Chereads / I don't know you, but I Married you / Chapter 322 - Menuju dua garis

Chapter 322 - Menuju dua garis

Sehabis sholat subuh Dariel segera mencari kemejanya sementara Ara kembali menarik selimut. Dilihatnya Dariel begitu detail mencari baju dan celana yang matching belum lagi dasi sampai jam tangannya. Setelah dapat dia meletakkan disebuah kursi terdekat. Dilihatnya lagi Ara yang tampak memegangi selimutnya di dada.

"Dingin sayang?" Dariel menghampiri istrinya itu dan mengecek suhu dengan memegangi tangan Ara.

"Biasa kalo subuh-subuh suka dingin."

"Abang bikinin teh ya..."

"Ga usah, ga papa..."

"Supaya badannya enakan.."

"Abang yang disini aja..." Ara manja. Dilihatnya jam dinding yang menunjukkan pukul 5 lewat. Dariel masuk kedalam selimut itu.

"Abang....perginya ga bisa diundur?"

"Ga bisa sayang lagian deket cuman di Bandung. Abang janji hari tes kamu Abang pulang sayang..."

"Tesnya 3 hari lagi..."

"Iya Abang tahu, Abang usahain selesain tepat waktu." Dariel membujuk Ara agar mengerti kondisinya. Ara hanya memeluk suaminya itu.

"Mudah-mudahan janinnya sehat-sehat. Selama dirumah Daddy jangan cape-cape, jangan lupa makan juga, kamu suka bandel." Dariel sambil mengusap pelan perut Istrinya. Ara hanya mengangguk. Kini Dariel menundukkan kepalanya kemudian mencium istrinya. Mencium dengan penuh kehangatan.

"Bang...maaf ya.." Ucap Ara saat bibirnya terlepas dari suaminya.

"Maaf apa?"

"Abang jadi kesiksa gara-gara kita ikutan program ini."

"Kesiksa?Abang ga pernah ngerasa kesiksa kok sayang. Justru kamu yang dari awal Abang khawatirin harus suntik ini itu, operasi, tes ini tes itu. Maaf sayang Abang cuman bisa liatin.."

"Biasanya Abang suka kode-kode sekarang aku ga bisa ngasih."

"Abang ngerti, Abang udah komitmen mau all out ikutan program ini jadi kamu ga usah minta maaf. Ini maunya kamu, ini juga maunya Abang."

"Makasih. Abang juga ga usah minta maaf."

"Kamu bangun yuk, siap-siap abang anterin sayang. Abang pergi jam 7 soalnya."

"Iya aku bangun."

"Abang pindahin dulu koper ke mobil ya..."

"Abang belum sarapan, mau sarapan apa?"

"Nanti aja dijalan sayang.."

"Bener ya, harus fotoin ke aku.."

"Iya sayang..." Dariel bangkit dan menarik koper mereka sementara Ara mulai mencari baju untuk dia kenakan. Dia sempat mengaca untuk melihat dirinya sendiri namun belum ada perubahan berarti disana. Mungkin belum. Dariel kembali dan segera mengganti pakaiannya. Rasanya memang tak tega meninggalkan Ara tapi dia belakangan sudah sering mangkir. Dariel juga punya tanggung jawab sebagai pimpinan. Dia harus seimbang membaginya. Merasa semuanya sudah siap mereka pun mulai bergegas pergi.

"Sarapannya Abang beliin bubur di depan mau sayang?" Tawar Dariel karena melihat Ara sedang memakan roti dengan cukup lahap. Mungkin dia kelaparan.

"Engga, nanti aja dirumah mommy. Aku bosen makan bubur terus aku pingin masakan mommy." Ara menolak. Kini Ara meraih handphonenya dan menelpon Chandra untuk menanyakan pekerjaan. Hari ini dia memang berencana tak masuk tapi besok kemungkinan Ara akan bekerja. Biasanya Ara sudah membuatkan jadwal tersendiri per minggu yang disesuaikan dengan kebutuhan kantor. Chandra sendiri mencoba mengerti dengan kondisi Ara terlebih dia juga tahu perjuangan sahabatnya itu untuk memiliki momongan jadi dengan baik hati kadang Chandra mengambil porsi lebih banyak untuk mengurus pekerjaan Ara.

"Makasih ya Chan, besok kita diskusi lagi kalo ada apa-apa telepon." Ucap Ara mengakhiri panggilannya. Setengah jam diperjalanan akhirnya mereka sampai di kediaman Kenan. Orang tuanya itu sudah tahu jika Ara akan menginap dan mereka cukup senang.

