Chapter 256 - Dukungan

Kenan masih tertidur diranjangnya meskipun jam di dinding sudah menunjukkan pukul 1 siang. Dia seperti baru tertidur setelah terjaga cukup lama. Rasa ngantuknya benar-benar tak bisa dia tahan sementara Jesica sengaja memanggil dokter untuk datang kerumahnya. Memeriksa anak-anaknya. Katerina menelpon Jesica begitupun sahabatnya yang lain. Mereka begitu terkejut mendengar berita tentang penculikan keluarga Seazon. Mereka ingin memastikan bahwa semuanya baik-baik saja. Kini Jesica mengobrol dengan dokter yang memeriksa keempat anaknya. Dia ingin tahu mengenai kondisi kejiwaan anak-anaknya setelah kejadian ini. Sang dokter bercerita mengenai kondisi Jay yang terlihat begitu berbeda sekarang. Dia lebih pendiam sejak kemarin padahal sebelumnya dia panik dan marah-marah. Sepertinya dokter ingin Jesica melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk Jay akibat trauma penculikan ini. Sementara Kay dan Ara dapat dikatakan bisa mengatasi kondisi tersebut meskipun tetap harus dilakukan beberapa tindakan untuk mencegah trauma lebih parah.

"Terima kasih dok.."

"Sama-sama, semoga ibu dan keluarga cepat pulih kembali." Dokter pergi dari rumah Jesica. Dikediamannya kini ada Mario, Erik dan Lina yang menjaga di depan pintu rumahnya sementara Reno tak terlihat lagi sejak kemarin malam. Belum juga Jesica masuk seseorang datang.

"Siang Tante.."

"Eh Ran... masuk-masuk.." Jesica menyapa hangat kekasih anaknya itu.

"Kay-nya ada Tante?atau lagi istirahat?"

"Ada tuh kayanya nungguin." Jesica menuntun Kiran ke ruang tv-nya

"Ran...tolong bantuin Kay ya. Dia mungkin sedikit syok jadi mungkin agak sedikit beda."

"Iya Tante, Ran ngerti."

"Makasih udah jengukin Kay..ngobrolnya didalem aja ya.." Jesica dan Kiran semakin masuk keruangan yang ditujunya dimana hanya tinggal Kay disana sementara Ara dan Dariel kembali ke kamarnya begitupun Jay.

"Abang nih ada yang nyariin. Jangan lupa kasih minum. Mommy tinggal ya mau liat Daddy dulu." Jesica meninggalkan mereka berdua. Kay yang semula bersandar kini duduk tegak menghadap kekasihnya yang sudah berdiri di depannya.

"Kamu lama banget..." Kay menarik pinggang Kiran. Memeluknya dengan erat.

"Aku beli bubur dulu, katanya pingin bubur."

"Iya makasih sayang."

"Kamu ga papa?" Kiran mengusap halus rambut Kay.

"Ga papa, aku cuman ga nyangka aja. Kok bisa pelakunya orang yang aku kenal." Kay melepaskan pelukannya membiarkan Kiran duduk disampingnya.

"Udah ga usah diinget-inget lagi. Aku pindahin dulu buburnya ke mangkok."

"Ya udah ayo ke dapur."

"Ga usah aku aja."

"Emang tahu dimana nyimpen mangkoknya?"

"Bisa aku cari."

"Udah sama aku aja dianter." Kay memaksa mereka pun pergi ke dapur. Selesai dari dapur Kay mengajak Kiran untuk duduk di ayunan dekat kolam renang.

"Rumah kamu asri.."

"Iya, Jay suka banget berkebun jadi kalo liat tanah bawaanya pasti pingin nanam." Kay tersenyum kecil mengingat tingkah laku Jay.

"Udah lama kamu pindah?"

"Kita baru tinggal disini setahunan lebih tapi kayanya bakalan pindah lagi."

"Kenapa?"

"Jay ga suka disini, Dia kayanya trauma aja liat rumah depan."

"Hm ...Kay..." Panggil Kiran. Lengannya kini dia letakkan di bahu Kiran lalu dengan penuh sayang memainkan rambut Kay yang sudah mulai panjang.

"Kalo kamu ngerasa sedih, ngerasa takut kamu boleh cerita ke aku. Di depan aku, kamu ga harus selalu keliatan kuat. Kamu boleh nangis, kamu jadi diri kamu sendiri aja." Kiran dengan tatapan seuriusnya. Kay meletakkan mangkok buburnya di meja bundar sampingnya. Dia lalu memeluk kekasihnya.

