WARNING!!Dalam cerita ini mengandung muatan dewasa harap kebijaksanaan pembaca.
Tiara dan Jay masih terdiam dalam keheningan di dalam mobil. Mereka masih sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Coba liat aku.." Pinta Jay lalu Tiara menghadap kearahnya.
"Apa ini sakit?" Jay mengusap pelan pipi Tiara yang dia perkirakan ditampar oleh Dirga membuat Tiara terkejut saat ini.
"Aku tanya ini sakit?" Jay mengulanginya lagi namun Tiara belum menjawab matanya kini terlihat sedih. Tidak lama dia malah menunduk dan menenggelamkan wajahnya dipundak Jay lalu menangis kecil disana.
"Pasti ini sakit ya sampe kamu nangis?" Jay dengan lembut namun Tiara hanya diam dan mengangguk.
"Selain nampar kamu kak Dirga apain lagi?"
"Dia..dia suka tarik-tarik tangan aku kalo aku ga mau pegang tangan dia.." Tiara mulai jujur dan seketika Jay mengalihkan pandangannya ke arah pergelangan tangan Tiara. Menarik tangannya lalu memutar tangan Tiara perlahan untuk melihat bagian mana yang sakit.
"Harusnya tuh kamu bilang sama aku, jujur sama aku."
"Aku ga mau bikin susah kamu."
"Muel udah ceritain semuanya sama aku, aku ga nyangka ya kamu punya ide kaya gitu segala. Kenapa sih kamu ga bilang aja waktu itu?"
"Aku takut kamu nekat, waktu itu kamu lagi nekat-nekatnya, aku ga mau bikin orang tua kamu khawatir karena gimanapun khawatirnya orang tua kamu bakalan ngaruh ke keluarga aku. Aku cuman pingin kamu fokus sama diri kamu, pelajaran kamu, keluarga kamu. Aku sama kak Dirga ga pernah ngapa-ngapain Jay, aku ga pernah cium dia, pacaran kita tuh cuman sebatas pegangan tangan dan entah kenapa ada rasa takut kalo aku deket sama dia atau berduaan aja sama dia. Aku pikir kak Dirga ga gitu tapi ternyata dia ga sebaik keliatannya. Dia udah mulai beda sejak kita awal pacaran, dia sering bentak-bentak aku." Tiara mulai bercerita tentang selama ini saat bersama Dirga.
"Kalo kamu tahu aku kesulitan ga ada kamu, aku ga sampe hati bilang putus waktu itu, aku pikir kamu bakalan balik lagi tapi ternyata kamu pergi gitu aja. Setelah satu bulan kita pisah aku coba tanya ke Muel darisitu aku tahu kamu sakit dan itu jadi alasan kamu setuju pisah sama aku padahal ga mungkin kamu jauh-jauh kesini kalo cuman buat nerima gitu aja. Waktu aku bilang pingin ke Jakarta, Muel bilang kamu lagi fokus pengobatan jadi aku ga berani ganggu kamu dan akhirnya deket sama kak Dirga. Aku cuman pingin kamu sembuh Jay, aku takut kalo cuman gara-gara aku pengobatan kamu jadi keganggu termasuk aku coba ngalangin kak Dirga yang dendam sama kamu. Papah berkali-kali tegur aku kalo sampe aku bikin kamu kesusahan atau sedih jadi aku pikir aku ngejauh aja dari kamu. Papah itu sahabatnya om Kenan banget jadi dia ga enak kalo sampe gara-gara aku kamu jadi ga baik. Waktu kita ketemu di Gramedia aku seneng banget, aku liat kamu udah berubah jadi lebih tenang keliatannya."
"Maaf aku bikin kamu susah."
"Engga kok, aku cuman ga tahu tentang keadaan kamu waktu itu. Aku sayang kamu dari dulu atau sekarang, aku ga pernah niat buat nyakitin kamu, aku tahu aku banyak salah Jay dan aku ga ada niat buat maksa kamu balikan sama aku lagi, dengan ngeliat kamu sembuh pun aku udah seneng. Kamu berhak kok dapet yang lebih baik, seperti kata kamu dulu kitakan masih bisa temenan, aku ga akan keberatan soal itu.." Tiara duduk dengan benar dan mengambil tisu yang ada disana untuk menghapus air matanya.
