"Jay..aku...punya....satu syarat buat kamu.."
"Syarat?" Jay menaikan sebelah alisnya.
"Aku pingin kamu sehat Jay, maksud aku..."
"Aku ngerti maksud kamu."
"Aku pingin kamu lupain kejadian ini. Aku pingin mulai hari kamu ga inget-inget soal penculikan itu. Iya...ini berat tapi apa salahnya pelan-pelan. Kalo kamu sayang sama diri kamu sendiri dan aku, kamu lebih baik mikirin kesehatan kamu dan aku daripada mikirin kejadian itu terus. Aku ga mau itu nanti yang bakal ganggu hubungan kita."
"Iya, aku bakalan lebih sehat buat kamu. Aku bakalan ikutin terapi yang mommy suruh. Aku ga akan mikirin itu lagi, aku ga mau suara itu ganggu aku terus."
"Aku juga ga mau kamu nekat, tenangin diri kamu kalo ada masalah. Aku ga mau kejadian dulu terulang lagi. Kalo itu kejadian aku boleh ninggalin kamu dan kamu ga boleh nyalahin aku. Sepakat?"
"Kamu bilang satu syarat ini udah dua."
"Ya udah kalo kamu ga mau, aku ga maksa.."
"Iya-iya maaf, 1000 syarat pun aku patuhin." Jay segera menarik tangan Tiara lagi.
"Aku bener-bener pingin liat kamu sehat Jay." Tiara dengan lembut mengusap rambut Jay keatas membuat dahinya terlihat.
"Aku janji sebelum aku S2 ke Jogja aku udah sehat lagi."
"Aku ga mau kamu murung-murung lagi."
"Kalo ada kamu aku ga mungkin murung."
"Kalo setiap kali liat pisau kamu ngerasa takut, kamu tarik nafas hitung sampe 10 baru kamu bertindak sambil bilang sama diri kamu sendiri, 'semua akan baik-baik saja'." Tiara ketika mengucapkan kalimat itu sambil menepuk-nepuk dada Jay.
"Makasih, aku bisa jauh lebih tenang karena itu." Jay sudah tak ragu lagi memeluk Tiara.
"Akhirnya kamu bilang juga, aku cape kalo harus ngasih kode terus, ngejar kamu terus."
"Iya aku tahu, aku cuman bertekad dulu, kalo aku udah jadi dewasa aku bakal cari kamu."
"Kamu ga usah jadi dewasa Jay, aku pingin kamu jadi diri sendiri kalaupun ada sesuatu yang berubah dan itu menjadi lebih baik bukan karena aku tapi karena kemauan diri kamu sendiri." Tiara langsung melepas pelukannya dan memandang kekasihnya itu.
"Apa kamu liat sesuatu dimata aku sekarang?"
"Apa?ga ada apa-apa?"
"Ada bentuk hati dikedua mata aku sekarang, aku makin jatuh cinta sama kamu karena sifat kamu yang bener-bener berubah. Aku kagum."
"Apaan sih, norak." Tiara segera memukul lengan Jay. Dia benar-benar tak suka digombali sedangkan Jay dari dulu adalah sosok yang romantis.
"Obat sehat aku cuman kamu." Jay lagi-lagi membuat Tiara tersipu.
"Jay berhenti oke." Protes Tiara sementara Jay tak henti memandangi wajah Tiara yang merona.
"Aku pingin cium kamu apa boleh?"
"Jay aku udah pernah bilang hal yang kaya gitu jangan diomongin tapi di..." Ucapan Tiara terhenti saat Jay mengecup bibirnya.
"Dilakuin." Jay mengucapkan kata yang tak terselesaikan.
"Bang..." Panggil Jesica sambil berjalan masuk kedalam. Ibunya itu menganggu acara hati ke hati antara Jay dan Tiara. Tiara segera menjauh dari Jay.
"Iya mom.."
"Semua orang dibawah mau makan, kalian juga ikut makan yuk."
"Iya Tante.." Tiara menurut begitupun Jay. Tiara bergegas pergi karena malu dengan kejadian yang baru saja terjadi.
"Kenapa anak mommy senyum-senyum?" Jesica berjalan beriringan dengan Jay menyusul Tiara yang sudah secepat kilat turun.
"Aku seneng temen aku jengukin."
"Daddy beliin ramen yang abang pingin semalem. Abang makan ya, kemarin malem sama tadi pagi abang belum makan apa-apa."
"Iya mommy."
"Jangan makan mie terlalu sering bang.."
"Iya mommy." Jay menurut lagi dan mulai melangkahkan kakinya turun. Baru sampai pertengahan matanya tertuju pada pisau yang sedang digunakan Fahri untuk memotong buah-buahan. Seketika Jay terpaku. Bayangan itu muncul lagi. Bagaimana dengan kejam Andra mengiris jari ayahnya.
