Chapter 459 - Dr. Mike

Tiara POV

Pekerjaanku semua berjalan lancar hari ini tapi tetap saja ada janggal rasanya dirumah. Tadi pagi aku melihat Abang tidur di kursi. Tak biasanya dia seperti itu. Meskipun ada Zidan di tempat tidur, biasanya dia akan membangunkanku atau diam-diam dia menerobos disampingku tapi kemarin aku sama sekali tak merasakan jika abang membangunkanku. Apa aku terlalu lelah sampai tak sadar?atau apa ya?. Yang membuatku tambah kepikiran lagi, dia bangun pagi dengan dandanan sudah rapi dan pergi ke kantor tanpa sarapan. Apa ada hal mendesak sampai dia harus seperti itu?. Tapi biasanya dia tak begitu. Semendesak apapun dia akan menyempatkan sarapan dengan cepat dan menciumku tapi dia berlalu begitu cepat. Apa jangan-jangan dia marah aku dinas ya?. Apa di marah gara-gara itu?. Duh..pusing. Sebenarnya tadi pagi aku ingin menanyakan langsung padanya tapi ketika tahu Dr. Mike mengirim pesan aku jadi harus mengundurkan niatku. Dr. Mike kemarin sedikit kebingungan. Dia punya masalah dengan istrinya jadi dia pikir aku punya solusi untuk menangani hal itu. Biar aku ceritakan sedikit permasalahan yang sedang dokter Mike hadapi. Aku dan dokter Mike menjadi teman sejak dokter Mike memilih aku sebagai dokternya dalam menangani masalah yang sebenarnya sudah pernah aku hadapi. Pasienku itu istri dokter Mike. Mereka memiliki masalah sama dengan Kay dan Kiran dulu. Istri dokter Mike yang bernama Nathalie mengalami peristiwa yang luar biasa mengubah hidupnya. Anak kembar yang dilahirkannya meninggal dunia. Benar-benar persis seperti yang Kiran alami, tapi bedanya setelah itu Nathalie ini malah mencoba melakukan aksi bunuh diri saking depresinya kehilangan sang buah hati. Aku mengerti. Bukankah itu juga yang dirasakan Kay saat itu?. Kiran bahkan tak bisa berbicara selama seminggu memikirkan anaknya. Bukan hanya sekali tapi berkali-kali Nathalie ingin melakukan percobaan itu. Baginya mungkin cara itu yang terbaik agar dia bisa bertemu dengan anak-anaknya. Kehilangan anak pasti sangat menyedihkan apalagi jika sudah dinanti-nantikan. Kegilaannya tak berhenti disana. Setelah percobaan itu berhenti dilakukan, Natahalie mulai berhalusinasi sedang menggendong anaknya. Dia menggendong boneka sepanjang hari dan mengajaknya berbicara bahkan saat dr. Mike pulang biasanya dia akan meminta dr. Mike untuk mencium boneka itu dengan sayang. Tahu istrinya akan semakin parah jika tak diobati maka dr. Mike meminta bantuanku. Awalnya memang terasa sulit. Apalagi ketika bertemu pertama kali. Aku seperti mengobrol dengan orang yang tak sepemikiran tentang bahasan topiknya tapi aku dengan sabar menunggunya mengerti. Aku yakin dalam hati Natahalie dia sadar dengan apa yang dia perbuatan. Hanya saja keyakinan itu perlu terus digali akan itu keluar dan membuatnya kembali pada Natahalie yang dulu. Yang normal tentunya. Biasanya aku datang ke rumah dr. Mike setiap selesai praktek. Aku akan melakukan bincang-bincang sederhana dengan istrinya. Setelah sebulan konseling, dia tersadar bahwa yang dia peluk adalah boneka. Tangisnya pecah. Dia mulai menceritakan awal semua yang dia rasakan dari A sampai Z dengan tangisan yang terisak. Aku bisa mengerti sih kenapa dia bisa seperti itu. Rupanya ada tekanan juga dari orang tua dr. Mike yang menginginkan cucu. Natahalie merasa gagal jadi istri dan juga menantu. Alhasil masalah merembet kemana-mana. Aku meminta dr. Mike untuk memberi pengertian pada orang tuanya demi kesembuhan Nathalie. Aku percaya dukungan keluarga sangat berpengaruh besar pada kesehatan mental Natahalie. Jika orang tuanya mendukung Nathalie akan jauh lebih merasa diterima. Jika dia sudah seperti itu mungkin dia juga bisa menerima bahwa anak-anaknya sudah tak dan berbahagia di tempat-Nya.

