"Aku punya pilihan lain Bas.." Kiran lalu menyodorkan sebuah surat yang dia dorong pelan di meja kearah Baskara. Mata Bas kini melihat kearah amplop berwarna putih dengan tulisan 'Surat Pengunduran Diri.' Rupanya ini yang tadi Kiran ketik. Sejak dua hari yang lalu Kiran sudah memikirkan hal ini dan hari ini dia akan menuntaskan semua pekerjaannya yang menggantung. Dia memutuskan mundur dari perusahaan yang dicintainya.
"Aku mau resign aja Bas..."
"Ke..kenapa Ran?aku bilangkan kamu bisa kerja online."
"Aku ga bisa Bas. Suami aku lebih butuhin aku."
"Apa Kay keberatan?"
"Engga, dia ga keberatan sama sekali. Dia bebasin semua pilihan yang mau aku ambil. Aku cuman lagi mikirin masa depan anak-anak aku. Toh kalo pun anak aku lahir, aku ga mungkin biarin mereka gitu aja. Aku punya dua anak Bas yang jelas-jelas harus aku urus."
"Tapi ini mimpi kamu Ran."
"Kalo aku harus korbanin mimpi aku buat wujudin mimpi aku yang lain aku ga keberatan."
"Kamu punya mimpi yang lain?"
"Dulu aku selalu mimpi karir aku di dunia fashion bagus dan aku pingin punya keluarga yang bahagia. Kalo dua-duanya ga bisa jalan bareng, aku harus milih salah satu dan aku milih buat bikin keluarga bahagia. Emang klise alasannya tapi...liat suami aku rela bulak balik padahal mungkin dia juga cape aku ga tega. Aku kayanya mau ikut suami aku aja."
"Kamu yakin?"
"Aku yakin Bas. Ada alasan kuat kenapa aku harus ikut suami aku, ya.. karena anak-anak aku."
"Oke. Aku dukung keputusan kamu apapun Ran. Meskipun kamu udah resign aku harap hubungan kita tetap bisa berjalan baik. Kalau kamu butuh bantuan jangan sungkan hubungin aku. Kita temen."
"Iya Bas. Makasih kamu udah hargain keputusan aku. Aku pasti selesain tanggung jawab aku disini sampai selesai."
"Aku ga maksa kok dengan kondisi kamu yang kaya gini aku ga mau kamu cape Ran.." Baskara menggengam tangan Kiran namun genggaman itu terasa berbeda. Dia merasakan jika Kiran mencengkramnya dengan cukup kuat dan keras. Wajahnya memang terlihat pucat sejak tadi pagi meskipun Kiran sudah menutupinya dengan make up.
"Ran kamu ga papa?" Baskara memastikan keadaan Kiran yang kini seperti menahan sesuatu.
"Ran..Ran..." Baskara semakin khawatir karena Kiran tak kunjung menjawab.
"Perut....aku....sakit Bas.." Kiran mulai berbicara dengan nafas tertahan. Sejujurnya sejak tadi subuh dia merasakan kram diperutnya atau lebih tepatnya nyeri. Saat itu Kiran bisa menahannya dan mengganggap itu hal yang normal tapi entah kenapa kali ini rasanya benar-benar sakit dan dia menyerah untuk bertahan. entahlah...mungkin ada sesuatu yang salah dengan kandungannya.
"Oke. Kita ke rumah sakit Ran.." Baskara segera memanggil karyawan yang lain untuk membantunya membawa Kiran kedalam mobil. Wina yang ada disana segera membantu Kiran juga. Dia kira sahabatnya itu akan melahirkan. Baskara dan Wina membawa Kiran ke rumah sakit terdekat. Dia mencoba menenangkan sahabatnya itu sementara Kiran mengeluh kesakitan terus-menerus. Wina kini mencoba menghubungi Kay tanpa tahu dia sedang dalam perjalanan ke Australia.
"Kay kenapa ga aktif ya?." Wina bergumam sendiri.
"Kamu telepon ibunya aja win.."
"Oh iya-iya, maaf aku jadi ikutan panik gini."
"Tenang win.." Baskara sesekali melihat kearah kaca spionnya untuk memastikan bahwa semuanya masih dalam kondisi wajar di belakang sana.
- Halo..
- Halo Tante, ini Wina.
- Iya win kenapa?
- Tante, Ran...Ran...kayanya mau ngelahirin.
- Apa?!!
Marsha kaget dan tak lama dia mendengar suara jeritan Kiran.
- Kalian dimana sekarang?
- Kita mau bawa Ran kerumah sakit Tante...
