Tangan Dariel memegangi gunting pemotong rumout sementara matanya memperhatikan jendela rumahnya yang tampak menunjukkan pemandangan yang tak biasa. Hari ini ulang tahun ibunya dengan manis suami dan anak-anaknya memberi kejutan. Sepertinya Jian tadi keluar membeli kue karena dapat Dariel lihat Jian tengah memegangi kue dengan lilin-lilin kecil yang jumlahnya cukup banyak. Nayla hanya bertepuk tangan bersama ayahnya. Dia juga tak lupa menyanyikan sebuah lagu yang biasa orang lain nyanyikan saat perayaan ulang tahun. Setelah lagunya selesai sang ibu meniup lilin yang langsung disambut riuh setelah api itu padam. Dariel tersenyum sendiri disana. Sesekali dia memperhatikan rumputnya takut-takut dia salah potong atau bahkan bisa saja memotong bunga yang ada disana. Mata Dariel menyaksikan lagi adegan lain. Adegan dimana sang ibu menyuapi kue pada semua anggota keluarganya. Mulai dari suaminya, Jian sampai Nayla. Ah...itu terlihat menyenangkan. Tatapannya langsung beralih saat orang yang dia panggil bapak datang menghampirinya.
"Heh, udah itu cuci mobil. Saya mau pake."
"Iya pak.." Jawab Dariel.
"Cepetan potong rumputnya.."
"Iya pak.." Jawab Dariel lagi. Kini tangannya dengan lincah membereskan semua potongan rumput tadi kedalam plastik sampah berwarna hitam lalu membawanya ke tempat lain agar tak terlihat berantakan. Selesai dengan rumput, dia mengambil ember dibelakang beserta selangnya. Dia mulai mencuci mobil sesuai perintah tadi. Matanya benar-benar gatal untuk melihat kejadian di dalam tapi darisini semuanya tertutup. Dariel kini fokus mencuci mobilnya dengan bersih dan berusaha jangan sampai ada noda yang terlewat sedikit pun.
"Dariel...dariel...psttt..." panggil seseorang dengan pelan. Dia menoleh dan terlihat seseorang di dekat pagar.
"Apa?"
"Ini bawa.." seorang anak lelaki memberikan sebuah bingkisan yang berisikan kue-kue kering, permen dan minuman."
"Buat aku?"
"Iya, jangan banyak tanya nanti ketahuan."
"Makasih.."
"Iya, sama-sama. Aku pulang ya..."
"Iya, hati-hati..." Ucap Dariel sambil melihat temannya itu pergi. Dengan cepat sebelum ketahuan dia menyimpan bungkusan itu dikamarnya dan kembali mencuci mobil. Tadi itu tetangganya bernama Toby. Dia seumuran dengan Dariel hanya berbeda sekolah saja. Dia bersekolah di salah satu internasional school yang cukup terkenal. Maklum saja orang tuanya terbilang mampu. Dariel tak menyangka dirinya bisa akrab dengan Toby. Dia pikir tak ada orang yang mau berteman dengannya. Perkenalan mereka dimulai saat Toby yang tiba-tiba menghampirinya. Dia bilang kalau dia sering melihat Dariel berlari sore hari saat pulang sekolah dan itu hampir setiap hari membuat Toby heran, apa ada yang mengejarnya?. Dia juga melihat Dariel selalu duduk di taman belakang saat dia makan atau saat Dariel melamun sambil menatap langit. Awalnya Dariel tak berniat menceritakan apapun tapi Toby itu tipe anak yang kritis saat itu dia sepertinya heran dan curiga makannya dia selalu bertanya kenapa. Pernah suatu hari Toby memanggil Dariel dari luar pagarnya namun dia malah dimarahi oleh sang punya rumah. Toby semakin heran hingga Dariel menceritakan apa yang terjadi dan meminta Toby berhenti datang kerumahnya karena jujur Dariel juga kena semprot kemarahan bapak setiap kali Toby datang. Hal itu tentu saja tak diceritakan Dariel dia hanya beralasan agar Toby tak kena teguran. Suara pintu terbuka terdengar membuat Dariel semakin mempercepat gerakannya.
"Udah belum?"
"Bentar lagi pak."
