Karena tak bisa tidur Jay sudab menyiapkan persiapannya seorang diri. Kini dia bahkan sudah memakai kemejanya disaat Tiara baru selesai mandi. Zidan masih tertidur lelap dengan wajah lucunya. Jay menyempatkan diri untuk menghampirinya dan memberikan Zidan selimut.
"Kenapa semalem ga bangunin aja?." Tanya Tiara sbil memainkan Handphonenya. Jay yakin dia sedang membalas pesan Dr. Mike kemarin.
"Ga papa. Takut Zidan kebangun." Jay berdiri. Berjalan menuju cermin. Dia memasangkan dasinya sendiri. Matanya kembali melihat Tiara dari pantulan cermin. Dia masih sibuk dengan handphonenya. Selesai dengan dasi, Jay mengambil jas dan tas kerjanya.
"Papa kerja dulu, sampe ketemu nanti sore." bisik Jay dan mengecup kepala Zidan. Tiara aneh. Tak biasanya dia bersikap seperti itu.
"Abang ga sarapan dulu?."
"Ga usah, di kantor aja. Aku pergi. Assalamualaikum." Jay berlalu begitu saja. Tak ada perlakuan spesial kepadanya. Tiara heran lagi. Kenapa dengan suaminya?. Biasanya dia juga akan mencium dirinya tapi hari ini tidak. Kenapa juga Jay pergi ke kantor sepagi ini?ini ada apa?. Sementara itu Jay benar-benar tak ingin ribut di pagi hari. Itu bisa mengacaukan moodnya seharian ini, meskipun tak dia pungkiri tanpa bertengkar pun Jay merasa mood yang buruk. Pesan semalam di Handphone Tiara masih membayangi kepalanya. Bagaimana tidak?, dari bahasanya, dari waktu mengirimnya, benar-benar tak lazim. Apa maksudnya semua itu?. Kenapa pria itu berani-beraninya menganggu istri orang. Jay tak suka. Jikapun ada main, kenapa?kenapa Tiara tega melakukannya padanya?apakah terlalu banyak kesalahan yang dibuat Jay?apa karena Zidan?atau karena Tiara punya tujuan pribadi?. Jay menerka-nerka dalam hatinya. Dia masih mencoba menyambungkan teka-teki alasan Tiara seperti itu. Sebelum ke kantor Jay mencari sarapannya di luar. Dia lapar. Dia tak mungkin berpikir dalam keadaan perut keroncongan. Kini dia melipir disebuah tempat makan yang menyediakan menu breakfast. Jay memesannya dan duduk di sebuah kursi dekat balkon. Dia terdiam sampai makananya datang.
"Javier?." Seseorang memanggilnya membuat Jay memandang ke arahnya.
"Kak Cindy?."
"Astaga, jadi bener itu kamu?." Wanita bernama Cindy itu tak percaya begitupun Jay. Setelah sekian lama mereka baru bertemu lagi. Padahal dulu mereka ada teman nongkrong.
"Kakak ngapain?."
"Sarapan juga bareng temen. Kamu sendiri aja?."
"Iya kak...."
"Ya udah gabung yuk."
"Engga deh, aku ga kenal juga."
"Biar Aku kenalin."
"Ga papa aku disini aja."
"Ya udah, aku yang temenin." Cindy lalu ke mejanya terlebih dahulu. Dia tampak berbicara sebentar lalu datang lagi dengan makanannya.
"Padahal kakak makan aja sama temen-temennya."
"Kalo makan sama temen-temen kan udah sering, kalau ketemu kamu kan jarang. Rapi bener?mau kerja ya?."
"Iya kak."
"Kerja dimana?."
"Di SC."
"Eh iya lupa, orang tua kamu kan punya usaha."
"Kakak ga kerja?."
"Kerja juga.."
"Dimana?."
"Adalah diperusahaan garmen juga."
"Di bagian apa?."
"Digital marketing."
"Wah cocok, kak Cindy kan pinter ngomong." Ucapan Jay hanya disambut tawa kecil oleh Cindy.
"Waktu dinikahan Muel kok ga liat?."
"Waktu itu lagi ke Australia, istrinya Kay ngelahirin."
"Kembaran kamu tinggal disana? dapetin bule?."
"Engga, dia sekolah disana. Istrinya orang Indonesia juga kok."
"Oh kirain."
"Udah lama juga aku ga ketemu Muel."
"Aku baru ketemu kemarin. Istrinya kebetulan temen SMP aku jadi suka nongkrong bareng. Kapan-kapan ikut dong Vier.."
