Jesica menceritakan semua yang terjadi kepada besannya itu. Pak Stefan bahkan sempat sakit kepala karena tak mengerti dengan jalan pikiran keluarga Dariel. Tega sekali dia memeras anaknya.
"Coba catet Riel berapa sih biaya yang mereka keluarin buat kamu, bapak ganti." Pak Stefan dengan penuh luapan emosi.
"Tenang pak.." Tante Vani mengusap pelan punggung suaminya mencoba memberikan ketenangan.
"Ga tahu malu ya keluarganya. Udah ninggalin, Dateng tiba-tiba pingin duit."
"Saya udah bilang mungkin seminggu lagi kita langsung aja temuin orangnya. Kebetulan Mas Ken masih umroh pak."
"Iya mending gitu aja, kita datangin orangnya, Coba kalo didatangin dia berani apa?."
"Yang jelas kalo soal uang ya udah kita bayarin aja pak, kalo mereka anggap hutang jadi beban buat Darielnya nanti. Dimana-mana hutang harus tetep dibayar pak."
"Mereka minta berapa?"
"Mereka ga bilang pak."
"Terus kamu rencana mau ngasih berapa?"
"Dariel belum tahu pak." Jawab Dariel membuat Pak Stefan kini berpikir.
"Kalo soal uang insyallah saya ada pak mau berapapun yang diminta mereka. Sedikit banyaknya mungkin bisa bantu bapak dan Dariel."
"Mom..."
"It's oke Dariel. Tadi mommy bilang apa?inget Ara sama anak-anak kamu." Jesica menjawab protes Dariel tadi. Kalo sudah menyangkut keluarganya Dariel tak bisa lagi berkata-kata.
"Selain uang kita juga harus kasih pelajaran buat orangnya. Ini ga bisa dibiarin. besok-besok mereka ngerasa kurang bisa nemuin Dariel lagi."
"Itu jelas pak. Pokoknya ga boleh ada pertemuan dan keluar uang lagi setelah nanti. Mereka ga boleh berbuat seenaknya sama Dariel atau keluarganya sendiri." Jesica setuju dengan pendapat Pak Stefan. Mereka kini memikirkan jalan lain untuk membuat keluarga Dariel itu jera dan tak berani macam-macam lagi. Dalam beberapa jam kemudian Dariel menemui Ara yang sedang berada dikamarnya. Dia kini tampak duduk dikasurnya sambil memandangi ketiga anaknya yang tertidur. Dariel mendekat namun saat semakin dekat justru dia mendengar suara isakan. Pundak Ara pun kini tampak bergerak.
"Sayang, kenapa?" Dariel beranjak naik keranjangnya. Duduk disamping Ara dan merangkul bahunya.
"Kenapa?ada apa?" Dariel bertanya lagi. Kini Ara menyembunyikan kepalanya di dada Dariel.
"Kenapa...mereka...jahat sama Abang?"
"Ga papa...mereka cuman orang yang putus asa. Udah jangan nangis sayang." Dariel menghapus air mata Ara.
"Abang mau minta ijin. Boleh ga Abang pake uang kita. Waktu itu Abang punya dua tabungankan?Abang ga akan ganggu tabungan anak-anak. Tabungan kita aja."
"Berapa yang mereka minta?" Ara langsung duduk tegak. Menghapus sisa-sisa air matanya. Kemudian duduk menghadap suaminya.
"Abang ga tahu sayang tapi pasti ga sedikit."
"Pake uang aku, semuanya bawa dan Abang ga boleh nolak. Jangan bikin keributan di kondisi gini ya." Ara mengancam sambil menunjuk ke arah Dariel.
"Iya, jangan nge gas mulu sama papi." Dariel menangkup telunjuk Ara dengan tangannya.
"Ya karena Abang suka nolak."
"Engga, Abang ga nolak sayang. Abang tahu kamu diem aja uang tetep ngalir. Soal uang emang Abang bakalan minta tolong sama kamu."
"Abang ga usah minta, aku kasih."
"Makasih sayang.." Dariel membawa kedua tangan Ara kearah bibirnya. Ara kini memeluk suaminya seakan memberikan dukungan kepada Dariel untuk menghadapi keluarganya sendiri yang begitu kejam dan tega.
"Abang ga akan biarin mereka sampe ganggu kamu apalagi anak Abang. Nyentuh sedikit pun ga boleh." Dariel menarik pelan Ara untuk naik keatas pangkuannya. Sejenak Ara melepaskan pelukannya. Merapikan rambut Dariel yang tampak berantakan. Mungkin tadi dia sedikit pusing. Ara membelainya halus selayaknya iklan sampo di televisi.
