Jay membuka dokumen-dokumennya sementara Chandra berdiri dihadapannya. Dia tahu belakangan ini mood Jay sedang tak bagus tapi justru Jay menjadi pendiam, beda dengan Ara yang biasanya akan mengomel tak jelas pada setiap orang yang dia temui.
"Kakak rencananya mau masuk kerja minggu depan."
"Bu Ara maksudnya?"
"Iya, jadi saya butuh sekretaris baru, suruh tim HRD cariin."
"Siap pak."
"Makasih. Nih udah saya tanda tangan."
"Hm…ngomong-ngomong pak, bapak cuti tanggal berapa?biar saya sesuaikan jadwalnya."
"Saya ga akan cuti."
"Bapak kan mau nikah." Pernyataan Chandra disambut diam.
"Nanti saya pikirin lagi."
"Baik pak." Chandra kini keluar dari ruangannya. Mata Jay kini melihat ke arah kalender. Ya…kalo dipikir-pikir hari bahagianya semakin dekat tapi Jay tak merasakan apapun. Perasaanya hanya kosong terasa. Dia tak tahu akan menjadi hari apa itu?mungkin hari kegagalannya. Dilain tempat Tiara juga merasakan hal yang sama. Tak ada gairah apapun dalam hidupnya sekarang. Kesehariannya hanya kerja dan pulang. Dia benar-benar tak punya kegiatan lain yang membangkitkan semangatnya.
"Nih…" Kim memberikan satu cup kopi pada Tiara.
"Makasih.."
"Lesu banget keliatannya."
"Cape aja.."
"Masih galau soal pernikahan?"
"Bukan galau lagi tapi kayanya batal."
"Hah?!kok bisa?"
"Jay salah paham. Waktu itu dia denger yang kita obrolin dan semuanya jadi kacau."
"Dengerin?"
"Aku juga awalnya heran kok bisa dia tahu, terus ibunya bilang Jay denger dan aku tanya sama satpam sini katanya bener ada orang yang nyariin aku."
"Terus apa yang harus disalahpahamin Ra?kamu kan ga ninggalin dia."
"Masalahnya dia baru denger sepotong cerita aku. Dia keburu pergi. Satpam bilang dia ga lama."
"Ya ampun pasti ada part yang kelewat."
"Kayanya.."
"Ya udah jelasin aja sana."
"Kita udah ga ada komunikasi selama 2 minggu ini."
"Ra..samperin dong."
"Dia pasti masih marah, waktu ditelepon aja di kecewa banget. Aku mau ngomong dikit aja dia ga kasih kesempatan."
"Apa salahnya dicoba, sayang banget cuman salah paham efeknya jadi gagal nikah."
"Udah takdirnya kali."
"Ra…ini tuh bukan kamu banget deh. Tiara yang aku kenal biasanya bisa nyelesain masalah apapun itu. Ga peduli seberapa berat masalah pasien kamu pasti kamu tanganin kan?anggap aja sekarang kamu punya pasien gitu Ra.."
"Apa dia bakalan percaya sama omongan aku ya Kim?"
"Percaya langsung sih engga tapi seengaknya dia jadi mikir."
"Aku ga tahu harus mulai dari mana."
"Semangat Ra. Bukannya hari H nya udah deket?"
"Aku bahkan udah ga ngitung hari lagi. Meeting-meeting WO semuanya dicancel, kayanya pembatalannya semakin seurius, makannya aku ngerasa ga ada harapan."
"Gila ya ra, nikah di bali ga murah. Belum lagi keluarga kamu yang bayarin semua penginapan dan akomodasinya. Come on Ra…jangan patah semangat gitu. Siapa yang tahu ternyata Jay nunggu kamu juga." Kimberly terus memberikan semangat pada sahabatnya itu.
***
Ara, Dariel dan ketiga anaknya kini sudah menginap dikediaman orang tuanya. Mereka baru saja sampai malam ini. Setelah pulang kerja tadi Dariel langsung menjemput keluarganya. Kenan senang karena akan ada suara ketiga cucunya yang mengisi rumahnya. Kini tak sepi lagi.
"Jadi gimana mom?"
"Ga tahu, masih belum baikan kayanya."
"Kay mau berangkat loh mom besok, Dia langsung ke Bali, Masa ga jadi?"
"Hus…ga boleh ngomong gitu. Jadi kok Kak tinggal mastiin aja waktunya."
"Harusnya undangan tuh udah disebar sekarang mom."
