WARNING!!Dalam cerita ini mengandung muatan dewasa. Harap kebijksanaan pembaca. Bagi pembaca yang dibawah umur atau yang tidak nyaman dengan cerita ini, Dianjurkan untuk tidak membaca chapter ini
Ara sedang mencoba tidur dengan memiringkan badannya. satu tangannya dia lipat didekat kepala sementara tangan satunya lagi dia gunakan untuk mengelus perutnya yang besar seakan sedang meninabobokan anak-anaknya. Dariel yang baru saja selesai mengecek semua pintu rumahnya kini mulai ikut berbaring bersama sang istri.
"Hey...ayo dong bilang sama Abang apa hasilnya. Pelit banget.."
"Diem jangan berisik, dedenya mau tidur." Canda Ara. Dariel tersenyum. Dia menarik selimutnya. Mencari bantal agar kepalanya bisa naik dan melihat sang istri. Setelah itu dia mengikuti gaya Ara dan mengelus perutnya dengan kelembutan.
"Jadi...dede yang mau tidur ini punya belalai atau engga?"
"Hm...." Ara berpikir mencoba bermain-main dengan Dariel.
"Eh...ayo dong sayang, Abang penasaran ga bisa tidur nih. Liat hasil USGnya aja Abang ga ngerti."
"Abang pinginnya apa?"
"Apa aja Abang terima."
"Waktu itu pingin perempuankan?"
"Iya dulu tapi sekarang apapun itu yang penting sehat selamat Abang seneng." Dariel mengecup pipi Ara.
"Allah kasih yang Abang mau.." Ara memberi spoiler membuat suaminya mengembangkan senyum tak percaya.
"Bener sayang?"
"Beneran, dijagain sama 2 abangnya."
"Abang?" Dariel kini terperanjat duduk tak percaya. Dia memiliki semuanya sekarang. Anak-anak yang diimpikannya kini akan segera hadir. Kebahagiannya tak bisa dia lukiskan saat ini bahkan tak ada satu katapun yang dapat mewakili apa yang dia rasakan. Ini adalah kebahagiaan yang tiada bandingannya. Matanya begitu berbinar. Dia semakin tak sabar untuk menantikan kehadiran ketiga buah cintanya yang bisa membuat pelangi, membuat matahari saat hati Dariel terasa gelap.
"Makasih sayang..." Dariel membungkukkan badannya untuk mengecup kening Ara.
"Makasih buat Abang, udah sabar."
"Apa Abang bilang kamu pasti hamil, kita pasti bisa punya anak. Mulai sekarang berhenti kerja ya.." Pinta Dariel.
"Aku pasti berhenti kerja tapi tunggu Jay bentar ya.."
"Abang nanti bantuin kamu sayang.." Dariel mengusap pelan rambut Ara. Betapa Dariel menyayangi istrinya itu. Dia tak henti berbahagia memiliki Ara meskipun Ara pernah menyakitinya tak pernah sedikitpun Dariel berpikir untuk meninggalkannya. Dia pernah ditinggalkan dan dia tahu rasanya. Itu tak enak. Ara menarik leher Dariel dengan kedua tangannya dan menciumi suaminya itu. Rasanya sudah lama mereka tak berciuman selama ini. Ini terasa panas dan menggelora. Ara segera membenarkan posisinya begitu Dariel berusaha agar tak menjadi bebas untuk istrinya. Dia melumat bibir Ara dengan penuh kehangatan. Tangannya meraba-raba bagian sampingnya dimana dia sempat menyimpan bantal. Lalu dia letakkan didekat pinggang istrinya. Tautannya benar-benar tak mau dia lepaskan karena sekalinya terlepas bisa saja Ara tak akan menciumnya lagi. Dariel menikmati setiap gerakan yang diberikan Ara. Semakin lama bibirnya bahkan terasa semakin licin akibat saliva yang ikut bertukar dalam ciuman mereka. Ara menarik-narik pelan kaos yang dikenakan Dariel. Dapat dia rasakan juga kelembutan kulit punggung suaminya.
"Kata dokter apa sayang?" Dariel menghentikan ciumannya dan menatap Ara karena dia tak mau gegabah mengambil langkah yang bisa membahayakan anak-anaknya. Sepertinya Ara tahu maksud pertanyaan Dariel.
"Boleh.." Ara menjawab membuat Dariel semakin saja dibuat bahagia. Rasanya kebahagiannya tadi bertingkat.