"Mau nginep disini atau dirumah mommy?"
"Dirumah mommy aja ya, kasian bang mommy sendiri."
"Iya sayang. Beli ayam bakar lagi?"
"Uh...enakkan?"
"Enak soalnya disuapin. Beli lagi aja ya sayang sekalian pulang, es campur tuh sekalian yang seger."
"Aku pingin susu murni."
"Inikan susu murni." Dariel melirik ke arah payudara Ara.
"Enak aja aku disamain sama sapi."
"Ya udah siap-siap, supaya ga kemaleman sayang kasian Triplets kena angin malem."
"Abang ga mandi dulu?"
"Disana aja sekalian."
"Abang yang sabar ya.."
"Iya. Makasih.." Dariel menarik wajah Ara untuk menciumnya dan dalam hitungan detik dia berhasil menyentuhnya bibir merah jambu itu.
***
"Klis mau tidul sama bayi-bayi kak.." Kris tak henti mengajak main keponakannya itu. Dia terus memegangi pipi, hidung dan tangan Karin. Setelah makan tadi Jesica dapat telepon Kenan jadi dia memanfaatkan moment itu untuk menceritakan yang terjadi di hari ini. Jesica kini sedang sibuk dikamarnya sendiri.
"Kalo mau tidur sama bayi-bayi jangan terlalu aktif nanti bayinya ketendang gimana?."
"Klis tidul diem kak.."
"Huh..taunya diem padahal muter kemana-mana." Ledek Ara.
"Coba kakak tanya nama-nama keponakan Kris hafal ga?" Dariel mengetes ingatan Kris.
"Hafal kak.."
"Coba tunjuk sambil sebutin namanya."
"Ini Kalindla..." Kris langsung mengenali Karin karena nuansa pink begitu terlihat dibahu tidurnya.
"Ini Lavindla, ini Davindla.."
"Ih...pinter, udah bisa ngebedain." Puji Ara membuat Kris tersenyum malu.
"Coba ngomong er.."
"El.." Kris mencoba mengucapkan apa yang dikatakan kakanya.
"Kok Kris candel turunan siapa ya."
"Tulunan Daddy.."
"Ngarang.."
"Kayanya gini kalo Abang punya anak 4 kecil-kecil.."
"Ngode terus nih.."
"Bukan ngode. Ya...ada bayangan aja gitu sayang.."
"Kris nih Daddy sayang..." Jesica turun kebawah dan menampakkan layar handphonenya di depan wajah anaknya.
- Daddy...
- Halo Kris, lagi apa?
- Klis lagi main sama Kalin..
- Eh ada cucu opa juga..
Suara Kenan tampak senang.
- Daddy kapan pulang?
- Nanti hari Senin Daddy pulang.
- Bawain Klis mainan.
- Mainan?masa bawa mainan terus.
- Dia ngerengek tadi pagi Mas pingin ikut sama Daddy sama Abangnya.
- Iya nanti kapan-kapan Daddy ajak kesini. Kris kan sekolah.
- Dad..aku pingin kacang arab.
Ara mulai bersuara.
- Iya kak nanti Daddy bawain, untanya sekalian Daddy bawain.
- Mana Jay dad?
- Lagi sholat.
- Subhanallah. Jay.. bener-bener bertobat disana.
Ledek Ara membuat ayahnya tersenyum kecil.
- Tapi ibadahnya emang lagi khusyuk Jay. Kemana-mana bawa tasbih sambil dzikiran terus.
- Lagi pingin sesuatu kayanya Mas.
- Iya, pingin jodohnya Tiara.
Ara ingat bagaimana pertengkaran mereka di rumah waktu itu.
- Kakak sama Dariel sehat?
- Sehat dad.
- Kok Daddy ga liat Dariel.
- Itu ada Dad lagi gendong Davin soalnya.
- Dariel disini Dad...
Dariel akhirnya menampakkan wajahnya.
- Udah ga usah dipikirin Riel. Biarin aja. Mereka salah besar udah ganggu kita. Berani-beraninya nantangin lagi. Karena kita ga salah kita nyantai aja, insyaallah dikasih jalan keluarnya, Daddy bantuin doain disini."
- Iya dad makasih.
- Kris mana?kok malah ngilang?
"Kris sini dulu.." Panggil Ara.
- Kris Daddy denger Kris nangis ya di sekolah tadi?perkara jam aja...
Kenan mulai mengomel lagi karena kecengengan Kris sementara anaknya diam saja di dalam dekapan Ara. Adiknya itu kini dapat ceramah dari ayahnya.
***To Be Continue