"Nih ambil, kok diem aja?" Kay heran. Dia seperti berbicara dengan patung sekarang. Jay benar-benar tak berkutik sedikit pun.
"Iya makasih." Tangan Jay mengambil kotak kue itu dan melihat isinya. Ternyata hanya kue coklat.
"Aku mau ke cafe, hati-hati dirumah. Masih ada bi Rini kok."
"Iya.." Jawab Jay lalu menutup pintunya setelah Kay pergi dari hadapannya. Dia meletakkan kue itu di meja belajarnya. Membiarkannya disana, dia benar-benar tak mau memakannya.
"Argh....aku kesel harus kaya gini." Jay mencengkram pinggiran ranjangnya dengan keras. Dia tak suka dengan keadaanya sekarang. Dia tak mungkin membenci Kay, dia juga belum bisa berhenti memikirkan Alyssa. Kekesalan Jay itu terus berlangsung sampai malam hari. Dia mengurung dirinya dikamar. menyendiri. Tidur. berpikir. Tidur lagi, berpikir lagi. Entahlah dia benar-benar gelisah. Dia baru keluar kamarnya saat makan malam tiba. Di meja makan pun di hanya mengaduk makanannya. Dia tak berselera malam ini bukan karena ragu dengan masakan Ara tapi memang dia tak bernafsu. Alyssa telah menyita pikirannya, hatinya, dan juga waktunya.
"Jay kenapa?makanannya ga enak?mau kakak beliin diluar?atau mau makan apa?" Ara heran.
"Engga, ini enak."
"Enak?nyoba aja belum."
"Kak Dariel aja habis." Jay diam-diam memperhatikan isi piring kakak iparnya.
"Kamu kenapa sih?lesu banget. Sakit?"
"Iya, kepala aku pusing."
"Pusing?mau ke dokter?" Ara khawatir. Mungkin ini alasan dia menelpon ibunya tadi siang.
"Engga, ga usah. Aku pingin tidur aja." Jay menyudahi makan malamnya.
"Bentar.." Ara keluar dari kursinya lalu menghampiri Jay. Diletakkannya tangan Ara di dahi Jay, memastikan bahwa tak ada demam yang dirasakan adiknya.
"Aku ga panas." Jay menarik keluar tangan Ara dari dahinya lalu berjalan keatas.
"Kenapa sih tuh anak?"
"Udah biarin aja, dia mungkin butuh istirahat."
"Bukan apa-apa yang, mommy telepon aku tadi siang nanyain Jay, gara-gara dia nyuruh mommy pulang."
"Dia lagi beradaptasi dengan situasi baru makannya dia gitu."
"Kamu tanya gih, biasanyakan dia cerita ke kamu."
"Biarin dia sendiri dulu ntar juga cerita."
"Jangan nunggu ntar, anak itu nekat orangnya."
"Sayang, kalo kita paksa yang ada dia ngamuk nanti. Selain nekat Jay juga ga bisa dipaksa kalo ada apa-apa. Ngadepin dia harus pelan-pelan."
"Kalo ada apa-apa aku yang harus tanggung jawab sama mommy."
"Engga akan ada apa-apa. Semua baik-baik aja."
"Duh....anak itu ya.."
"Udah makan lagi, sayang makanannya nanti mubazir." Dariel menarik Ara untuk duduk dan melanjutkan makan malam mereka. Sehabis makan Ara dan Dariel tampak mesra menonton tv diruang tengah sambil menunggu Kay yang sedaritadi belum juga pulang dari cafe miliknya.
"Yang...belum selesai?" Dariel mengusap pelan lengan Ara. Menggodanya dengan jemari panjangnya.
"Belum. Kamu ngitung ya?" Ara tertawa geli namun Dariel menjawabnya dengan senyuman.
"Nanti kalo udah selesai, aku kasih tahu."
"Soalnya Minggu depan aku ada pergi sayang keluar kota."
"Kemana?ngapain?"
"Ke Surabaya, ke Medan, sama Ke Banjarmasin. Mau liat tempat yang mau dijadiin kantor distributor sekaligus gudangnya."
"Langsung 3?berapa lama tuh?"
"Palingan seminggu, kamu nginep aja dirumah mommy."
"Rumah udah lama kosong sayang, ga baik."
"Ya daripada aku ga tenang kamu sendiri disana."
