Kay menunggu Kiran diruang tamu dengan sabar. Rencananya hari ini Kay akan melakukan pengecekkan venue pernikahan mereka dan food testing makanan disalah satu tempat kenalan ibunya. Kiran sendiri ijin meninggalkan kantornya tadi. Meskipun tahu dia sedang hamil nyatanya Kiran masih beraktivitas seperti biasa. Dia tak enak dengan sikap Baskara yang baik. Dia tak mau mengecewakan Baskara atau membuat Wina malu didepan temannya. Dia tak ingin mengecewakan Wina yang memasukkannya ke perusahan itu. Kiran akan bertanggung jawab meskipun bukan rahasia lagi jika Baskara tahu apa yang dialami Kiran saat ini. Saat menunggu Kiran sayup-sayup Kay mendengar suara Arbi.
"Mau kemana?"
"Mau liat venue sama food testing yah…"
"Sama si brengsek itu?"
"Namanya Kay yah…"
"Terserahlah namanya siapa yang jelas itu nama yang ayah tahu."
"Yah…please jangan kaya gitu. Kay itu kan calon suami aku."
"Suami kepaksa. Kalo udah selesai cepet pulang ga usah lama-lama. Bikin rusak tahu ga gaul sama dia. Kenapa sih ga dari dulu aja kamu tinggalin tuh anak?bikin malu aja." Arbi dengan kejam terus menghina Kay. Hal itu jelas terdengar di telinga Kay. Dia hanya diam dan tidak lama Kiran menemuinya.
"Ayo…"
"Pamit dulu, Bunda sama ayah kamu mana?"
"Bunda lagi pergi arisan, aku tadi udah pamit kok sama ayah. Kita pergi aja langsung,"
"Oh..oke.." Kay tak banyak berkomentar. Dia tersenyum lalu menggandeng Kiran menuju mobilnya seakan dia tak mendengarkan apapun tadi.
"Apa masih muntah-muntah sayang?"
"Kadang-kadang. Kamu ga pake parfumkan?"
"Engga, sejak kamu bilang ga boleh aku engga pake lagi."
"Kay…kalo kita udah nikah. Aku pingin disini dulu boleh?"
"Disini?kamu yakin?"
"Iya. Aku pingin kerja dulu disini ya minimal sampai kontrak satu tahun aku habis. Aku ga enak sama Wina dia udah baik masukin aku ke perusahaan itu. Bos aku juga baik, dia maklum sama keadaan aku sekarang."
"Iya gimana kamu aja. Apa perlu aku beli rumah?"
"Ga usah. Aku bisa tidur dirumah bunda. Kalo punya rumah aku bakalan sendiri."
"Iya, kayanya lebih baik kamu tinggal sama Bunda. Lagi kondisi gini kamu ga boleh sendiri. Maaf aku belum bisa nemenin kamu."
"Ga papa aku ngerti. Nanti kalo aku udah boleh naik pesawat aku kesana."
"Ga usah. Aku aja yang kesini. Aku bakalan cari waktu supaya sebulan sekali aku bisa kesini."
"Ga papa bulan depan ga usah kesini. Selama persiapan pernikahan kita kamu stay disini. Nanti aja kalo acara 4 bulanan." Kiran mencoba memahami kondisi Kay yang sulit untuk pulang akibat kuliahnya. Dilain tempat kembarannya Jay sedang menelpon Tiara kekasihnya. Dia menceritakan yang terjadi pada Kay. Dia bingung harus berbuat apa. Mungkin Tiara bisa memberikannya saran.
- Ya udah. Abang kasih semangat aja. Jangan bikin dia ngerasa sendiri. Kalian kan keluarga.
- Iya tapi dia bilang dia kaya hidup ga hidup. Aku takut, aku ga ngerti maksudnya apa.
- Udah jangan pikir yang jauh-jauh. Dengan ada kejadian ini mungkin dia ngerasa kacau bang. Diakan udah sadar sama kesalahan dia. Sekarang dia tuh lagi menyesali semua perbuatan dia nanti juga ada saat dia bisa menerima semua akibat dari perbuatannya itu.
- Aku ga suka ini Tiara, aku ga suka daddy jadi jahat sama Kay. Aku ga suka daddy diem.
- Daddy juga butuh waktu mungkin bang…
- Aku ga mau keluarga aku jadi gini, aku ga suka. Mereka harus baikan Tiara.