"Tenang kak, daddy yakin bentar lagi Jay sadar."
"Ga coba ditemuin aja dad?disuruh ngobrol gitu.."
"Daddy tadinya mau gitu Riel tapi kemarin liat Jay kayanya masih belum bisa juga deh.."
"Ah lama nunggu dia tenang. Harus ngambil keputusan dong dad. Ga enak cewek digantungin." Ara seakan mengingat bagaimana teganya Dariel menggantung hubungan dulu.
"Tunggu 3 hari lagi ya kak, sabar sayang sekarang dia udah dewasa loh. Dulu kalo ngambek bisa langsung main hajar-hajaran. Sekarang Jay lebih kalem, lebih mikir jadi kakak ngertiin kalau Jay lagi nyoba mencari jalan keluarnya seperti orang dewasa lakuin. Cara ngomongnya pun Daddy liat udah beda sekarang."
"Anaknya mana sekarang dad?"
"Ada tuh diatas Riel. Kerjaannya diem aja dikamar. Pingin dipingit kali."
"Ya udah Dariel coba temuin deh.."
"Iya bang kali aja kerena deket dia mau denger dikit." Ara setuju. Dari dulu Jay kan memang dekat dengan Dariel. Kini suaminya itu mulai menaiki tangga dan menuju kamar Jay. Diketuknya pelan pintu itu. Suara Jay terdengar membuat Dariel masuk.
"Lagi apa?"
"Nonton aja."
"Tv nyala masa kamunya dibalkon." Dariel mulai duduk dikursi kosong yang ada disana. Jay hanya diam tak membalas perkataan Dariel. Dia hobi memandangi langit sekarang.
"Kakak udah denger yang terjadi sama kamu. Sekarang kamu masih galau ceritanya?."
"Engga, aku ga galau. Aku cuman lagi nunggu jawaban Tiara."
"Kamu yakin Tiara pura-pura sayang sama kamu?"
"Aku yakin kak. Aku denger sendiri dia cerita ketemen-temennya."
"Cuman berdasarkan itu kamu yakin?"
"Maksud kakak?"
"Jay.. kak Dariel pernah lakuin kesalahan dulu dan hampir…banget pisah sama kak Ara. Masalahnya cuman satu komunikasi. Kak Dariel udah nge judge duluan bahwa itu salah dan kak Dariel ngerasa dikhianati, ditipu tepatnya cuman gara-gara apa yang kak Dariel liat. Waktu itu kayanya kakak udah siap-siapin berkas cerainya, nyari pengacara sampe nanya sama kak Ara siapa yang mau duluan dan kita sepakat kak Dariel yang bakalan ngajuin. Eh sehari sebelum kakak mau masukin berkasnya kakak tahu yang sebenarnya dan dari Daddy pula. Bayangin Jay cuman perkara salah paham aja kakak hampir pisah sama kak Ara. Kalo bener kejadian ga tahu deh hidup kakak sekarang gimana." Dariel berhenti sejenak. Adik iparnya itu hanya dia mendengarkan.
"Dari situ kakak belajar untuk mendengarkan dulu. Melihat ga cukup ya udah dengerin. Dua-duanya harus ada supaya seimbang. Kalo Jay cuman denger ga pernah liat langsung Tiara begitu berarti belum valid tuh informasinya. Kakak tahu banget dulu Jay segimana sayangnya sama Tiara. Kakak cuman ga mau gegara salah paham aja apa yang menjadi mimpi Jay atau Tiara hancur gitu aja. Seengaknya pikirin juga daddy sama mommy. Mereka juga pasti sama bingungnya ngejelasin ini ke orangtua Tiara. Jay kan udah dewasa. Coba bersikap bijak sekarang kaya daddy." Dariel menepuk bahu Jay. Anak itu hanya terdiam.
"Karena aku sayang Tiara makannya aku mau ngelepasin dia aja.."
"Kalian cuman butuh bicara berdua. Coba omongin Jay, ga masalah yang keluar adalah pertengkaran toh nanti bakalan ngerasa nyaman. Kamu mungkin ada uneg-uneg begitupun Tiara. Kakak kalo berantem sama kak Ara pasti gitu tapi udahnya kita biasa lagi malah jadi tahu yang kurangnya dimana. Kakak yakin ini salah paham. 5 tahun Tiara bareng kamu masa pura-pura. Orang akting juga ada berhenti dan capenya Jay." Dariel terus membujuk Jay agar dia mau bersikap tentang kejelasan hubungannya.
*** to be continue