Mata Tiara terkejut saat melihat sosok Jay di salah satu kursi sedang memangku anaknya. Zidan kini tampak tak henti tertawa saat Jay mengajaknya bermain bersama Keyla. Jika Jay berhenti mengoceh Zidan akan diam namun ketika Jay bergerak Zidan tertawa lagi. Beberapa wanita disana bahkan berbisik-bisik sambil senyum-senyum seolah itu pemandangan yang tak biasa dan mempesona. Ah...Kiran yakin mereka hanya kagum dengan kedua kembar bersaudara itu. Kiran menghiraukannya apalagi Tiara yang tak terlalu memperhatikan hal itu.
"Bang Jay..." Sapa Kiran saat mereka kembali duduk disana.
"Hai Ran, Hei Tiara..."
"Abang ga bilang mau nyusul kesini."
"Aku tadi yang ngasih tahu Ra.." Kay segera mengkonfirmasi sebelum Tiara salah paham.
"Oh...bibi mana?."
"Udah aku suruh pulang."
"Kenapa?."
"Kan ada aku, aku bisa kok jagain Zidan." Jay dengan mantap. Ada perasaan canggung disana, Kiran dan Kay bahkan bisa merasakan itu. Tiara terdiam sejenak lalu duduk berdampingan dengan Jay.
"Udah belanjanya?."
"Udah Mas, Keyla bunda beliin Keyla dress, lucu....banget sayang, coba sini pas ga?." Kiran membuat Keyla datang ke arahnya sementara Kiran mengeluarkan dress itu dari kantong belanjanya. Kiran mencoba mengepaskan bajunya ke badan Keyla dan benar saja itu ukuran yang cocok.
"Kamu habis belanja? apa mau belanja lagi? aku bisa nungguin Zidan."
"Engga, ga usah. Udah selesai kok. Sini Zidan sama Mama.."
"Jangan, tangan kamu masih sakit."
"Zidan kayanya ngantuk."
"Aku juga bisa tidurin Zidan." Jay mencari lagi susunya dan mulai berdiri. Dia menimang-nimang Zidan dalam gendongannya agar Zidan tertidur lelap. Kiran yang melihat itu tersenyum-tersenyum saja. Ini kan yang diinginkan Tiara. Jay lebih perhatian pada Zidan. Sesekali tangan Jay pun mengusap pelan punggung Zidan. Dia seakan menumpahkan kasih sayangnya dalam setiap usapan. Dia sangat menyayangi Zidan. Setelah Zidan bersama Tiara, kasih sayang Jay semakin bertambah. Dia mengerti sekarang kenapa ibunya begitu dengan baik memperlakukan, menyayangi anak-anaknya. Rasanya melihat Zidan menangis saja Jay khawatir. Dia tak akan menyakiti Zidan lagi apalagi Tiara.
"Yah...Keyla ngin main.."
"Main kemana?."
"Belenang bola.."
"Oke.."
"Kok oke? udah jam berapa ini?." Protes Kiran.
"Masih siang kok ini."
"Siang mata Mas.."
"Bentar doang sayang, kasian Keyla daripada nagih-nagih terus sampe rumah."
"Padahal tadi beli Barbie baru, mending main Barbie baru dirumah dibanding berenang bola." Goda Kiran membuat Keyla berpikir sejenak.
"Iya-iya Keyla ngin main belbi.." Anak itu dengan mata berbinar dan segera mencari belanjaan mainannya.
"Bisa nih ngebujuknya." Kay melirik ke arah Kiran.
"Kasian mommy sama Daddy pasti sepi ga ada Keyla Mas.."
"Ya udah pulang yuk tapi hujan lagi.."
"Eh ga papa Ra, dingin-dingin lebih seru.." Ucapan Kiran membuat Tiara mencubitnya.
"Ya udah yuk..." Kay segera bersiap-siap berdiri dan membawa belanjaan Kiran begitu pun Jay yang dengan baik hati membawa tas bayi milik anaknya.
"Sini sama aku aja.."
"Ga papa, ini aja."
"Tangan kamu sakit.."
"Abang lagi gendong Zidan. Aku bisa pake tangan kiri aku." Tiara bersikukuh. Jay mengalah dan mulai berjalan. Mereka pergi bersama menuju parkiran dan berpisah disana.
"Aku udah siapin kursi buat Zidan.." Jay membuka pintu belakang dan menidurkan anaknya. Tiara langsung berada disampingnya sementara Jay perlahan-lahan menutup lagi pintunya dan duduk di kursi kemudi. Tak ada pembicaraan disana. Hanya ada keheningan dan sibuk dengan pemikiran masing-masing. Beda dengan situasi yang terjadi di mobil Kay. Keyla tak henti bernyanyi-nyanyi untuk mengusir kebosanan dalam perjalanan.