"Hubungan kita tuh susah Tiara, kamu ga terlalu suka dengan kita LDR, ini kan yang jadi masalah utamanya?kita sering berantem karena komunikasi kita, apalagi terakhir kita ribut karena aku yang terlalu protektif sama kamu, kamu yang punya banyak temen sementara aku yang curigaan."
"Iya aku sadar buat itu, aku tahu salahnya aku dimana waktu itu."
"Aku ga mau kalo hubungan kita itu cuman buat putus-nyambung putus-nyambung, ini tuh ngaruh sama hubungan mommy dan temen-temennya."
"Aku juga, kalo ada yang lebih baik daripada aku, yang bisa bikin kamu seneng, ga bikin kamu babak belur begini itu jauh lebih baik kan?"
"Ra.." Jay kini mengenggan tangan Tiara yang sempat dia gunakan untuk menyeka air matanya. Badannya ia arahkan pada Tiara yang juga sedang menatapnya.
"Selama ini aku ga kemana-mana, aku ga pernah ketemu sama cewek manapun, aku ga pernah pacaran sama siapapun. Aku emang fokus pengobatan dan Aku pingin sembuh cuman buat kamu ga ada yang lain. Aku pikir butuh waktu lama buat aku sembuh dan aku ga mau kamu nunggu tapi ternyata penyembuhan aku lebih cepet dan aku cuman butuh psikolog aja. Aku cuman ga mau kamu kesusahan gara-gara sifat aku. Mungkin dokter bisa bilang aku udah sehat tapi kadang aku ngerasa engga Ra.."
"Kalo aku bisa nerima kamu kaya gitu, gimana?" Pertanyaan Tiara disambut diam oleh Jay yang masih ragu.
"Aku terima kamu kaya gini, aku ga peduli orang mau bilang kamu aneh, gila atau apa mereka cuman orang-orang yang ga paham tentang kondisi kamu dan Jay aku ini kuliah psikolog, aku mau belajar lebih rajin dan seurius buat kamu, aku pingin jadi orang yang bisa nyembuhin kamu." Tiara mencoba meyakinkan Jay.
"Kamu bilang kamu sayang sama aku udah dari 7 tahun lalu tapi kenapa kamu lepasin aku gitu aja?"
"Aku pingin kamu seneng Ra.."
"Tapi aku ga seneng Jay.."
"Kamu sadar dengan apa yang kamu omongin sekarang?"
"Aku sadar Jay, aku waras kok sekarang." Tiara dengan suara menggebu-gebu namun Jay masih berpikir.
"Jay..aku ga akan maksa kok. Aku ngerti keadaan kamu, ini sama-sama susah buat kita."
"Makasih, aku cuman ga mau ada masalah lagi Ra. Kamu fokus kuliah kamu aja supaya bisa jadi Dokter. Aku juga bakalan fokus kuliah supaya bisa wujudin yang Daddy mau."
"Iya Jay..." Tiara dengan nada sedih.
"Bukan aku ga sayang kamu, aku cuman cari jalan yang terbaik buat kita.."
"Iya aku ngerti Jay, aku ga papa..sekarang aku yang tanya apa ini sakit?" Tiara mulai menyentuh luka yang ada di wajah Jay.
"Sakit tapi udah mendingan kok." Jay kini meraih tangan Tiara yang menyentuh wajahnya tadi. wajahnya ia majukan lalu dengan perlahan dia mendekatkan bibirnya agar menempel pada bibir Tiara dan dalam detik selanjutnya hal itu benar-benar terjadi. Jay mencium Tiara setelah sekian lama. Hanya bibir ini yang selalu dia rindukan selama ini. Dia menciumnya dengan pelan dan hati-hati sementara Tiara sudah tak canggung lagi menyimpan satu tangannya di pundak orang yang dulu pernah menjadi kekasihnya itu sementara satu tangannya masih menggenggam erat tangan Jay.
***To be continue