"Oke, kayanya aku juga udah lama ga nongkrong sama temen atau karena ga punya jadi ga pernah."
"Kok ngomong gitu?kita ini temen kamu kok."
"Ya udah aku minta nomer kak Cindy deh, yang dulu kayanya udah ga aktif ya?." Jay segera mengeluarkan Handphonenya. Dia menyuruh Cindy mengetikkan sendiri nomernya dan dalam hitungan detik Jay sudah mendapatkan nomer itu. Mata Cindy sempat salah fokus dengan wallpaper Handphone Jay. Disana ada potret 3 orang. 2 orang dewasa dan 1 orang anak kecil. Cindy yakin itu istri dan anak Jay. Belum lagi dijari manis Jay ada cincin yang melingkar membuat Cindy yakin dia sudah menikah.
"Nah itu nomer aku." Jay melakukan panggilan ke nomer Cindy.
"Oke. Aku save.." Cindy langsung mengetikkan nama Javier padahal sejak dulu nomer itu tak pernah berubah di Handphone Cindy. Dia masih menyimpannya.
***
"Ga cape lu?" Tanya Sheila saat masuk ke ruangan Tiara.
"Pasti capelah La..."
"Ga cuti aja?."
"Nanti aja deh, gw udah kebanyakan cuti."
"Gimana acaranya?rame?."
"Rame-rame aja."
"Padahal gw pingin ikutan, gw ga milih gw aja coba?."
"Pasti nanti ada kesempatan La."
"Eh kabar anak lu gimana?."
"Sehat, Zidan makin gemes aja.."
"Lu ga ada niat jadi ibu rumah tangga aja apa?suami tajir duduk manis juga bisa."
"Belum kepikiran, nanti deh kalo udah ga kuat."
"Ga kuat apaan?"
"Ga kuat kerja sambil ngurus anak."
"Gila lu, uangnya buat apa coba?."
"Gw kerja bukan masalah duit, gw seneng nolongin orang."
"Ya udah sini buat gw." Canda Sheila.
"Enak aja..." Tiara sambil tertawa kecil. Suara ketukan kini terdengar.
"Masuk.."
"Ganggu ga?" Pria yang membuka pintu tampak tak yakin masuk karena melihat Sheila.
"Eh Dr. Mike, masuk.." Tiara menyambutnya.
"Engga kok dok, tenang aja.." Sheila menjawab pertanyaan Dokter Mike sebelumnya.
"Jadwal prakteknya udah selesai?."
"Udah dok.." Jawan Tiara.
"Ya udah gw pamit deh, kayanya Angga nyariin."
"Iya La.." Tiara sambil melihat Sheila keluar dan menutup pintunya lagi.
"Kemarin bingung deh kok kamu ga bales.."
"Iya maaf, ketiduran. Habis main sama anak terus ikutan tidur."
"Jadi hari ini?"
"Jadi, aku udah selesai kok."
"Ya udah yuk." Dr. Mike yang sedaritadi sudah siap untuk pergi ketimbang praktek. Tiara bersiap-siap. Dia merapihkan semua meja kerjanya. Setelah semua dirasa siap. Tiara dan Dr. Mike pergi. Mereka memang sudah janjian hari ini akan pergi, jadi tadi pagi Tiara sengaja tak membawa mobilnya. Dia meminta bantuan Pak Cecep supir baru Kenan untuk mengantarnya.
"Gimana rasanya jauh dari anak?."
"Sekarang sedikit tenang karena udah punya pengasuh sendiri."
"Pengasuhnya nginep dong kemarin 3 hari?."
"Iya, aku suruh nginep dulu, kalo sekarang yang penting aku udah pulang atau sorean dia boleh pulang."
"Zidan udah bisa apa?"
"Teriak-teriak, udah pingin jalan sendiri, lari-lari."
"Wah aktif banget."
"Iya, makannya harus ada pengasuh.."
"Nanti Pulangnya aku anter lagi.."
"Ga papa, aku bisa telepon supir."
"Ya udah gimana kamu aja. Ini kita makan dulu ya.." Dr. Mike mulai membelokkan setirnya ke kanan.
"Oke."
"Tempatnya bagus kok, recommended lagi makanannya." Dr. Mike mempromosikan tempat makan yang akan didatangi mereka.
"Coba, seenak apa sih?." Tiara belum percaya.
"Awas ya kalo nagih." Dr. Mike membuat Tiara senyum saja.
***To Be Continue