"Bang..." Panggil Jesica melihat anaknya tak bergerak. Dia takut anaknya akan mengamuk namun sebaliknya justru dia berpaling ke arah lain lalu berjongkok dan menarik nafasnya.
"Satu...du...a...tiga.." Jay dengan perlahan dengan nada bergetar sambil menepuk-nepuk dadanya sendiri.
"Semua..akan baik..baik...saja.." Jay mengucapkanmya dalam hati.
"Abang Jay..." Jesica memanggilnya lagi sementara semua orang melihat kejadian itu hanya diam. Kay yang ada disana tahu jika Jay tak nyaman dengan pisau itu. Kenan segera menghampirinya.
"Bang..ini Daddy." Kenan duduk disalah satu anak tangga.
"A...aku ga papa dad.." Jay kembali berdiri dan berjalan menuruni tangganya. Fahri segera membawa buah-buahan itu ke dapur sementara Jay mencari tempat untuk dia duduk. Jay sengaja duduk tepat disamping Tiara. Hanya dia yang bisa menenangkannya sekarang.
"Aku suka kamu.." Bisik Tiara membuat Jay senyum-senyum.
"Ini makanan Abang." Jesica meletakkan mangkok didepan Jay.
"Makasih Daddy, mommy."
"Iya sama-sama." Kenan kini melahap makanannya sendiri diikuti yang lain.
****
Kenan dan Jesica mengantar tamu-tamunya pulang. Kris tampak melambaikan tangannya dengan lucu saat semua teman-teman Jesica juga melambaikan tangan.
"Da..da..." Ucap Kris sampai semua mobil hilang didepan rumahnya. Mereka berdua kembali masuk dan melihat si kembar masih berbaring diruang tv sambil melihat ke layar tv yang menampakkan kartun kesukaan Jay.
"Kalian ga tidur?"
"Nanti aja." Jawab Kay.
"Mom...aku ga mau tidur sendiri."
"Iya, nanti tidur sama Daddy lagi."
"Kapan kita pindah Dad?"
"Daddy ada pilihan rumahnya, coba Kay sama Jay pinginnya yang mana. Kalo cocok kita bisa pindah Minggu depan." Kenan memberikan Handphonenya. Mereka berdua pun segera memilih rumah baru yang mereka inginkan sementara Jesica dan Kenan duduk santai di sofanya sambil merenggangkan kaki dan tangannya.
"Mom, kapan kita ke dokter Feni lagi?"
"2 Minggu lagi sayang, kenapa?Abang ada ngerasa sesuatu?"
"Engga, ga ada." Jay kembali menunduk melihat ke arah ponsel yang dipegang Kay.
"Kenapa tumben Abang nanyain?"
"Aku pingin sehat, aku pingin olahraga lagi tapi ga mau disini, aku pingin makan yang banyak, aku pingin cepet pindah supaya suara-suara itu hilang." Jay membuat Jesica dan Kenan saling memandang sementara Kay diam-diam mendengarkan setiap ocehan Jay. Sepertinya kembarannya itu benar-benar tersiksa beberapa hari ini.
"Iya sabar bang.." Kenan mengelus punggung anaknya.
"Dikepala aku sekarang kaya ada kupu-kupu banyak banget dad.."
"Ku.. kupu-kupu?kenapa harus ada kupu-kupu?Abang kenapa?" Kenan terkejut. Wajahnya tegang mendengar perkataan Jay tadi. Kenapa anaknya jadi berhalusinasi begini.
"Iya dad soalnya soalnya hati aku lagi berbunga-bunga."
"Bang, Abang ga papakan?" Jesica menegakkan badannya begitupun Kay yang kini menatap adiknya. Kenapa Jay menjadi tambah parah begini?.
"Aku ga papa mom. Mulai sekarang aku bisa lewatin ini. Tiara bakalan temenin aku." Ucapan Jay membuat Kay bernafas lega. Rupanya ini tentang cinta.
"Cuman Tiara yang tulus sayang sama aku tanpa liat aku gimana. Aku pingin kuliah lagi besok, aku pingin cepet lulus kaya Kay." Jay dengan senyuman lalu tertunduk lagi entah karena ingin melihat rumahnya atau karena malu dengan ucapannya sendiri.
"Ya ampun bang, kirain mommy ada apa. Kenapa sih kata-katanya harus begitu?" Jesica menghela nafas. Dia benar-benar terkejut tadi dengan ungkapan Jay.
"Cie..udah ga jomblo." Kay membuat Jay tersipu-sipu.
"Sayang, bilang sama Dena apapun yang Tiara mau Mas beliin, apapun yang Tiara butuhin Mas cariin." Kenan tersenyum senang melihat perubahan drastis dari Jay. Dia melihat semangatnya lagi dari binar mata Jay. Dia tak lagi murung. Kini Kenan mengerti kenapa Jay tak mengamuk tadi saat melihat pisau. Semuanya karena Tiara.
***To be continue