- Kalo gitu abang bikin mereka baikan dong.
- Gimana caranya?
- Jangan tanya aku, abangkan lebih kenal sama daddy sama Kay. Abang lebih tahu sifat mereka. Kalo aku yang kasih saran takut-takut tambah kacau lagi.
- Ya udah nanti aku pikirin. Kamu kapan kesini sayang?
- Nanti h-2 pernikahaan Kay aku kesana. Abang balik dulu gak ke Jogja?
- Sebenernya aku lagi bimbingan online aja soalnya dosennya sibuk dan lebih milih buat lewat email jadi aku bisa disini cuman kalo kondisinya gini aku males dirumah.
- Bang…selesain dulu deh masalahnya jangan dibiarin. Gimana pun Kay itu kan kembarannya abang.
- Iya aku juga ngerasa itu bukan Kay. Kay yang biasanya ceria dan cuek sekarang sering ngelamun.
- Abang harus temenin dia terus.
- Iya, kaya kamu temenin aku dulu ya cantik?
- Apa sih muji-muji…
- Video call dong aku pingin liat kamu.
- Aku baru bangun tidur nanti aja.
- Sesiang ini?
- Aku begadang kemarin benerin tesis aku.
- Ya udah cepet mandi sana nanti aku telepon lagi.
- Iya aku mandi bang.
Tiara dan Jay mengakhiri percakapan mereka.
***
Kenan berjalan-jalan sendiri mengelilingi sebuah pusat perbelanjaannya. Dibanding dikantor dia memilih untuk pergi. Pikirannya benar-benar tak karuan rasanya ada banyak sesuatu yang berat masuk kedalam otaknya. Kalo dipikir-pikir omongan Ara memang ada benarnya. Ini bukan seperti dirinya. Dia benar-benar kesulitan untuk menghilangkan rasa kesalnya pada Kay. Bahkan sudah hampir sebulan ini Kenan dan Jesica tidur secara terpisah. Jesica beralasan untuk mengajarkan Krisan tidur sendiri tapi nyatanya dia tak pernah kembali ke kamar. Gara-gara kenakalan Kay semuanya menjadi kacau balau.
"Ken…" Seseorang memanggilnya.
"Marsha?" Kenan tak percaya dengan pengelihatannya.
"Lagi apa Ken?sendiri aja?"
"Ini, beli mainan buat Kris."
"Kok ga sama Sica?"
"Dia lagi sibuk di kantor. Kamu habis ngapain?"
"Baru selesai arisan sama temen-temen ini nungguin Arbi jemput."
"Oh..ya udah mau kebawa bareng?" Kenan menawarkan.
"Boleh." Marsha mulai berjalan disamping Kenan.
"Sha maafin ya, gara-gara Kay. Kiran jadi gitu."
"Ga papa, bukan salah Kay juga. Dua-duanya aja lagi gede nafsunya."
"Aku ga pernah ngajarin itu sama Kay. Aku kasih segalanya buat Kay tapi kok dia bales ini sama aku."
"Ken kok ngomong gitu?itukan anak kamu. Itu namanya kamu hitung-hitungan. Aku juga kecewa Ken sama Ran apalagi Arbi ngamuknya minta ampun tapi mau gimana?nasi udah jadi bubur. Ibarat kamu lagi kelaparan ada bubur didepan kamu, pilihannya cuman 2 kan?mau dimakan atau dibiarin aja. Aku sih milih dimakan aja supaya tetep bisa hidup. Liat Arbi marahin Ran aja aku ga tega Ken masa aku tambah dengan marahin dia. Ketimbang gitu aku lebih baik arahin dia. Siapa yang tahu isi hati anak-anak. Api itu pasangannya Air. Kalo Arbi lagi jadi api aku yang jadi airnya begitupun sebaliknya. Yang udah kejadian ya udah. Aku terima aja toh Kay datangkan, mau ngakuin itu anaknya." Perkataan Marsha membuat Kenan diam. Selama ini Jesica juga sama mencoba meredam emosinya padahal kalo dipikir-pikir secara logika tak mungkin jika Jesica tak marah. Dia pasti marah dengan anaknya. Dia mungkin marah dengan cara yang lain. Cara yang bisa membuat Kay mengerti bahwa perbuatannya itu salah dan berdosa.
*** To Be Continue