Jay menikmati sore ini dengan menikmati keripik singkong pedas sambil memandang kebunnya yang selalu dia rawat. Kali ini dia tidak hanya duduk sambil makan tapi tangannya yang lain terlihat mengenggan teleponnya sendiri ditelinga.
- Kalo aku udah jadi dokter, kalo kamu pingin berobat. Kamu bisa kesini. Aku gratisin semuanya.
- Haha jangan, nanti kamu rugi.
- Aku jadi dokter bukan pingin cari untung rugi tapi pingin nolongin orang yang sakit.
- Kenapa ke pikiran jadi psikolog?.
- Tertarik aja, awalnya aku biasa aja tapi semakin dipelajari semakin seru. Seenggaknya dalam lingkungan kecil kaya dikeluarga aku sendiri, aku jadi tahu kondisi psikis adik aku atau orang tua aku. Aku jadi tahu gimana nanggepinnya dengan cara aku.
- Baguslah impian kamu ke wujud. Kalo aku kadang ga ngerti sama diri aku impiannya jadi apa. Aku kayanya ga punya.
- Masa sih ga punya?
- Iya, Aku kuliah cuman ikutin saran Daddy aja, palingan aku berakhir di kantor Daddy.
- Kalo kamu punya mimpi atau keinginan ya bilang aja dulu sama Daddy. Aku yakin orang tua kamu dukung. Mereka itu kalo aku liat tipe-tipe orang yang open minded banget.
- Tapikan aku sendiri ga tau mau jadi apa.
- Bukan ga tahu tapi belum tahu Jay.
- Aku cuman pingin jadi orang yang selalu bahagia aja kayanya.
- Pasti nanti kamu temuin cita-cita kamu Jay.
- Kalo kamu pingin nikah diusia berapa?
- Hm....27 tahun atau minimal pas aku lulus S2 deh. Biar kalo lanjutin ke S3 nya ada yang nemenin. Kalo kamu?
- Aku ga tahu.
- Kenapa ga tahu?.
- Karena aku ga yakin ada orang yang mau sama aku.
- Kenapa mikir gitu?.
- Kalo dia tahu sifat aku gini gimana?aku masih takut aja. Apa dia nerima?.
- Ya...siapa tahu ada yang nerima Jay, jangan pesimis gitu. Percaya deh di dunia ini tuh Allah udah ciptain makhluknya berpasang-pasangan. Jadi pasti ada kok jodoh buat kamu.
- Dulu aku pingin ngerasain pacaran dan aku udah kesampean, terus aku pingin nikah muda tapi kayanya ga mudah. Jadi orang dewasa itu susah. Aku gak suka. Semakin kesini banyak hal yang harus dipikirin. Aku pingin jadi anak kecil aja.
- Itu namanya berkembang, setiap orang kan pasti bakal dihadapin sama masalah yang semakin hari semakin nambah levelnya. Seorang anak kecil pun ga mungkin dikasih cobaan yang sama setiap harinya pasti ada berubahnya. Itu pendewasaan Jay. Sikap kamu kaya gitu mungkin karena kamu belum siap aja.
- Iya aku emang belum siap.
- Jay...kalo kamu punya masalah yang kamu bingung harus gimana. Kamu bisa cerita sama aku.
- Nanti aku ganggu kamu terus.
- Aku ga kerasa keganggu kok.
Perkataan itu membuat keheningan tercipta sejenak ditengah-tengah pembicaraan mereka.
- Hm....Jay.
- Iya.
- Kalo didunia ini ga ada wanita yang mau menerima kamu. Aku mau kok...
Ucapan Tiara tadi disambut senyum oleh Jay dibalik telepon. Tangannya yang semula mengambil keripik singkong kini terhenti. Senyuman itu tak aapat diartikan sebagai kebahagian atau justru sebagai penolakan.
- Jangan Tiara.
