Pagi ini tak seperti biasa Dariel yang terlambat bersiap-siap. Sehabis bercinta tadi pagi dia tidur lagi dan siapa sangka tidurnya jadi kebablasan. Rasa hati ingin bolos tapi apa daya ada meeting penting hari ini. Selesai bersiap dia segera turun kebawah dengan dasi dan jas di lengannya. Matanya melihat kearah Triplets yang sudah ada di meja makan. Mereka ikut sarapan dengan para pengasuhnya.
"Aku bilang jadi telatkan.." Ara segera berdiri mengambil dasi Dariel lalu memakaikan di kerah kemeja suaminya dengan lihai sementara Dariel mencoba mengunyah roti dengan cepat. Mata Dariel sempat melirik ke arah Deby yang sedang menyuapi Ravin namun ia alihkan lagi memandang Ara. Lupakan mimpi itu.
"Kecapean yang semalem.." Dariel senyum-senyum sementara Ara langsung mencubit dadanya.
"Hari ini Abang anterin."
"Orang udah telat juga, ga usah deh aku bawa mobil aja."
"Meetingnya ga akan mulai kalo Abang belum datang."
"Ya... makanya sayang datang tepat waktu."
"Abang pingin anterin kamu..." Kedua tangan Dariel meraih pinggang Ara.
"Bang ih ada orang lain ini.."
"Ya ga papa. Kita suami istri wajar kalo mesra-mesraan.."
"Dari semalem aneh.." Ara merapikan dasi yang sudah terbentuk.
"Abang bisa datang jam 9, nanti Abang kasih tahu Nay atau Joe.."
"Abang belum cium Triplets..." Ara kembali duduk.
"Eh iya, pagi kesayangan papi..." Dariel segera mencium Triplets secara bergantian. Dia sedikit ragu saat akan mencium Ravin karena disana ada Deby. Ish...Dariel harus melupakannya.
"Udah kasih tahu kita mau pergi?"
"Udah, tadi aku udah kasih tahu mereka."
"Mau kemana jadinya?"
"Ke Bali aja deh liat rumah."
"Oke. Abang baru inget Abang ada Dinas dulu ke Surabaya nanti kita janjian di Bandara aja ya, udah gitu langsung pergi, kamu beli tiketnya yang malem aja nanti Abang pulangnya pagi takut delay juga."
"Ya udah Abang langsung ke Bali aja jemput disana."
"Mana ada, kamu bawa anak tiga sayang masih kecil pula mana tega Abang. Pokoknya kita pergi bareng."
"Abang mau makan dulu apa gimana?"
"Engga, ga usah. Udah minum aja."
"Sayang, mami sama papi pergi ya sampe ketemu nanti sore..." Ara berbicara pada ketiga anaknya. Selesai berpamitan mereka pun pergi menuju kantornya.
"Hari ini jemputnya jangan telat." Ara membuka pembicaraan disela-sela perjalanan.
"Iya engga sayang, jam 4 teng ada di depan.."
"Kalo engga aku hukum.."
"Hm...yang Abang mau ngomong jujur tapi kamu jangan marah."
"Tuh kan pasti ada sesuatu nih. Apa?bilang."
"Hm....Abang selingkuh."
"Hah?" Ara langsung memalingkan wajahnya kearah Dariel.
"Selingkuh?maksud Abang ada cewek lain?" Ara mencoba mengulangi perkataan Dariel tadi. Dia tak salah dengarkan?suaminya selingkuh?apa benar?. Kenapa dia mengaku?.
"Iya."
"Ini seurius?Abang selingkuh?" Ara belum percaya.
"Iya. Kamu maafin Abang ga?." Jawab Dariel lagi. Ara sedikit sedih sekarang. Bukannya marah tapi dia terluka. Pengakuan Dariel membuatnya patah hati. Ara terdiam sejenak.
"Siapa perempuannya?" Tanya Ara sambil mengambil tisu. Dia menghapus air mata kesedihannya. Hatinya begitu tertusuk mendengar kata selingkuh tadi. Mungkin dulu ini pula yang dirasakan Dariel.
"Jawab dulu. Abang selingkuh dimaafin ga?"
"Ya siapa dulu nama perempuannya?aku pingin tahu."
"Abang udah tidur sama dia.." Dariel semakin membuat Ara terkejut. Matanya terbelalak menatap Dariel tak percaya. Pernyataan ini jauh lebih menyakitkan.
"Bang...bang coba minggir dulu deh..." Ara menyuruh Dariel menepi. Kini suaminya itu memarkirkan mobilnya dipinggir jalan yang sepi.