"Gitu aja lama." Omel bapaknya. Dariel hanya bisa diam. Dia kembali mengeringkan bagian yang basah tadi dengan sebuah kanebo. Bajunya sudah kotor dan basah tapi Dariel tak mempedulikannya. Dibanding membersihkan diri dia memilih untuk menyelesaikan pekerjaannya. Setelah selesai dan dirasa bersih dia segera membereskan selang dan embernya. Hal itu bertepatan dengan keluarganya keluar. Mereka sudah rapi sepertinya mereka akan pergi.
"Apaan sih nih.." Bapak mengambil kanebo yang ada didepan mobilnya. Dengan kejam dia bahkan melemparkan kearah Dariel yang masih membereskan peralatannya termasuk kantong plastik sampah tadi. Dariel mengambil kanebo itu dilengannya tanpa perlawanan apapun.
"Habis itu beresin di dalem.."
"Iya pak.."
"Motor gw tuh cuciin." Jian ikut memberi instruksi dan tentu saja hanya dijawab iya atau anggukan oleh kepala Dariel. Satu per satu masuk mobil termasuk ibunya tampak cantik hari ini menurut Dariel bahkan membuatnya tertegun sejenak memandang. Dia segera berlari lagi membukakan pagar agar mobilnya bisa keluar. Selesai dengan halaman depan dia segera mengeluarkan motor Jian dan mencucinya padahal tadi dia sudah membereskan peralatan mencucinya. Sebelumnya pagi-pagi sekali saat dia pembersihan rutin kamar orang tuanya, Dariel menyelipkan sebuah kertas dibawah bantal ibunya. Dia hanya ingin mengucapkan selamat ulang tahun dengan caranya. Dia melakukan itu sepanjang tahun sejak dia sudah bisa menulis. Biasanya keesokan paginya dia akan mengecek apa kertas itu masih disana atau tidak dan biasanya tempat itu kosong. Dariel juga tak melihat sampah untuk kertasnya berarti ibunya itu membaca atau bahkan menyimpannya. Dariel senang. Dariel harap ibunya tak pernah bosan membaca kertas itu karena isi dari kertas itu setiap tahunnya selalu sama. Dariel selalu menuliskan.'Selamat ulang tahun ibu, dari anakmu Dariel.'
***
Mata Dariel perlahan terbuka. Dia merasa silau sekarang akibat lampu-lampu yang menerangi. Rasanya jadi semakin berat saja untuk membuka mata. Sayup-sayup terdengar suara orang berbicara namun Dariel menghiraukannya. Kepalanya masih terasa sakit atau lebih tepatnya pusing. Saat Dariel menarik tangannya untuk menyentuh kepala sendiri dia terkejut ada selang disana. Menempel erat di urat ditangannya.
"Ini..." Dari tersadar bahwa dia sekarang ada dirumah sakit. Tahu ada pergerakan Kenan segera menghampiri Dariel diikuti dengan pak Stefan.
"Dariel?"
"Pak..."
"Syukur deh kamu udah sadar..."
"Kenapa aku disini?."
"Kamu pingsan, Ara telepon Daddy. Dia panik kamu ga bangun-bangun belum lagi badan kamu panas."
"Maaf ngerepotin dad.."
"Engga ga papa. Dokter bilang kamu kena tipes. Harus istirahat total." Kenan menjelaskan membuat Dariel heran. Dia merasa baik-baik saja belakangan ini. Dia hanya baru merasa pusing tadi.
"Jangan dipaksain Riel kalo sakit, kamu kebiasaan deh dari dulu. Kalo sakit ga pernah dirasa, bilangnya selama masih kuat jalan berarti ga sakit. Sekarang jadi kaya gini."
"Aku ga mau kerumah sakit aja pak. Ara mana?"
"Ara lagi dibujuk makan sama Mommy sama ibu."
"Udah kamu istirahat lagi, suhu badan kamu masih panas gini. Daddy panggilin susternya dulu." Kenan dengan baik hati keluar kamarnya sementara pak Stefan menemaninya. Kini mata Dariel melihat kearah lain dan melamun disana. Mata itu bukan hanya menatap tapi entah kenapa sekarang mata itu mengeluarkan air. Air mata yang tak pernah Dariel keluarkan selama ini. Dia rindu. Dia hanya rindu ibunya sekarang. Rindu yang tak tertahankan.
***To Be Continue