Chereads / I don't know you, but I Married you / Chapter 222 - Gelisahnya Dariel

Chapter 222 - Gelisahnya Dariel

Dariel duduk dengan gelisah diruang kerjanya. Selepas brifing dia tak berhenti memikirkan adiknya. Apakah dia akan datang hari ini?atau dia memilih untuk pergi lagi menghindarinya. Meskipun Dariel sudah pasrah tapi dia benar-benar mengharapkan agar dapat memperbaiki hubungannya dengan Nayla. Dariel terus memainkan jemarinya diatas meja hingga seseorang membuka pintu. Itu Kenan.

"Pagi Riel..." Kenan langsung duduk tanpa menunggu Dariel mempersilahkan.

"Pagi Dad..."

"Kayanya Daddy bakalan jarang kesini. Kamu ambil alih aja dulu ya. Daddy sibuk di hotel."

"Oke dad..."

"Kenapa?ada yang dipikirin?"

"Engga dad, ga papa."

"Kamu bisa cerita apapun ke Daddy termasuk soal Ara."

"Kita baik-baik aja kok Dad."

"Kalo baik-baik aja, apa udah ada tanda-tanda Riel?"

"Tanda apa dad?"

"Ara ga ada ngidam?"

"Oh...itu. Belum Dad. Masih usaha."

"Apa perlu honeymoon lagi?"

"Ga perlu dad. Ara lagi banyak kerjaan, aku juga lagi sibuk sama proyek Aderald group. Belum ada waktu kayanya."

"Jangan terlalu sibuk. Jaga kesehatan dan jangan lupa main diranjang." Kenan dengan vulgar membuat Dariel salah tingkah.

"I..iya dad."

"Pokoknya Sabtu Minggu jangan ngomongin kerjaan. Quality time aja."

"Iya dad."

"Apa perlu Daddy kasih tips?"

"Ehm...Eng..ga perlu dad.."

"Ga usah malu. Ini wajar. Kamu lelaki Daddy juga."

"Apa perlu aku ke dokter dad?"

"No..no..no. Jangan lakuin itu sampe Ara yang minta. Kalo kamu lakuin itu nanti dia bisa mikir ya engga-engga dan keadaan jadi runyam."

"Selama 6 bulan ini aku sama Ara udah coba lakuin apapun yang menurut kita baik dari hasil browsing sendiri. Maksud aku kalo kita tahu dari dokter langsung mungkin bakalan lebih cepet."

"Sabar...semuanya butuh proses. Ini bukan kaya kamu butuh dana cepat ke bank terus dapat uangnya. Semuanya harus pelan-pelan."

"Iya dad..."

"Eh udah cari sekretarisnya?"

"Udah dad.."

"Mana?kok Daddy belum liat?"

"Belum mulai masuk kayanya."

"Jangan lama-lama loh. Kamu butuh asisten."

"Aku udah punya Jonathan kok yang bantuin."

"Baguslah. Kamu juga jangan terlalu cape. Ga baik."

"Makasih dad udah perhatian."

"Daddy sama mommy mau pergi lusa ke Semarang sama Makasar liat restorannya mommy. Tolong liatin Kay sama Jay ya..."

"Berapa hari dad?"

"Paling seminggu."

"Iya, nanti aku sama Ara kerumah."

"Ya udah. Daddy ke hotel ya. Kalo ada apa-apa telepon."

"Siap dad." Dariel mengantar mertuanya itu sampai didepan pintu. Setelah itu dia menutup pintunya lagi dan kembali bekerja walaupun pikirannya belum fokus untuk itu. Ini sudah pukul 10 pagi. Oke. Nayla tak kembali. Dia pergi meninggalkannya lagi. Tak masalah. Dia menghargai setiap keputusan yang diambil Nayla. Dia yakin Nayla sudah mempertimbangkan hal ini dengan baik-baik. Mungkin ada cara lain yang dapat Dariel lakukan untuk membalas kebaikan Nayla. Matanya fokus ada layar komputer. Mencoba menyusun kembali rencananya untuk membangun Aderald Group. Dia memulainya dengan memilih tempat yang akan dijadikan sebagai kantor pusat. Jonathan sudah merekomendasikan 3 tempat strategis dan tinggal menunggu Dariel mengunjungi ketiga tempat itu.

- Iya pak.

Suara serak Jonathan terdengar.

- Keruangan saya sekarang.

- Siap pak.

Jonathan segera menuju tempat bosnya itu. Dia mengetuk pintu sebelum masuk.

"Kapan kita bisa liat tempatnya?"

"Kapan bapak ada waktu?biar saya telepon pemiliknya."

"Apa hari ini bisa?saya pingin keliling kesemuanya."

"Oke pak. Saya hubungi dulu nanti saya kasih kabar."