Jay dengan tegas menolaknya. Dia punya alasan tersendiri kenapa dia harus seperti itu dan hal ini sudah dia pikirkan dari jauh-jauh hari tepatnya setelah mereka menyelesaikan permasalahan mereka di mobil kala itu bahkan dari penyelesaian itu Jay mendapatkan sebuah ciuman terakhir dari bibir orang yang sangat dicintainya.
- Kamu harus sama orang lain, yang lebih segalanya tentunya. Kalo soal harta memang keluarga aku ga ada bandingannya tapi kalo soal hal yang lain kamu berhak mendapatkan yang lebih baik. Hubungan kita ga pernah berjalan lancar. Aku ga mau coba-coba lagi. Cukup sekali aja aku gerasain patah hati. Itu rasanya ga enak. Dimasa depan kamu pasti jadi seseorang yang cantik dan pintar jadi siapa sih yang ga akan ngejar kamu nanti?tanpa nunggu nantipun aku yakin hal itu udah terjadi sekarang. Kamu harus membuka diri buat orang lain.
- Kamu selalu nyuruh aku kaya gitu. Sebenernya kamu itu lagi ngusir aku secara halus?.
- Engga. Aku ga ngusir kamu. Aku udah bilang kalaupun kita ga jadi pasangan kita bisa jadi temen yang saling ngedukung. Ini bukan soal aku ga sayang lagi sama kamu. Aku yakin kamu bisa nerima aku Tiara tapi....itu sekarang. Aku ga tahu nanti apa disaat kehidupan kamu udah lebih baik, apa aku cukup buat kamu?.
Pertanyaan Jay disambut diam oleh Tiara. Dia memang benar. Mungkin karena hari ini Tiara masih menyimpan rasa suka makannya dia menginginkan Jay kembali tapi dihari-hari selanjutnya apa iya Tiara akan menerima Jay?. Cinta memang buta tapi tidak ada yang bisa memprediksi kapan cinta itu menemukan kembali matanya.
- Aku cuman berpikir realistis Tiara, kalau kamu jodoh aku. Kita pasti ketemu lagikan?ga peduli gimana caranya semesta pisahin kita sekarang.
- Iya Jay aku ngerti. Denger kamu ngomong gini keliatan kamu udah dewasa kok.
- Apa iya?
- Keliatan kok dari cara ngomong dan bahasa yang kamu gunain.
- Berarti pengobatan yang aku lakuin berpengaruh.
- Meskipun aku punya pacar kamu ga akan berubah?
- Engga.
- Apa kamu bakalan sakit hati kalo liat aku sama cowok lain nanti?.
- Hm...dikit tapi aku ga papa.
Jay tak memungkiri jika dirinya pun masih memiliki perasaan pada Tiara. Sisa-sisa perasaan 7 tahun itu masih berbekas jelas dihati Jay. Siapa sih yang bisa menghilangkan rasa cinta begitu mendalam dan terpendam begitu saja?Kenan saja harus bertemu Jesica terlebih dahulu untuk bisa melupakan cinta 8 tahunnya. Apalagi Jay yang hanya berdiam seorang diri tanpa ada orang yang membantunya.
- Kalo aku punya pacar lagi, apa boleh Tiara?
- Hm...boleh.
Tiara tampak ragu menjawabnya. Jika bersama Jay dia tak bisa, dia juga tak mungkin menahan Jay untuk bersama orang lain.
- Aku ga akan bawa dia kalo ketemu kamu.
- Aku ga papa. Kamu boleh bawa dia.
- Liat orang yang kita suka sama orang lain itu ga enak. Aku bakalan bawa dia kalo kamu bawa cowok lain juga.
Suara Jay disambut senyum cengegesan Tiara disana. Dia benar-benar tak habis pikir dengan cara pikir Jay. Jay itu sangat menghargai perasaan orang lain bahkan cenderung ke arah tak memikirkan perasaannya sendiri.
- Kamu ketawa ya?
- Engga.
- Kamu ketawa. Ayo ngaku kenapa?
Jay penasaran dan kali ini pembahasan mereka beralih ke hal yang lebih menyenangkan dibanding pembahasan yang membuat mereka tegang dan bersedih.
****To be continue