"Assalamualaikum mommy, Daddy..." Sapa Dariel sambil menyalami kedua tangan mertuanya. Belum terlihat ada Kris disana mungkin anak itu masih tidur.

"Walaikumsalam..." Kenan menyambut antusias kedatangan anaknya.

"Gimana kabar kakak?sehat?" Kenan langsung merangkul anaknya.

"Sehat dad..."

"Dariel ga bisa lama-lama, mau langsung pergi.."

"Oh iya hati-hati ya Riel.."

"Iya mom. Mommy maaf nih..tolong masakin sarapan buat Ara ya, Ara belum sarapan katanya pingin masakan mommy.."

"Oh iya?ya udah nanti sekalian sarapan bareng, kamu ga sarapan dulu bareng kita?"

"Engga deh mom nanti aja di jalan. Dad...Dariel pergi ya..."

"Iya Riel hati-hati..."

"Abang pergi ya..."

"Udah sampe telepon aku.."

"Iya nanti Abang telepon, kalo ada apa-apa cepet kabarin."

"Iya. Jangan lupa loh bang sarapannya di fotoin."

"Iya-iya nanti Abang foto lagi mangapnya kalo perlu." Canda Dariel membuat Ara tersenyum kecil. Dariel mencium kening Ara sebentar lalu segera berjalan pergi meninggalkan mereka.

"Ayo sarapan dulu, kata Dariel kamu juga belum makan. Mommy sama Daddy sengaja nungguin kamu."

"Aku pingin makan disini mommy. Pingin sender-senderan disofa." Ara manja.

"Ya udah ambil dulu lauknya nanti boleh makan disini." Jesica membuat Ara berjalan ke arah meja makannya.

"Mommy...." Teriak Kris dari kamarnya. Kenan segera menoleh dan melihat putra kecilnya itu berlari menuruni tangga.

"Eh hati-hati sayang, jangan lari-lari baru bangun tidur..." Jesica segera mendekap anaknya yang masih menujukkan wajah ngantuknya dari bawah tangga.

"Mommy ga ada dikamar.."

"Iya tadi ada kakak sayang, tuh."

"Bau acem, belum mandi ih.." Ledek Ara saat melihat Kris dalam gendongan Jesica. Adiknya itu masih menggunakan piyama bergambar pesawat terbang.

"Kris sama Daddy dulu yuk, cuci mukanya gosok giginya udah itu makan." Kenan mengambil alih Kris dari gendongan Jesica. Anak itu pun mau dan pergi bersama ayahnya ke kamar mandi.

***

Ara duduk dengan tak sabar menunggu Dariel pulang. Suaminya itu bilang siang ini dia sudah berada di Jakarta tapi sampai saat ini belum juga ada tanda-tanda kehadirannya.

"Udah test aja dulu hasilnya bisa telepon Dariel. Bentar lagi juga pasti nyampe." Usul Kenan karena dia yakin anaknya juga sudah tak sabar untuk melakukan tes.

"Aku deg-degan mommy..."

"Berdoa aja, pasrahin. Apapun hasilnya kakak sama Dariel udah usaha maksimalkan?Allah pasti ngasih yang terbaik buat hambanya."

"Aku lakuin sekarang?"

"Iya kak, Daddy juga penasaran..." Kenan terus mendorong Ara agar segera melakukan tes kehamilan.

"Oke.." Ara membuat keputusan. Setelah dua Minggu berlalu dan setelah 4 tahun lamanya Ara tak pernah menyentuh bahkan berurusan lagi dengan alat tes kehamilan, kini dia memegangi benda itu lagi. Dulu mungkin Ara sangat rajin mengetes dirinya tapi karena tak kunjung mendapat dua garis, dia jadi kesal dan bosan sendiri. Ara melakukan tes mandiri dengan urine-nya sementara Kenan, Jesica dan Kris menunggunya diluar dengan perasaan yang tak kalah gugup. Beberapa menit kemudian suara pintu terdengar dan disana tampak Ara memegangi tespacknya. Dia masih bungkam dan tak lama Ara menangis.

"Mommy..." Ara segera memeluk ibunya. Jesica bingung tapi jelas dia lebih memilih menenangkan anaknya sementara Kenan yang melihat itu segera berdiri dan mengambil testpack itu untuk memastikan apa yang terjadi. Ayahnya memang sudah tak sabaran.

"Kenapa sayang?gimana?." Jesica dengan lembut sambil mengusap pelan rambut anaknya.

***To be continue