"Kalaupun ga bisa saya cuman waktu besok dan Lusa. Sisanya saya ada meeting sama supplier dan tim HRD."

"Siap pak."

"Oke. Kamu boleh pergi."

Dariel mengakhiri pembicaraan mereka. Kali ini Dariel bangkit dan berjalan keluar dari ruangannya menuju ruang produksi. Dia berjalan-jalan sendiri memperhatikan karyawannya seolah sedang mecari udara segar akibat banyaknya pikiran dalam kepala. Dia jadi ingat. Dulu untuk mendapatkan sepasang sepatu sangatlah sulit. Dia bahkan harus mengemis kepada bapak agar memberikannya sepatu yang layak tapi sekarang hanya dengan sekali tunjuk sepatu apapun bisa bersarang dikakinya. Dia senyum sendiri teringat moment itu.

"Pagi pak.." Sapa para operator Dariel pun membalas dengan senyuman. Dariel berjalan lagi menuju ruang manager produksi. Dia berbincang sebentar tentang pencapaian target bulan ini sebelum akhirnya mengelilingi lagi pabriknya. Dia seperti sedang melakukan tour di kantornya sendiri. Matanya yang layu kini segar kembali saat melihat kedua orang wanita berjalan menghampirinya.

"Mommy....Ara..." Panggil Dariel sambil menghampiri mereka lalu menggendong Kris. Kepala Kris terus melihat ke kiri dan ke kanan seolah penasaran dengan apa yang ada ditempat ini.

"Aku cariin di ruangan ga ada."

"Tadi aku muter dulu sayang."

"Mommy mau ngobrol sama kamu soal kerjaan."

"Oh iya mom, ayo keatas aja." Ucap Dariel lalu berjalan berbalik arah. Tangan sebelahnya ia gunakan untuk merangkul Ara sementara tangan yang satunya lagi masih menggendong Kris.

"Kok ga bilang mau kesini?"

"Kenapa?takut ketahuan lagi sama cewek?"

"Bukan. Akukan bisa diem di ruangan jadi kamu ga usah muter-muter."

"Ya ga papa..."

"Nas.." Kris mulai berbicara.

"Panas?sabar nanti diruangan kakak engga." Dariel mengusap pelan kepala Kris seolah mengusap keringatnya.

"Seksi banget sih, keliatan ototnya. Udah cocok jadi hot Daddy."

"Mulai deh goda-godain. Ini dikantor loh."

"Dad...dy..." Kris melihat ke arah wajah Dariel.

"Bukan, ini kakak Dariel Kris." Dariel sambil membukakan pintu ruangannya dan langsung meraih remote AC agar Kris tak kepanasan sementara Jesica yang terduduk dan langsung membuka tabletnya.

"Maaf pak ganggu, sekretaris baru bapak sudah datang."

"Sekretaris?" Dariel bingung.

"Yang kemarin interview pak." Anggi membuat Dariel ingat seketika. Apa iya?apa iya Nayla datang?apa dia mau dan menerima pekerjaan ini?.

"Oh..ya udah suruh ketemu Jonathan, biar dia Jelasin jobdesknya. Saya mau ada meeting dulu."

"Siap pak."

"Makasih Nggi."

"Kamu punya sekretaris lagi?"

"Iya, buat dikantor aja."

"Cowok, cewek?"

"Cewek, dia..." Dariel menghentikan kalimatnya dengan cepat. Bisa gawat jika Ara tahu adiknya yang menjadi sekretaris. Mereka sudah sepakat untuk tak membahas tentang keluarganya.

"Dia kenapa?"

"Dia punya kemampuan bahasa yang bagus, jadi gerbang buat memperkenalkan produk kita makin terbuka lebar."

"Kalo cuman bahasa Inggris. Aku juga bisa." Ara duduk disamping ibunya.

"Mom...udah ini belanja yuk.."

"Mommy sibuk kak. Hari ini udah ketemu Dariel, mommy harus ketemu Daddy sayang."

"Ngapain?nanti dirumah juga ketemu."

"Bahas kerjaan, lagian kakak kenapa ga diem dikantor sih?"

"Kepala aku lagi penat banget ngurusin kantor. Kerjaan banyak banget. Pusing kepala aku, kayanya nyalon enak nih."

"Udah tahu banyak kerjaan ya dikerjain bukan ditinggalin."

"Otak itu perlu di refresh mom.."

"Ya udah mommy ketemu Daddy dulu baru nanti mommy temenin ke salon."

"Nah gitu dong, emang Dariel kerja....Mulu." Ara sambil melirik suaminya itu yang sedang memberikan minuman pada Kris.

"Kak itu suami kamu loh."

"Iya-iya mom. Mas Dariel." Ara sambil memutar bola matanya. Perkara panggilan saja dia terus menerus terkena omel ibunya.

***To be continue.