Deby, Vivi dan Resa sedang berkumpul dikamar Triplets menunggu si kecil tidur siang. Pikiran Deby masih terbayang dengan pemasangan tadi pagi. Badan Dariel begitu terlihat menawan tanpa sehelai benangpun yang menutupinya.
"Kenapa kamu deb?masih lapar?" Tanya Vivi.
"Engga, udah kenyang. Masakan Bu Tini emang mantul."
"Terus mikir apa sambil pegang perut?".
"Pegang perut sih refleks aja."
"Ada masalah?"
"Jangan cerita-cerita sama kak Ara ya."
"Kenapa emang?kalaupun bikin salah ketahuan CCTV loh."
"Ini bukan soal anak-anak."
"Terus kenapa?"
"Tadi pagi, aku kan datang kepagian. Kayanya bang Dariel baru selesai olahraga pas buka pintu lagi telanjang dada gitu. Wuh...seksi banget. Bulu-bulu dadanya ditambah perut kotak-kotak. Mantep pokoknya." Deskripsi Deby disambut tawa oleh Resa.
"Apaan sih kamu mikir apa hayo?pake acara mantep segala?"
"Duh...kalian ga ngerti, soalnya ga liat langsung. Kalo liat langsung darah deres banget ngalir bikin panas dingin.."
"Hahaha masa sih sampe segitunya?" Vivi ikut tertawa tak percaya.
"Eh...ga percaya."
"Deb...inget loh suami orang, jangan macem-macem. Kasian kak Ara."
"Ya ampun sa, aku ga ada niat apa-apa, cuman kagum aja gara-gara kejadian tadi pagi. Lagian dibanding kak Ara siapa aku. Mana mungkin bang Dariel sampe suka segala." Ucap Deby mencoba membayangkan Ara dikepalanya. Wajah cantik dengan tubuh ideal, kaya pula siapa yang tak suka. Pasti banyak lelaki yang mengantri dulu atau sekarang untuk mendekatinya.
"Tapi dari tampang bang Dariel juga oke kok. Berwibawa gitu kalo jalan. Seneng aja liatnya apalagi kalo udah ngomong, suaranya laki banget."
"Kamu juga vi awas loh.."
"Aku juga ga macam-macam sa, cuman menganggumi sama kaya Deby. Kayanya tipe ideal aku pingin kaya bang Dariel."
"Eh tadi pagi aku juga ga sengaja lagi mergokin kak Ara sama bang Dariel ciuman."
"Hah?asli?parah kamu.."
"Ga sengaja Vi, aku lagi beres-beres kamar Triplets pintunya kebuka dikit eh ada pemandangan begituan." Ucapan Deby membuat Resa dan Vivi menoleh ke pintu ajaib itu.
"Udah kak Ara tutup dan kunci." Deby seakan tahu dengan pikiran kedua temannya. Resa dan Vivi kini senyum-senyum.
"Duh pingin liat kamar bapak dan ibu bos." Vivi penasaran.
"Mau apa coba?nanti disangka maling lagi."
"Enak aja, semelaratnya aku nih, ga kepikiran sampe nyuri."
"Bagus." Resa langsung memberikan jempol dihadapan Vivi.
"Oh iya tadi kak Ara bilang mau cari supir buat Triplets."
"Wih...gila anak Sultan emang sampe punya supir sendiri padahal masih bayi.."
"Katanya kalo rewel atau kakak sama Abang pingin ketemu bisa dianterin."
"Wih mantep tuh. Aku sih udah request pingin supir yang mudaan dikit jadikan ada pemandangan gitu dirumah." Deby sambil cengengesan.
"Harusnya tambahin singel juga gitu."
"Vi..kamu ya bener deh lagi cari jodohnya." Ledek Resa.
"Ga papa lah supir kalo macem bang Dariel."
"Wu...dasar.."
"Kak Ara juga bilang sabtu suruh datang setengah hari karena mau ada orang tuanya. Mau dikenalin."
"Wah harus dandan rapi nih.."
"Santai aja kata kak Ara."
"Aku pernah tuh liat sekali waktu itu dikampus. Ibunya cantik banget. Kaya super model." Puji Vivi mengingat acara wisuda Ara.
"Wah ga salah sih bibitnya cakep."
"Tapi kak Ara tuh mirip bapaknya. Emang kalian ga pernah liat?"
"Aku pernah liat bapaknya." Ucap Resa.
"Aku belum pernah liat dua-duanya langsung cuman sekilas aja tapi aku tahu kak Ara punya Ade kembar."
