kay.
"Sini Oma Gendong.."
"Ayah kemana?."
"Ada di dalem, masih sarapan. Kalian udah makan?."
"Udah kok Bun..."
"Ya udah masuk.."
"Sini, kopernya aku yang bawain.." Kay mengambil alih kopernya yang ada di tangan Kiran. Mereka pun masuk kedalam.
"Eh ada siapa ini? si cantik ya.." Arbi begitu senang dengan kedatangan Keyla.
"Iya opa.."
"Duh..dibilang cantik langsung nyaut.."
"Pagi yah..."
"Pagi Kay, mau kemana nih udah bawa koper segala?."
"Ran mau nginep disini, kebetulan Mas mau ada dinas ke luar kota jadi...daripada dirumah cuman berdua, ya udah deh kesini aja." Kiran menjelaskan dengan senatural mungkin.
"Iyalah, ayah juga kangen sama Keyla, sama kamu. Sehat sayang?." Arbi memeluk Kiran.
"Sehat kok yah..."
"Berapa lama disini?, jangan cepet-cepet pulang lagi ya.."
"Liat aja kopernya udah segede gitu, Mas Kay dinasnya agak lama jadi...mungkin aku juga nginepnya bakalan lama." Kiran mengkonfirmasi jika dia tak akan pulang dalam waktu dekat ini. Lagi-lagi Kay hanya bisa diam. Dia membiarkan sang istri yang menjelaskannya.
"Tumben Kay.."
"I..iya yah, cabang lagi butuh perhatian. Kayanya Kay juga udah lama ga keliling jadi sekalian aja."
"Biasanya Keyla sama Ran suka ikut.."
"A..aku lagi ada kerjaan yah disini, mau kerjasama sama temen aku. Keyla juga kasian takutnya kecapean dijalan." Kiran berkelit.
"Ya udah ga papa, rumah jadi rame." Arbi senyum-senyum. Kay lega, setidaknya tak ada kecurigaan disana.
"Aku ke kamar dulu simpen barang-barang Keyla."
"Aku aja yang bawa ke atas." Kay menyeret lagi kopernya untuk naik ke kamar istrinya. Rasanya ini detik-detik dia akan berpisah dengan Kiran dan tak tahu kapan mereka bisa bertemu lagi.
"Aku langsung pergi ya, kalau ada apa-apa telepon aja."
"Iya, makasih.." Jawab Kiran. Kini Kay melangkah mendekati Kiran. Dia mengecup keningnya meskipun pandangan Kiran bukan kearahnya.
"Aku bakalan selesain ini secepatnya. Kamu ga usah mikirin apapun, cukup pikirin Keyla."
"Ga usah terburu-buru.."
"Aku sayang kamu.." Kay mengucapkan kalimat cintanya dibanding perpisahan. Tak ada jawaban disana tapi Kay tahu bahwa tak mungkin Kiran tak mencintainya. Dia hanya butuh ketenangan. Kini Kay berjalan lagi kebawah untuk berpamitan dengan anaknya.
***To be continue