"Ini Abang seurius?udah sejauh itu?Abang tidur sama perempuan lain?"
"Makannya Abang tanya kamu maafin ga kalo Abang gitu?"
"Siapa sih perempuannya?kasih tahu sekarang!!" Ada bentakan disana bercampur dengan tangisannya. Ara benar-benar tak habis pikir dengan pengakuan mengejutkan ini. Wajah Dariel pun seakan tak berdosa.
"Abang ga tahu..."
"Ga tahu gimana?Abang tidur sama diakan?!?, Abang jahat banget..." Ara mulai menangis. Rasanya satu tisu saja tak cukup. Ara menunduk sambil mengusap-usap air matanya sementara Dariel senyum-senyum. Dia memang sengaja mengatakan hal ini pada Ara. Dia ingin tahu respon Ara bagaimana dan toh ada sedikit rasa bersalah.
"Jangan pegang aku!!" Ara marah dalam tangisannya.
"Dengerin Abang dulu."
"Anter aku pulang sekarang." Ara tak mau mendengarkan perkataan Dariel. Suaminya itu mencoba meraih tangan Ara.
"Abang selingkuhnya dalam mimpi sayang..." Dariel menjelaskan maksudnya. Ara melihatnya lagi. Dia benar-benar dibuat bingung oleh perkataan Dariel.
"Pokoknya aku pingin pulang!"
"Kemarin Abang mimpi tidur sama cewek eh ketahuan kamu. Abang kaget terus kebangun makannya Abang nanya, pingin tahu kalo kejadian beneran kaya gitu kamu gimana?" Dariel menjelaskan lebih detail sambil mengelus-elus tangan Ara.
"Jadi bener ga Abang selingkuh?!Abang tidur sama perempuan lain?"
"Bercanda doang tadi. Pingin tahu reaksi kamu aja."
"Bohong."
"Sumpah demi Allah abang ga selingkuh. Selingkuhnya cuman dalam mimpi."
"Siapa perempuan dalam mimpi Abang?"
"Ga tahu Abang ga inget. Abang cuman inget muka kamu." Dariel berkelit.
"Ga lucu!!" Ara marah melepas tangan Dariel.
"Dimaafin ga?Abang merasa bersalah banget tadi malem, mimpi gituan sama perempuan lain mana sampe keluar." Dariel ingin meminta maaf padahal kalaupun dia tak bercerita Ara tak akan pernah tahu. Ara diam.
"Rasanya Abang emang kaya selingkuh. Abang mimpiin orang lain dibanding kamu tapi bener deh ga ada niat sedikitpun selingkuh apalagi tidur sama perempuan lain. Ga ada."
"Aku maafin. Kalaupun Abang selingkuh beneran aku maafin. Anggap aja kita impas."
"Eh apaan sih, inget kaya gitu lagi?Abang ga dendam." Dariel langsung mencoba merangkul Ara dari kursinya. Istrinya itu kini bersandar didadanya dengan sedikit ingus dihidungnya.
"Abang selingkuhnya jangan tidur sama orang lain, jalan-jalan aja..." Ara menangis lagi sedih.
"Eh jangan nangis dong. Maaf sayang. Abang ga ada maksud gitu. Maaf.." Dariel mencoba meredakan tangisan Ara.
"Udah-udah. Abang cuman pingin tenang aja. Abang ga mau kepikiran terus kalo ga bilang sama kamu Abang mimpi basah. Udah sayang jangan nangis." Dariel mengusap pelan lengan Ara.
"Aku udah ga bisa muasin Abang ya?"
"Engga bukan gitu. Kita kurang jalan berdua aja sayang makannya Abang minta liburan bareng. Supaya hubungan Abang sama kamu atau hubungan kita sama Triplets ga renggang gitu. Kalo soal puas sih Abang kasih nilai 100." Dariel mulai berani mengajak bercanda Ara.
"100 Dari seribu."
"100 dari seratuslah. Kalo bandingannya seribu ya 1.000 berarti. Udah ya... Maafin Abang udah mimpi yang engga-engga."
"Dasar, aku udah seurius tadi."
"Segitunya ga mau ditinggal Abang." Dariel senyum-senyum sekarang.
"Awas aja tidur sama perempuan lain, aku kebiri."
"Ah...awww sakit yang..." Dariel protes saat Ara meremas kuat miliknya.
"Udah ah, ayo ke kantor. Aku jadi harus dandan lagi."
"Iya-iya. Ga usah dandan juga cantik." Dariel mencium kening Ara sebelum kembali menyetir.
****To Be Continue