Chereads / I don't know you, but I Married you / Chapter 388 - Pertemuan 2

Chapter 388 - Pertemuan 2

"Yakin Bu ga mau ketemu Dariel?anaknya udah datang." Kenan sambil menatap ke arah pintu yang kini menampakkan sosok anaknya. Dariel terkejut dengan wanita yang dilihatnya. Benarkah itu?itu ibunya?sedang apa dia disini?kenapa ada dia?. Dariel bahkan sudah tak berniat untuk melihatnya lagi.

"Masuk Riel..." Kenan membuat Dariel melangkah dengan ragu. Dariel memilih untuk duduk dekat bapak angkatnya ketimban ibu kandungnya.

"Sengaja Daddy panggil. Ibu Dariel ada kerumah ngomongin kamu."

"Aku udah ga mau bicarain ini lagi dad.." Dariel tanpa ragu mengatakannya.

"Bukan kamu tapi mungkin ibu kamu yang mau ngomong." Pak Stefan segera menenangkan anaknya. Dariel hanya diam. Diakan sudah ikhlas untuk menerima keluarganya kenapa sekarang mereka kembali lagi?.

"Riel..maafin ibu Riel.." Santi mulai berbicara menatap Dariel. Dari sekian tahun akhirnya ibunya itu mau berbicara dan memandangnya.

"Ga usah minta maaf. Saya ga papa." Dariel melihat kearah ibunya dan sesekali menunduk lagi. Ibunya itu tampak sedih. Inikah sambutan atas pengakuan dosanya?. Santi mulai menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi persis seperti yang dia ceritakan pada Kenan tadi. Matanya kembali berair dan sesekali berhenti untuk menahan tangis. Dariel diam. Entah kenapa sudah tak ada rasa iba dalam lubuk hatinya. Dulu, jauh sebelum kejadian ini dia bahkan sempat bertekad untuk memeluk ibunya jika bertemu tapi nyatanya hari tak ada satupun tindakan manis yang Dariel lakukan. Rasanya sakit dan sesak setiap kali ibunya menceritakan kisah dulu mereka. Ingatan Dariel langsung terbayang pada masa itu. Masa-masa paling sulit dalam hidupnya bahkan dia sendiri sempat berpikiran untuk mati saja. Setelah dia dewasa kenapa baru sekarang ibunya menceritakan kebenaran itu? kenapa baru sekarang dia mencarinya?andai dia jatuh miskin apa mungkin ibunya akan datang? bukankah melihat Dariel kesusahan adalah hobinya?.

"Bu maaf, saya bukan tidak menghargai ibu sebagai ibu saya. Dari dulu saya selalu minta itu tapi saya ga pernah dapat hak saya sampai saya sudah lelah untuk mengemis meminta pengakuan. Orang-orang bahkan tahunya saya arah seorang anak pembantu tapi pembantu itu yang mengajari saya untuk sopan pada orang yang berbuat jahat sekalipun. Apa ibu masih ingat Alm. bi Nani?beliau yang justru merawat saya." Dariel selalu mengingat siapa orang yang menurutnya berjasa dalam hidupnya.

"Bu..Saya menghargai dan menghormati ibu hanya sebagai orang yang melahirkan saya. Terima kasih. Saya tahu melahirkan itu pasti sulit dan menyakitkan. Saya punya istri dan saya melihat langsung bagaimana perjuangannya. Sekali lagi saya sangat berterimakasih kasih bu, tapi...ibu asli yang saya kenal bernama ibu Vani dan mommy Jesica. Mereka ibu saya." Ucap Dariel dengan mantap seakan sekarang giliran dia yang tak ingin mengakui ibunya. Suasana menjadi sedikit tegang namun Kenan hanya bisa duduk santai memandangi menantunya sementara pak Stefan heran dengan sikap Dariel. Bukankah selama ini dia ingin sekali berbicara dengan ibunya?tapi kenapa begini. Mungkin Dariel kesal setelah bertahun-tahun ibunya baru datang. Dia baru busa melupakannya sekarang. Dariel menghela nafas lagi.

