"Kenapa?ada apa sayang?siapa yang buat kakak nangis?Dariel?bilang Daddy." Kenan terus bertanya-tanya.
"Dirga dad.." Kali ini suara Kay yang menjawab.
"Dirga?" Kenan mengulang dengan tak percaya sementara Ara masih memeluk erat ayahnya. Air matanya terus turun.
"Kenapa sayang?kenapa?cerita sama Daddy." Tanya lagi Kenan namun Ara belum mau membuka suaranya. Dia hanya menangis meluapkan emosinya membuat anaknya Davin dan Ravin bangun. Kiran datang untuk membantu begitupun Kay yang langsung melihat si kecil Davin. Mereka membawa kedua bayi itu keluar.
"Sini duduk sama Daddy." Kenan menuntun Ara ketempat tidurnya sementara Ara tak mau lepas dari dekapan sang ayah. Kenan terus memeluk Ara selayaknya anak kecil. Jesica kini datang menutup pintunya membiarkan Kay dan Kiran yang mengurus Triplets. Dia duduk disamping Ara. Kini kedua orang tuanya itu mengampit putri sulungnya.
"Daddy tanya kakak ngangguk aja. kakak nangis gara-gara Dirga?" Tanya Kenan lalu dijawab anggukan.
"Dirga ganggu kakak lagi?." Pertanyaan Kenan dijawab anggukan lagi.
"Dariel tahu?"
Ara menggangguk lagi.
"Coba kakak minum dulu. Tadi mana minumnya sayang?" Kenan mencari gelas. Jesica segera meraihnya dan memberikannya pada sang anak. Ara meneguknya pelan.
"Sekarang kakak cerita jadi Daddy sama mommy tahu. Kalo perlu Daddy kasih pelajaran anaknya."
"A..a..aku ga mau...liat kak..Dirga..lagi.."
"Dirga ganggu gimana sayang?." Kali ini giliran Jesica bertanya.
"Dia telepon-telepon aku terus mom dari dulu, dia datang kerumah aku. Dia...dia peluk-peluk aku sampe Dariel marah. Dariel salah paham, aku ga selingkuh mom." Ara dengan nada menahan tangis.
"Peluk-peluk kakak?"
"Dia maksa-maksa aku buat jalan mom, dia...ganggu aku setiap hari....aku..ga bisa tenang mommy...aku cape..mommy..." Ara menangis lagi.
"Paling sebel deh Daddy kakak ga pernah bilang dari awal."
"Mas.." Tegur Jesica karena malah mengomeli Ara.
"Dariel marah?" Pertanyaan Jesica dijawab anggukan.
"Kasian anak daddy. udah-udah jangan nangis nanti tambah pusing."
"Daddy..." Ara semakin merapat kearah ayahnya membiarkan kepalanya bersandar di dada Kenan.
"Ini Daddy sayang. Ga papa kak sekarang Daddy tahu. Ga usah takut pokoknya kakak tahunya beres aja."
"Aku ga mau liat dia lagi dad.."
"Iya-iya. Dia ga akan muncul lagi di depan kakak." Kenan menenangkan. Dia membelai Ara seperti caranya dulu saat mencoba membuat Ara tertidur. Ini adalah putri kecilnya yang dia kenal, dia sayangi dari dulu. Jelas Kenan tak mungkin membiarkan anaknya bersedih. Setetes air mata Ara harus dibayar lunas oleh siapapun yang membuatnya. Kenan dan Jesica tak bertanya lagi dia hanya membiarkan Ara menangis agar lebih tenang.
"Bantalnya sayang..." Kenan memerintahkan Jesica menyiapkan bantal untuk anaknya. Mungkin karena terlalu lelah dan sakit Ara sampai tertidur dalam tangisannya. Dengan perlahan Kenan mencoba membaringkan anaknya sementara Jesica menarik selimut. Kenan mengecup kening anaknya mengusap pelan rambutnya. Setelah benar-benar memastikan Ara tidur. Kenan dan Jesica meninggalkan kamarnya.
"Beli susu formula aja dulu Mas?"
"Emang mau anaknya?"
"Cobain aja dulu, sekarang siapa yang mau nyusuin?Ran udah ga keluar ASInya."
"Ya udah Mas beliin kedepan, kamu liat Kay sama Ran takut mereka juga bingung ngurusnya." Kenan segera mencari kunci motornya.