"Masa tadi Jay udah pesimis mau udahan aja.."
"Ih kenapa sih mikir gitu segala?."
"Ya karena dia ngerasa udah bikin Tiara sedih terlebih udah nyakitin dia."
"Terus Mas bilang apa?."
"Makanya aku tanya kamu dulu, Tiara gimana ? supaya tahu harus ngasih tahu Jay apa."
"Kaya yang aku bilang tadi Tiara cuman pingin liat dulu Jay gimana sekarang. Ya....Tiara lagi nguji Jay gitu."
"Mudah-mudahan dia ga mikir yang aneh-aneh. Kebiasaan tuh anak kalo ada apa-apa mikirnya salah dia, ninggalin. Ga pernah gitu diperjuangin dikit..."
"Ya mungkin karena dia ngerasa bersalah banget. Mas juga awas ya main kasar.."
"Aku ga suka main kasar sukanya main ranjang..."
"Ish...ada Keyla ini.."
"Keyla sayang, Mau punya adikkan?."
"Mau...mau..." Keyla bersemangat.
"Tuh....anaknya semangat terus, aku udah buktiin sebulan ini..."
"Iya tapi udah sebulan nanti kumat lagi.."
"Ya enggalah sayang..."
"Duh...bocil mau punya adik..." Kiran gemas dan mencubit kecil pipi Keyla.
"Tidulnya ama Keyla Buna.."
"Sama Keyla? kasian dong bayinya. Keyla kalo bobo ga mau diem."
"Keyla diem buna..."
"Iya-iya diem." Kiran menurut sambil mengusap pelan rambut anaknya.
"Kalo adiknya laki-laki ga papakan sayang?." Kay mulai menawar.
"Keyla ngin adik pelempuan."
"Adik laki-laki juga masih bisa di ajak main."
"Ngga, Keyla ngin pelempuan Buna.."
"Mau perempuan mau laki-laki itu adiknya Keyla, harus disayang, nanti ada manggil kakak Keyla.." Kiran dengan santai. Dia tak pernah mempermasalahkan calon anaknya nanti. Baginya cukup sehat saja tanpa kurang apapun.
"Kalo Keyla nya adik, Buna sayang Keyla?."
"Sayang dong.."
"sayang Yayah?."
"Sayang.."
"Sayang adik?."
"Bunda sayang semuanya."
"Kenapa sih Keyla nanya gitu?." Kay penasaran. Anak itu hanya diam-diam saja.
"Hayo...jawab kenapa?." Kay menggelitik kecil pinggang anaknya. Keyla mulai tertawa karena kegelian.
"Mas awas lagi nyetir.."
"Pokoknya Keyla punya adikpun orang tuanya masih Yayah Kay sama bunda Ran. ya...kakak?." Kay memanggilnya dengan sebutan baru. Keyla tersenyum-senyum.
"Gemes bunda, Keyla makin pinter." Kiran menciumi pipi anaknya.
****
Jay memakirkan mobilnya di depan dan kembali mengais Zidan untuk dibawanya keatas. Dia sama sekali tak terusik dengan gerakan Jay bahkan tidurnya masih nyenyak sepertinya dia sudah puas bermain tadi.
"Tidurin disitu aja bang..." Tiara mengarahkan Jay pada tempat tidurnya sendiri. Lagi-lagi dengan penuh kehati-hatian Jay membaringkan Zidan diatas kasur. Setelah selesai dia tak langsung beranjak. Dia duduk dan menepuk-nepuk pantatnya. Takut-takut Zidan terbangun. Jay melihat wajah polos anaknya itu. Anak satu-satunya, anak laki-lakinya itu kini terlihat benar-benar mirip dengannya. Zidan baru saja berusia 1,5 tahun. Jay tak bisa menebak bagaimana perkembangan anaknya. Jay kurang paham tentang itu. Jesica selalu mengatakan bahwa perkembangan Zidan masih dikatakan wajar dan tak perlu ada yang dikhawatirkan tapi perasaan itu selalu menghantui Jay setiap hari. Dia khawatir bahkan sejak Zidan masih dalam kandungan. Kini mata Jay beralih ke Tiara yang baru saja menyimpan semua belanjaannya diatas kursi yang tersedia disana. Jay duduk dengan benar dan melihat kearah Tiara.
"Tiara....apa sebaiknya kita...."
***To be continue