WARNING!!Dalam cerita ini mengandung muatan dewasa. Harap kebijksanaan pembaca. Bagi pembaca yang dibawah umur atau yang tidak nyaman dengan cerita ini, Dianjurkan untuk tidak membaca chapter ini.
Dariel menepuk-nepuk pantat Davin pelan sementara dirinya bersandar di kursi dengan nyaman. Davin yang sudah kenyang menyusu kini tertidur pulas. Mungkin dia lelah juga seharian ini berjalan-jalan. Dariel mencium kepala botaknya sementara tangan mungilnya tersimpan didadanya. Setelah beberapa menit kemudian Dariel membaringkan Davin ditempat seharusnya. Ara sendiri sedang berbaring santai sambil ditemani acara tv di depannya. Remotenya dia pegang seakan tak mau jika Dariel sampai mengambil alih.
"Belum tidur sayang?" Dariel berjalan mendekati Ara, menunduk untuk mengecup keningnya lalu berjalan lagi kearah saklar lampu kamar.
"Bentar lagi nanggung acaranya udahan. Abang mau kemana?"
"Ke ruang kerja bentar ya.."
"Mau ngapain?udah malem ini. Besok juga kerja."
"Ada berkas yang harus disiapin. Besok ada pengacara datang ke kantor."
"Pengacara?" Ara mengerutkan dahinya. Dia yang semula berbaring kini terduduk. Dariel tersenyum lalu menghampirinya lagi. Tangannya mengangkat dagu Ara.
"Ada orang iseng gugat usahanya mommy entah karena nama atau apa gitu. Awalnya mau dibicarain baik-baik tapi dia malah ngancem-ngancem. Ya udah Abang cari pengacara." Dariel menjelaskan untuk mematahkan keheranan Ara tadi.
"Oh...kirain buat apa. Udahlah besok lagi bang."
"Bentar kok, ya sayang?."
"Ya udah jangan lebih dari jam 12 ya."
"Engga, jam 11 Abang udah disini." Dariel kemudian pergi setelah mendapat ijin dari Ara. Dia menyiapkan semua berkas yang diperlukan. Sejak dia kembali bekerja memang banyak sekali yang terjadi di kantor membuat dirinya sedikit kewalaha. Jonathan dan Nayla yang tergolong baru berkecimpung pun belum berani mengambil tindakan sebelum Dariel datang. Butuh waktu setengah jam bagi Dariel untuk menyiapkan dokumen yang diperlukan besok. Kini dokumen itu dia simpan di map plastik warna biru dan dia masukkan kedalam tas kerjanya. Dariel melihat jam menunjukkan pukul 11 kurang 5 menit itu artinya dia menepati janjinya pada Ara. Sebelum masuk kamarnya dia mengecek semua ruangan dan pintu-pintu yang ada dirumahnya. Dia memastikan apa pintu sudah terkunci dan lampu-lampu sudah menyala. Perlahan tapi pasti Dariel kini membuka pintu kamarnya lalu menguncinya dengan satu putaran. Sebelum naik keranjangnya dia melihat lagi ketiga anaknya. Dia takut ada anaknya yang ternyata belum tertidur. Setelah itu barulah dia naik ketempat tidur. Rasanya sudah lama dia tak tidur diranjangnya sendiri apalagi dengan istrinya. Ara sendiri sudah terlihat tertidur kearah berlawanan. Selimutnya sudah tak karuan. Dariel berusaha membetulkannya lalu menarik selimut keatas untuk menutupinya. Kini tangannya dia selipkan dipinggang Ara dan memeluknya. Ara sendiri tak menolak. Dia justru membenarkan posisinya agar lebih nyaman. Dia rapatkan punggungnya di dada Dariel. Belum juga terpejam Dariel sedikit terangsang dengan gerakan tadi apalagi bokong Ara kini berada tepat dimana tempat kejantanannya berada. Dariel mencium pundak Ara.
"Mi..." Bisik Dariel ditelinga Ara. Istrinya itu masih terdiam.
"Mi, bangun bentar dong.." Bujuk Dariel. Kini dia mulai menggerayangi badan istrinya.
"Hem.."
"Kalo sekarang udah bolehkan??" Dariel berbisik pelan lagi sementara Ara mulai senyum dalam tidurnya.