- Oke-oke, rumah sakit mana?
- RS bunda Tante.."
- Ya udah kita ketemu disana. Tolong jagain Kiran dulu ya Win.
- Iya Tante..
Wina mengakhiri panggilannya sementara Marsha yang panik segera menelpon Arbi.
- Iya sayang.
- Cepet ke RS bunda Ran mau lahiran.
- Apa?!!Kata siapa?
- Wina telepon aku, Ran kontraksi kayanya dikantor.
- Oke-oke. Ayah kesana.
Selesai menghubungi Arbi. Marsha segera menghubungi Jesica.
- Halo sha.
- Ka, Ran mau lahiran.
- Hah?!!seurius?dimana Ran sekarang?.
- Dia lagi dibawa temennya ke rumah sakit.
- Rumah sakit mana?
- Rumah sakit Bunda. Kita ketemuan disana aja ya. Aku belum kasih tahu Kay.
- Oke-oke, urusan itu biar aku sama Mas Ken yang urus. Makasih infonya sha..
Jesica menutup teleponnya dan segera berlari kearah Kenan yang sedang berada di ruang kerjanya. Dia membuka pintu cukup kencang membuat Kenan terkejut.
"Mas, Mas cepet susulin Kay ke Bandara. Dia ada penerbangan jam 11 mungkin sekarang belum berangkat."
"Kenapa sayang?ada apa?"
"Ran katanya mau lahiran."
"Hah?!!lahiran?"
"Marsha telepon aku barusan. Ayo cepet Mas.."
"Iya-iya. Kris gimana?"
"Bibi yang urus lagian masih ada Jay.."
"Ya udah Mas pergi ke bandara dulu. Hati-hati ya sayang." Kenan segera bergegas mencari kunci mobilnya. Dia melesat cepat menyusul anaknya berharap Kay belum pergi darisana.
"Bang.."
"Iya mom.."
"Jagain Kris bentar ya sama bibi."
"Mommy mau kemana?"
"Ran mau lahiran sayang. Mommy mau liat dulu ya. Teleponin kakak ya bang, kasih tahu kakak Ran masuk masuk rumah sakit Bunda."
"Iya mom." Jay menurut. Jesica juga segera mencari kunci mobilnya. Kali ini dia menyetir sendiri. Dia pergi menuju rumah sakit yang disebutkan Marsha tadi. Dalam benaknya sedikit aneh karena Kiran akan melahirkan padahal masih ada waktu 1 bulan lagi. Jesica berusaha berpikir positif dan berdoa bahwa semua akan baik-baik saja. Tak butuh waktu lama Jesica sampai dirumah sakit. Disana sudah ada Arbi dan kedua temannya sementara Marsha belum kelihatan.
"Gimana keadaanya?"
"Masih diperiksa ka. Ini temen-temennya yang tadi bantuin."
"Ran tadi kontraksi?atau gimana?"
"Perutnya sakit tante, pas diperjalanan dia cerita udah dari subuh dia ngerasa sakit gitu."
"Ya Allah.." Jesica semakin dibuat khawatir dengan cerita Wina.
"Kayanya Ran pendarahan, aku juga ga ngerti sih Tante, om, tadi di mobil awalnya kaya ada air gitu terus lama-lama warnanya berubah jadi merah." Wina membuat Arbi terkejut. Ada apa dengan anaknya.
"Apa dia sempet jatuh di kantor?"
"Engga om. Sebelum kejadian Ran ada ngobrol sama saya. Kita ngobrol biasa aja. Dia cerita soal keputusannya resign setelah itu tiba-tiba dia ngerasa sakit om.." Baskara menceritakan kejadian pertama sebelum Kiran mengeluh sakit. Tidak lama dokter keluar dan menemui mereka.
"Jadi..dimana saya bisa bicara dengan suaminya?"
"Suaminya lagi diperjalanan dok, saya ayahnya ada apa dengan anak saya?"
"Mohon maaf pak janin yang ada didalam kandungan anak bapak sudah tidak ada pak, saya sudah tidak mendengar lagi detak jantung bayinya." Ucapan dokter jelas membuat Jesica dan Arbi bak disambar petir di siang bolong. Jesica lemas mendengarnya, seluruh kekuatannya seperti hilang begitu saja dengan segera Wina yang ada disana membantu Jesica menahan bobot berat badannya sendiri. Masih dalam suasana yang begitu mengejutkan Marsha datang.
"Kenapa ka?" Tanya Marsha pada Jesica yang kini mulai menangis. Apa ini nyata? Kiran kehilangan keduanya?.
***To Be Continue