"Wah kalo adenya jangan ditanya, dulu pernah bikin gempar di tv kan?" Resa membuat Vivi dan Deby mengangguk.
"Duh kok aku jadi deg-degan."
"Tenang sa, ga akan diapa-apain.." Vivi menenangkan.
"Pokoknya gengs kerja disini enak. Kak Ara sama bang Dariel juga baik meskipun aku ga tahu prospek kerja disini kedepannya gimana tapi aku pingin ngelakuin sesuai tugas aku, demi anak aku."
"Sabar ya Deb. Kita bantuin.." Resa sedikit tersentuh dengan ucapan Deby. Temannya itu hanya sedang mencari nafkah untuk anak tercintanya.
"Kalo kalian mau resign bilang ya, baik-baik.."
"Ah..enak kerja gini, nyantai paling ribetnya kalo triplets rewel. Jalan-jalan diajak, makan gratis." Vivi kini menjulurkan kakinya.
"Makannya jadi macem-macem sama kak Ara." Resa mengingatkan lagi seolah itu warning keras.
***
Kris masih menangis kecil akibat suntikan vaksin yang baru saja dilakukan disekolahnya. Jesica yang ada disana hanya mencoba menenangkan anaknya.
"Masa disuntik aja nangis?" Jesica mengusap pelan rambut anaknya.
"Masih nangis Bu?" Tanya Pak Rigan.
"Iya pak, takut kayanya sama jarum suntik."
"Wajar Bu anak kecil."
"Kris liat tuh Raja aja diem."
"Ayo main sama Raja Kris.." Pak Rigan membujuk namun Kris masih tak mau.
"Tuh main tuh sambil nunggu Daddy." Jesica melihat anaknya lagi. Kris hanya diam seperti orang cegukan.
"Kayanya ga bisa diajak main nih pak. Masih sedih.."
"Raja juga tadi nangis tapi ya..cuman bentar aja malah pingin makanannya sekarang."
"Masih nangis Kris?" Tanya Kenan yang sudah ada diantara mereka. Matanya sekilas menatap Rigan yang berdiri dihadapan Jesica.
"Masih Mas.."
"Eh pak.." Pak Rigan tersenyum.
"Mas ini Pak Rigan, ayahnya Raja sahabatnya Kris."
"Oh iya, saya Kenan pak, saya sering jemput tapi kok baru liat pak?"
"Iya saya ga sering-sering pak, kadang gantian sama pengasuhnya. Maklum single parents ya gini, kerja sambil ngurus anak."
"Oh...maaf pak ga maksud."
"Iya ga papa pak. Kalo gitu saya duluan ya."
"Iya pak. Hati-hati.." Ucap Jesica sambil melihat Pak Rigan dan Raja berlalu.
"Kenapa sih cengeng lagi Kris?" Kenan membungkuk mengintip wajah merah Kris.
"Klis...ga suka disuntik."
"Kenapa ga suka?baguslah biar sehat."
"Klis sakit, bedalah dad.." Kris menangis kecil lagi.
"Masa berdarah?engga sayang. Rasanya sebentar kaya digigit semut."
"Tangan Klis sakit..."
"Bukan sakit. Pegel. Kris takut jadi tegang karena tegang tangannya jadi pegel."
"Daddy bohong."
"Masa bohong, coba liat Daddy bekasnya." Kenan menyingkap sedikit baju seragam Kris.
"Tuh..mana ada darah. Udah jangan nangis. Yuk pulang. Sekarang Kris turun terus jalan."
"Ga mau.."
"Kasian mommy harus Gendong-gendong. berat kamu tuh, punya kaki jalan sendiri." Kenan dengan tegas menyuruh anaknya turun.
"Udah yuk turun, minum susunya." Jesica membujuk.
"Daddy itung ya sampe tiga ga turun Daddy tinggal. Satu...Dua....Ti..." Kenan sebelum menyelesaikan hitungannya Kris beranjak turun dan berdiri tegak.
"Nah gitu dong nurut, karena Kris nurut Daddy punya hadiah di mobil."
"Apa?"
"Rahasia. Hadiahnya harus dijemput sendiri."
"Benel?" Kris mulai antusias.
"Bener, ada di mobil di tempat duduk Kris."
"Ayo..ayo ke mobil." Kris langsung berjalan cepat. Kenan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Beliin apa Mas?"
"Pesawat baru.."
"Ampun deh...mainan udah banyak."
"Supaya ga sedih-sedih. Sini Tas Kris Mas yang bawa." Kenan sambil merangkul bahu istrinya sementara Kris sudah berjalan cepat menuju mobil.
***To Be Continue