***

"Apa sayang? gatel ya?giginya tumbuh gatel ya?." Aku mengajak bicara Zidan. Anakku itu langsung merentangkan tangannya minta digendong. Aku pun langsung memangkunya.

"Sini Zidan sama papa.." Abang terlihat sudah datang lagi. Rambutnya tampak masih basah. Dia langsung duduk di karpet dan mengambil Zidan dari pangkuanku tadi.

"Mau makan ga bang."

"Engga, ga usah." Abang menolak. Aku mengerutkan alisku. Tumben sekali habis pulang kerja dia tak makan?. Biasanya dia paling suka makan.

"Apa sayang? Zidan Papa beli mainan baru. Lupa lagi di mobil.." Ucap Abang lagi.

"Mainan? kapan Abang beli?."

"Tadi siang."

"Kok ga bilang."

"Kamu juga."

"Kamu juga? aku ga beli mainan buat Zidan."

"Emang bukan, tapi aku liat kamu waktu aku beli mainan Zidan. Kamu ga bilang aku mau kemana." Abang dengan nada yang terdengar sedikit emosi. Matanya kini menatapku. Apa yang Abang maksud itu saat aku makan siang bersama Dokter Mike, istri dan orang tuanya?.

"Aku ketemu pasien aku bang."

"Pasien? aku liat kamu masuk tempat itu sama Dr. Mike!!." Ucapannya membuat aku semakin terkejut. Kali ini ada bentakan disana. Zidan tampaknya terkejut.

"Bang...ada Zidan." Aku menegurnya. Jelas itu bukanlah tindakan yang baik.

"Senyum-senyum ya kamu sama dokter gila itu."

"Kenapa abang tahu dokter Mike?."

"Kenapa? aku ga boleh tahu?."

"Boleh tapi.."

"Iya..aku buntutin kamu sejak kamu dinas."

"Bang?apa sih maksudnya?. Kenapa harus gitu segala?." Aku sedikit tak terima ternyata diam-diam dia mengikuti aktivitasku. Emangnya aku ini buron apa?.

"Karena kamu aneh!!Kamu terus kesel sama aku, entah tentang apapun. Apa ada pria lain Tiara?." Abang dengan yakin menuduhku.

"Bang...aku jelasin."

"Karena aku ga bisa jadi papa yang bener buat Zidan kamu setega itu sama aku Tiara?. Kamu cari orang lain?. Apa itu maksud kamu?. Aku tahu, aku banyak kekurangan tapi kamu udah nerima aku kan?. Kamu jahat Tiara!!" Ocehannya benar-benar membuatku kebingungan. Kenapa dia semakin berpikir yang tidak-tidak. Oke aku harus meralatnya sebelum dia memikirkan hal yang tidak-tidak.

"Bang..aku sama Dr. Mike cuman temen."

"Jangan pernah bohongin aku Tiara!."

"Aku ga suka ya Abang tunjuk-tunjuk." Aku langsung menggapai telunjuknya yang sempat terarah tepat di depan wajahku.

"Kamu ga suka tapi kamu buat salah!."

"Aw...sakit bang.." Aku mengeluh sakit saat tangan Abang memegangi tanganku dengan begitu erat. Dia memutar tanganku dengan tenaganya yang besar.

"Sakit?kamu pikir perasaan aku gimana?."

"Aww bang sakit bang..." Keluh aku lagi. Dia benar-benar menyakiti aku sekarang. Tanganku benar-benar terpelintir cukup keras. Zidan hanya melihat kearah kami. Matanya kini mulai menamppak air mata dan benar saja dia menangis sekarang.

"Bang Zidan nangis bang, lepasin."

"Nangis?kamu pikir Aku engga?." Abang dengan tatapan kejamnya padaku. Ada apa dengannya?. Kenapa dia bersikap kasar?. Dia seperti orang yang sedang kesurupan. Aku tak mengenalnya. Aku kini mencoba melepaskan tanganku dengan tanganku yang lain tapi entah mengapa sulit sekali. Setiap kali aku mencoba melepaskan rasa sakit itu kian menyiksa. Cengkramannya semakin keras. Aku rasa jari-jariku akan patah sekarang.

***To be continue