"Makannya bayar pembantu kek biar ada yang urusin."
"Ah ga usahlah ngapain?segala pekerjaan rumah masih bisa dihandle ini."
"Iya tapi ga ada yang jagain."
"Aku sama hansip disitu udah kenal banget. Dia pasti jagain. Aku udah titipin juga kok kemarin, jadi tenang aja."
"Kamu suka gitu deh..."
"Hayo apalagi?jangan marah-marah."
"Iya engga, aku kan ngajak diskusi."
"Kalo ada pembantu tuh ga bebas yang. Aku pake celana pendek mana bisa, kita pingin mesra-mesraan ga bisa sembarangan."
"Ya kaya bi Rini aja, kalo sore pulang."
"Engga ah, aku takut. Takut dimalingin."
"Pasang cctv aja."
"Kalo satpam oke deh aku mau sayang tapi kalo pembantu engga."
"Ya udah bener ya..."
"Iya sayang, aku cari nanti." Dariel mencium kening Ara yang ada didekapannya. Tidak lama Jay muncul lagi.
"Katanya mau tidur..."
"Aku ga bisa tidur." Jay duduk bersama disana. Ara membenarkan posisi duduknya. Kalo Daddynya ada bisa kena omel dia gara-gara mesra-mesraan didepan adiknya.
"Iyalah masih siang juga." Ara meraih remotenya lalu mengganti Chanel tv. Tidak lama dia menemukan acara talk show dimana ada Alyssa disana menjadi bintang tamu.
"Nih artis kayanya sibuk banget, belum lagi susah banget negonya."
"Nego apa?"
"Aku mau pake dia buat jadi brand ambassadornya SC sayang..."
"Wah...bagus tuh."
"Awas ya perusahaan kamu ngincer dia juga."
"Ya terserah dia dong mau pake siapa, produk aku juga kan ada sepatu ceweknya."
"Riel aku udah susah payah nih buat mikirin supaya SC tetep nomer satu, jangan suruh aku mikir lagi. Kasih kesempatan kek aku nafas."
"Soal kerjaan ya kerjaan yang.. "
"Assalamualaikum..." Kay memotong perdebatan antara Ara dan Dariel.
"Walaikumsalam, Bawa apaan tuh?"
"Oleh-oleh dari cafe." Kay ikut duduk lalu membuka minuman dan makanan yang dibawa.
"Nah gitu kek, Jay..makan nih." Ara segera menyodorkan makanan itu pada adiknya.
"Aku.."
"Udah makan Jay, kamu belum makan daritadi. Kasian kakak bisa diomelin mommy kalo kamu ga mau makan." Dariel membujuk.
"Kenapa Jay ga mau makan?" Kay heran.
"Katanya kepalanya pusing, ga tahu mikirin apa."
"Kamu sakit lagi?"
"Engga Kay, aku ga papa. Aku makan kok." Jay menarik bungkusan kecil lalu mengunyahnya perlahan.
"Wah Alyssa nih..." Kay menyahut riang saat melihat sosok yang ada dilayar kacanya. Seketika Jay memperhatikan raut wajah Kay. Sorot matanya berbinar, bibirnya menampakkan senyuman. Kenapa Kay harus sesenang itu?. Pikir Jay yang masih merasa kecewa akibat cinta bertepuk sebelah tangannya. Dia mengunyah kentangnya lagi dengan mata layu. Dia benar-benar harus meninggalkan rasa sukanya dengan Alyssa. Kay senang. Dia tak mau merusak hubungannya dengan Kay hanya karena rasa tertariknya pada wanita yang sama. Jay kini bersandar menyedot minuman yang Kay bawa untuknya. Dia melihat bagaimana Alyssa berbicara di tv, menjawab semua pertanyaan sang host dengan santai. Mata Jay sesekali melihat juga ekspresi Kay saat melihat tayangan itu. Kay biasanya tak suka dengan acara seperti ini. Ini bukan seleranya tapi hanya karena Alyssa Kay mau menontonnya. Apalagi kalo bukan karena cinta?. Dengan cinta hal yang dibenci sekalipun pun bisa menjadi kesukaan atau bahkan favorit. Hal yang paling menakutkan pun rasanya tidak seberapa jika ada cinta. Rasa cinta kini memenuhi relung hati Kay tapi berbalik dengan adik kembarnya yang justru diselimuti kabut kesedihan.
***To be continue