****
Saat sore tiba Dariel baru menyadari mertuanya menelpon bahkan panggilan itu dilakukan berulang kali. Kini Dariel menghubungi Kenan untuk memastikan ada apa karena tak biasanya mertuanya itu menelpon beberapa kali.
- Halo
- Halo dad, maaf tadi Dariel HPnya ketinggalan di hotel. - Udah pulang?
- Udah dad, ini baru selesai mandi. Kenapa?
- Ravin demam, Ara sakit.
- Hah?Daddy cuman mau ngabarin itu aja takutnya kamu nelpon Ara tapi dia ga angkat. Ara lagi istirahat.
- Oh iya dad makasih.
- Kamu ga usah pulang, selesain aja pekerjaan kamu. Ada Kay sama Ran juga yang jagain.
- Tapi dad..
- Ga papa. Daddy yang jaga Ara. Daddy tutup ya.
Kenan langsung mengakhiri panggilannya. Dariel sedikit aneh dengan nada bicara Kenan yang terkesan tegas dan tak ramah. Nadanya begitu datar tanpa intonasi apapun.
"Ara sakit?ah...sudahlah mungkin dia hanya mencari perhatian." Pikir Dariel dalam hatinya. Dibanding Ara dia lebih mengkhawatirkan anaknya Ravin. Sebelum dia pergi pun Ravin sudah memperlihatkan gelagat tak biasa. Dia sangat rewel, ingin itu, ingin ini tapi salah. Dariel segera menekan nomer telepon lainnya.
- Halo pak.
- Masih di kantor?.
- Masih pak.
- Saya butuh pengacara bisa cariin?.
- Pengacara?untuk apa pak?.
- Tolong cariin aja dulu yang terbaik, saya ada urusan.
- Siap pak.
- Makasih Joe.
Dariel menekan tombol berwarna merah dihandphonenya. Dia tak sengaja melihat history chatnya. Tak ada nama istrinya disana. Kalo dipikir-pikir sudah cukup lama mereka tak saling berkomunikasi. Dariel menghela nafas panjang lagi seakan berat lalu menyimpan ponselnya di atas meja. Dilain tempat Kenan dan Kay baru saja sampai dirumah Ara. Mereka ada perlu untuk sampai kesana.
"Sore pak, non Ara sama tuan Dariel kerumah bapak." Sapa pak Nana saat melihat Kenan keluar mobil dan menghampirinya.
"Iya pak, saya ada perlu disini."
"Oh silahkan pak masuk."
"Saya bentar kok mau tanya sama pak Nana. Kalo cctv dirumah dipasang dimana aja?"
"Di depan pagar, teras, area rumah pak."
"Area rumah itu dimana pak?"
"Ruang tamu, ruang keluarga, dapur, taman belakang, kalo dilantai 2 disudut-sudut ruangan sama di ruang tengah atas pak."
"Jadi kalo tamu masuk siapa aja keliatan ya pak?"
"Keliatan."
"Tapi semua camera jalan ya?ga ada yang rusak."
"Jalan pak."
"Yang punya akses liat siapa?"
"Bapak sama ibu pak, kalo saya cuman dikasih liat yang depan sama taman belakang."
"Oh bapak punya. Boleh saya liat pak rekaman dua Minggu ini dibagian depannya aja?"
"Boleh-boleh pak." Sang satpam langsung mengarahkan Kenan dan Kay menuju pos penjagaanya. Disana ada sebuah layar besar yang memperlihat keadaan sekitar termasuk mobil Kay yang terparkir. Dengan cepat pak Nana mencari data yang diinginkan Kenan dan tak lama sebuah video keberadaan Dirga terlihat. Kenan dapat melihat Dirga sempat bertamu namun dia masuk kedalam hingga Dariel datang dan menyeret keluar Dirga dengan wajah kesal.
"Saya minta file ini.."
"Boleh pak.."
"Masukin sini pak." Kay menyerahkan flashdisknya lalu pak Nana mengcopy rekaman video itu.
"Makasih ya pak. Kita pamit pulang. Jaga baik-baik rumah. Kalo orang itu datang jangan kasih masuk."
"Siap pak." Pak Nana menurut sementara Kenan dan Kay segera pergi. Entah apa rencana Kenan yang jelas dia ingin tahu sejauh mana Dirga menganggu putrinya.
***To Be Continue