"Saya ga marah Bu, saya cuman sedang belajar menerima. Menerima bahwa ibu dan ayah saya tidak menginginkan saya. Saya sudah bahagia sekarang Bu. Saya yakin juga ibu bahagia, saya selalu melihat ibu tersenyum ketika bersama keluarga ibu sendiri saat ga sengaja kita bertemu. Begitupun orang yang disebut sebagai ayah saya sudah bahagia dengan keluarganya. Saya sendiri yang menyaksikan. Kalau bukan karena ibu dan ayah yang mengabaikan saya mungkin saya ga akan seperti sekarang. Makasih." Dariel mulai menampakkan senyum membuat Pak Stefan sedikit lega. Ucapannya itu entah pujian atau ledekan tapi keduanya ada disana. Ibunya hanya diam entah pasrah entah sakit hati namun Dari sorot matanya dia sudah menerima bahwa mungkin ini adalah hukuman baginya yang telah menelantarkan Dariel.

"Kita hidup masing-masing aja ya Bu, kalaupun saya ketemu dijalan dengan ibu saya ga akan lupa tersenyum toh Nayla pun saya anggap sebagai kerabat saya. Saya doakan ibu dan keluarga selalu sehat dan berbahagia. Saya cuman pingin hidup tenang tanpa pikiran apapun tentang hidup saya yang dulu. Sejak bertemu bapak saya seperti lahir kembali dan dia ayah saya bukan Martin Sagara." Dariel lebih tegas lagi saat menyebutkan nama ayah kandungnya. Jelas lelaki itu yang lebih kejam karena tak mau mengakui dan menjemputnya. Sejujurnya tak ada kebencian dalam hatinya. Dia hanya berusaha berdamai dengan orang-orang yang berbuat jahat padanya. Sang ibu hanya menunduk sambil sesekali mengusap tisu ke matanya sementara Kenan dan yang lain tak banyak berkomentar. Mereka pikir Dariel berhak atas apapun yang dikatakannya. Mereka akan mendukung semua pilihan Dariel. Pria itu kan sudah dewasa pasti tahu mana yang benar dan mana yang salah yang, jelas di hari ini semua yang menjadi beban pikiran Dariel sudah terselesaikan dengan baik. Cita-citanya untuk berbicara dengan ibunya pun terwujud meskipun dengan cara seperti ini. Ah...rasanya tenang. Tidak lama sang satpam datang dengan mengantarkan seseorang. Itu Nayla.Nayla menyadari ada yang aneh dari ibunya, dia rupanya mengikuti Dariel dan benar saja sang ibu ada dirumah Keluarga Kenan. Nayla datang untuk menjemput sang ibu.

"Sore pak, ibu.." Sapa Nayla dengan tertunduk.

"Duduk Nay.." Jesica yang menyambut Nayla. Anak itu segera duduk disamping ibunya yang bersedih.

"Bu..ngapain?ayo pulang." Bisik Nayla seakan takut sesuatu akan terjadi jika ibunya tetap disini.

"Ibu cuman mau bilang makasih sama orang tua yang udah ngerawat Dariel." Santi dengan suara sendu.

"Maaf ibu saya bikin heboh."

"Engga kok Mau, ga papa." Ucap Jesica lagi. Nayla menatap Dariel sebentar begitupun Dariel yang hanya tersenyum.

"Ya udah kita pamit pulang aja pak, Bu, keburu malem."

"Bapak anterin aja ya.." Pak Stefan dengan senang hati menyodorkan diri untuk membantu.

"Ga usah pak makasih, saya bawa mobil."

"Oh..ya udah hati-hati. Riel...anterin sampe depan."

"Iya pak.." Dariel menurut. Ibu Santi sekarang berdiri mengambil tasnya menyalami satu per satu orang yang ada disana begitupun Nayla yang dengan sopan mencium tangan semua orang tua itu.

"Kita pulang ya.."

"Iya Nay hati-hati.."

"Ibu Pulang." Santi juga pamit. Sejenak Dariel diam namun saat ibunya mulai masuk kedalam mobil Dariel segera berjalan menghampirinya. Mencium tangannya sebentar.

"Hati-hati." Ucap Dariel lagi. Tangan ibunya kini bergetar namun Nayla segera menutup pintu mobilnya.

"Kalo ada apa-apa telepon aja."

"Iya kak.." Nayla bergegas lagi masuk kedalam kursi kemudinya. Dia tahu kekhawatiran Dariel. Mungkin Dariel takut jika bapak tahu dan malah memarahi mereka tapi Nayla yakin dia bisa mengatasinya.

***To Be Continue