"Suruh siapa kerja.." Ara dengan mata terpejamnya. Dariel tak peduli dengan ocehan Ara. Tangannya justru menarik pelan gaun tidur Ara keatas sehingga dapat dia rasakan kulit Ara kini bersentuhan dengan telapak tangannya. Ini lembut. Dariel membelai-belai terlebih dahulu pinggul istrinya. Meremas gemas bokong istrinya yang terasa diarea intimnya.
"Bangun dong yang.." . Dariel berucap lagi sambil memberikan kecupan-kecupan kecil di telinga, leher, pundak dan punggung Ara. Tangannya kini mulai beralih masuk kedalam celana dalam Ara namun baru juga setengah jari masuk suara salah satu bayi mereka terdengar membuat Ara langsung membuka matanya begitupun Dariel yang secara refleks melihat kearah belakang. Ara segera berdiri membenarkan baju tidurnya dan melihat siapa yang bersuara. Ternyata itu Ravin. Lagi-lagi anak itu yang selalu menganggu ibu dan ayahnya. Dariel memperhatikan Ara yang kini menimang Ravin.
"Ampun deh, ga boleh ya papi deket mami." Dariel senyum sendiri padahal miliknya sudah mulai tegang. Ara duduk di ujung tempat tidurnya lalu menyusui Ravin. Dariel mendekatinya. Kakinya dia lebarkan untuk membuat Ara berada disela-selanya.
"Abang yang bangunin susah banget, Ravin ngek dikit aja langsung cepet berdiri." Sindir Dariel sambil meletakkan wajahnya diatas dagu Ara. Matanya melihat kearah Ravin yang begitu rakus meminum air susunya.
"Mulai itungan sama anak?"
"Engga sayang. Udah ini lanjut ya?kan udah bangun."
"Hem...gimana ya.."
"Nolak suami dosa."
"Huh...ngancem ya.."
"Cape ga?"
"Sabar ya bang..."
"Iya Abang sabar asal kamu kasih." Dariel menarik bajunya sendiri. Kini dia bertelanjang dada sambil memeluk Ara dari belakang menunggu Ravin selesai menyusu.
"Bang...bulu dadanya rapihin."
"Iya sayang besok Abang rapihin."
"Dari pagi loh aku bilang."
"Iya, tadi kelupaan. Biasanya juga suka."
"Iya suka tapi kalo terlalu lebat gini aku ga mau.." Ara terus protes sementara Dariel masih sabar dengan Ravin. Setengah jam berlalu dan Ravin masih menempel dalam dekapan Ara membuat Dariel sedikit pegal. Dia sekarang sudah berbaring di tempat tidurnya menunggu Ara selesai. Senyuman Dariel langsung mengembang saat Ara berjalan menuju box bayinya dan membaringkan Ravin disana. Ara tak langsung meninggalkannya dia justru mengusap pelan kakinya sebentar memastikan bahwa Ravin sudah benar-benar tertidur.
"Yang...sini dong." Dariel sudah tak tahan. Ara senyum-senyum sendiri. Ara mulai melangkahkan kakinya namun baru juga satu langkah suara bayi lainnya terdengar. Dariel yang melihat itu langsung menghela nafas. Kali ini Karin yang bangun. Dariel langsung tengkurap merasa sia-sia atas penantiannya sementara Ara tersenyum sendiri melihat tingkahnya. Ara langsung mengambil Karin dan membawanya mendekati Dariel.
"Masih sabar nunggu ga?" Ara mengelus pelan punggung Dariel.
"Kalo bukan karena Karin, Abang udah kesel." Dariel dengan suara tertutup bantal. Kini penantian itu Dariel lakukan lagi. Dariel menunggunya sambil memainkan handphone berharap Ara akan menyusui Karin secepat mungkin. Dia tak bisa menunggu lama lagi. Di 10 menit pertama semuanya biasanya saja, 10 menit berikutnya mata Dariel sedikit berat dan siapa sangka di 10 menit berikutnya mata Dariel terpejam. Handphonenya bahkan dia pegang di dadanya sendiri. Ya..Dariel tertidur. Ara masih sibuk mengayun anaknya tanpa sadar jika suaminya itu sudah tidur. Ketika berhasil menidurkan Karin barulah Ara tahu jika Dariel ketiduran. Ara mengambil pelan handphonenya lalu dia letakkan diatas nakas setelah itu dia tidur disamping Dariel. Pertempuran mereka gagal lagi malam ini.
****To Be Continue