"Kemarin adalah hari terberat buat aku. Aku baru ngerasa sedih kaya gitu. Aku ga bisa kalo engga ada Daddy. Aku belum siap buat kehilangan siapapun." Kay lagi-lagi meneteskan air matanya jika mengingat moment menakutkan kemarin.

"Tenang...kamu aman sekarang. Ga sendirian..." Kiran mencoba menenangkan Kay sementara itu dikamarnya Dariel juga memiliki peran yang sama seperti Kiran untuk menenangkan Ara yang terus memeluknya tak ingin ditinggal.

"Aku pipis sampe buru-buru nih untung ga kemana-mana airnya." Dariel sambil menaikan resletingnya kemudian dia beranjak naik keatas ranjang. Tidur disamping Ara dan merangkulnya.

"Kamu ngantuk sayang?mau tidur?" Dariel melihat wajah Ara yang masih terlihat lesu dan lemas.

"Engga...."

"Kalo ada apa-apa ngomong sama aku ya sayang."

"Iya, aku tahu kamu lagi khawatir, aku lagi lemes aja."

"Ya udah tidur, aku temenin supaya tenaganya balik lagi."

"Aku ga mau tidur, kepala aku nanti pusing."

"Terus mau apa sayang?"

"Aku pingin minum yang ada bobanya itu loh.."

"Boba?oke kita cari online."

"Lama. Itu di depan supermarket depan ada."

"Ya udah aku kesana. Aku beliin." Dariel segera mencari dompetnya.

"Aku ikut..."

"Yang....aku cuman ke depan lagian katanya lagi lemes."

"Aku pingin cari udara seger aja, pinjem motor Kay atau Jay aja ya.."

"Oh..motor yang bikin kamu nungging-nungging itu?

"Ish..apaan sih, mana ada aku nungging."

"Ada, aku bisa bikin kamu nungging."

"Tuh mikir apa hayo.." Ara mencari jaketnya.

"Kita liburan aja yuk sayang.." Dariel memeluk Ara dari belakang.

"Liburan kemana?"

"Kemana pun yang kamu mau, aku ambil cuti buat kamu."

"Kamu bilang kamu lagi si..."

"Engga, aku ga sibuk sayang mumpung kita udah lancar nih." Dariel memotong pembicaraan Ara.

"Lancar apa?"

"Lancar kalo lagi bikin baby-nya." Dariel senyum-senyum.

"Riel..." Ara membalikkan badannya.

"Aku tahu kamu lagi ngehibur aku tapi...aku bener-bener udah ga papa."

"Sayang, ini bukan cuman masalah ngehibur kamu. Suasana belakangan ini lagi tegang, apa salahnya mencairkan kondisi itu?aku pingin liat kamu senyum lagi, ngomel lagi, biasanya juga kamu cerewet sama aku. Ini kamu pendiem. Aku gimana ga khawatir sayang?Aku tahu ini berat buat kamu, ini ga mudah tapi kita udah lewatin itu. Sekarang tinggal sisa-sisanya aja. Ibarat orang lagi bersih-bersih udah nyapu ya tinggal ngepelnya."

"Makasih, kamu suami terbaik..." Ara memeluk Dariel.

"Kita honyemoon aja dimana kek yang bikin kamu tenang....gitu."

"Dari dulu aku tuh pingin ke Dubai."

"Oke kita kesana tapi pastiin dulu kamu ga lagi masa haid kan?nanti selama disana aku malah puasa."

"Engga kok justru aku lagi dimasa subur."

"Jangan sedih lagi ya sayang, kalo ngerasain sesuatu yang ga enak, ga nyaman bilang aku. Kalo emang perlu ke dokter aku anterin."

"Engga, aku masih bisa ngatasin ini."

"Iya, aku tahu kamu bisa. Istri aku kan bar-bar kata Daddy juga. Hal yang kaya gini pasti bisa kamu lewatin."

"Ish...nyebelin." Ara mencubit pinggang suaminya.

"Ya udah yuk cari minumnya udah itu kita pesen tiket onlinenya."

"Beli cemilan juga ya?"

"Iya, beli apapun yang kamu mau sayang." Dariel merangkul bahu Ara dan menuntunnya keluar kamar.

"Kay..." Teriak Ara.

"Apa Kak..." Kay berjalan ke arah sumber suara.

"Pinjem motor."

"Iya boleh, tuh kuncinya disana."

"Kakak mau beli Boba, mau ga?"

"Mau kak, beliin 2 rasa choco almond."

"Dua?serakah banget."

"Buat Kiran."

"Oh ada Kiran?udah lama kakak ga liat."

"Ada tuh di belakang."

"Pantes betah. Ya udah nanti kakak beliin." Ara kini pergi bersama Dariel.

***To be continue