"Abang pelan sayang, kalo ada yang dirasa kasih tahu.." Ucap Dariel lalu membuka dengan cepat kaos miliknya. Dia sudah tak sabar. Ini adalah buka puasanya setelah sekian lama dia menantikannya. Dariel membantu Ara terduduk untuk membuka gaun tidurnya. Suaminya itu benar-benar melakukan apa yang dia katakan tadi. Perlahan tapi pasti semua kain yang menempel di badan Ara Dariel lepaskan begitu saja termasuk celana dalam yang saat ini Dariel tarik dengan perlahan. Astaga....istrinya benar-benar menggoda dengan perut besar itu. Dia tak menyangka melihat Ara bertelanjang dalam keadaan hamil dapat membangkitkan gairahnya. Tak ada satupun perubahan yang membuatnya tampak jelek atau mengerikan. Semuanya indah. Dariel mencium perut Ara sebentar lalu kembali memandang istrinya.
"Kamu tidur miring lagi aja ya sayang.." Bisik Dariel. Ara menurut dan mulai merubah posisinya. Dirasa sudah cukup tepat tanpa pemanasan lagi Dariel segera menurunkan celananya dan memasukkan miliknya yang sudah mengeras dan berdiri dengan sempurna.
"Ahhh...." Desah Dariel saat merasa miliknya sudah masuk. Dia semakin mendorong masuk membuat kenikmatan itu semakin terasa. Kini secara perlahan dia menggerakkan pinggulnya sementara tangannya dia letakkan di pantat sang istri. Ara sendiri hanya menikmati saja gerakan itu. Rasanya memang berbeda tapi tetap saja bercinta itu tetap membuatnya terus melayang-layang ke langit ke tujuh. Tangan Ara mencengkram kuat tangan Dariel yang masih ada di pinggulnya mencoba menahan setiap sensasi yang diberikan. Belum cukup puas dengan gaya itu Dariel akhirnya meminta hal yang lain. Dia meminta Ara menungging kali ini tapi perutnya dia berikan alas bantal dibawah. Dariel berjanji tak akan melakukannya lama, takut-takut Ara merasa lelah karena menahan bobotnya yang sudah semakin bertambah. Kini dia menancapkan lagi miliknya. Bergerak dengan lincah dan teratur. Desahan Ara mulai terdengar lagi di telinganya. Dia rindu suara itu. Suara yang bisa membakar birahinya.
"Ahh..bang...hhhh..." Ara mendesah dan sesekali menggigit bibir bawahnya dengan pelan saat kenikamatan itu terus merasukinya. Sudah merasa cukup. Dariel membiarkan Ara untuk tertidur lagi dengan bantal dipinggangnya. Kakinya dia angkat semampunya sementara Dariel terus bergoyang disana. Melesatkan miliknya masuk dan keluar dengan cepat tapi tidak kasar. Sesekali tangannya meremas payudaranya dan jika sudah bosan maka dia akan mengganti dengan mulutnya sendiri. Kelak payudara itu yang akan diperebutkan oleh anak-anaknya. Dariel menciumi istrinya, membuat tanda-tanda kemerahan disana. Keringatnya kini mulai terasa membasahi badannya. Bukan hanya karena udaranya tapi karena permainan mereka juga yang membuat udara diluar yang berangin menjadi panas membara. Detik jarum jam dinding terlihat seperti berputar dengan cepat. Dariel melihat kearah jam yang menunjukkan pukul 11 malam artinya sudah setengah jam berlalu.
"Ah..shh....abanghh keluar sayang..." Dariel sudah tak kuasa menahan sesuatu yang akan membucah keluar.
"Diluar banghh..."
"Abang pingin di dalem sayanghh..."
"Ga bolehhh..." Ara mencoba mendorong perut Dariel.
"Iyahh-iyahh sayangh..." Dariel segera mencabut miliknya saat cairan itu akan keluar. Dan ya..selang beberapa detik cairan putih itu terlihat menyemprot ke arah paha Ara. Dia memijat sendiri miliknya. Setelah semuanya dirasa selesai Dariel mencium lagi perut Ara dan duduk sejenak untuk meredakan nafasnya yang memburu.
"Nih tisunya bang.." Ara membuat Dariel meraih tangannya dan menarik tisu itu. Dia mengelap bekas cairan cintanya tadi.
"Abang yang keluarin abang yang bersihin juga.." Komen Dariel yang disambut senyum kecil oleh Ara.
"Ga mau?keberatan?"
"Engga mami. Udah mami diem aja." Dariel dengan senyumannya.
"Aku pingin ke toilet.."
"Iya sayang bentar ya..." Dariel masih mengelap pelan paha Ara yang basah.
***To Be Continue