Chapter 82 - Mundur

Dariel melihat ponselnya saat berada dihotel dan tak tahu kenapa lelahnya tadi mendadak hilang saat membaca pesan dari Ara.

- Sama aja kaya dikantor cuman bedanya ga ada atasan yang suka manggil-manggil.

Ketik Dariel di HP nya lalu mengirim pada Ara.

- Nyindir ya?sibuk banget kayanya dari pagi.

- Aku ga sempet liat HP tadi.

- Baru pulang?

- Iya Ra.

Seolah tak ingin membuat Ara menunggu Dariel membalasnya dengan cepat.

- Ya udah selamat beristirahat.

- Kamu juga selamat beristirahat.

Dariel dengan dilengkapi emoticon senyum. Selesai berbalas pesan Dariel langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri sementara Ara yang berada dirumahnya tampak senyum-senyum sendiri mendapat balasan dari Dariel.

"Kenapa sih kakak senyum-senyum sendiri?" Jesica yang baru datang langsung duduk di sofa.

"Ga papa mom.."

"Ga papa tapi aneh.."

"Mom Jay kenapa sih uring-uringan?"

"Lagi kesel sama Tiara katanya."

"Kenapa?"

"Ya gitulah salah paham aja anak muda."

"Mom..dede udah nendang-nendang belum?" Ara mengelus perut ibunya.

"Belumlah, perut mommy aja belum gede.."

"Ih...gemes pingin cepet-cepet lahir.."

"Kakak siapa sih sekarang pacarnya?kalah sama Kay sama Jay udah pada punya."

"Belum ada mom.."

"Udah berhenti kan mainin cowok?"

"Iya udah engga mom.."

"Daddy marah loh kalo kamu ketahuan gitu lagi."

"Iya engga mom." Ara tak berhenti mengelus perut ibunya.

"Mom...kenapa Jay ga lanjut berobat aja?"

"Jay udah ga papa kok sayang lagian dia pasti ga nyaman kalo sekarang kita bawa ke dokter."

"Apa Tiara ga dikasih tahu aja Mom?"

"Iya nanti mommy kasih tahu."

"Tapi ngaruh ga ya sama hubungan mereka?kasian Jay kalo kenapa-napa."

"Kakak tumben-tumbenan mikirin Jay."

"Aku ga kebayang aja kalo dia sedih gimana?kalo marah udah sering liat." Perkataan Ara bertepatan dengan dering ponselnya.

- Halo.

- Kirain udah istirahat.

- Aku yang harusnya ngomong gitu.

- Aku baru selesai mandi.

- Bukannya mau pulang?

- Iya besok sore.

- Kirain malem ini.

- Engga, besok masih ada yang harus diurusin dulu.

- Udah makan?.

- Belum.

- Kenapa?.

- Bingung mau makan apa.

- Makan di hotel aja.

- Bosen.

- Keluar aja cari.

- Iya nanti aja.

- Nanti keburu malem.

- Kan tukang nasi goreng, mie goreng bukanya malem.

- Ga baik makan mie.

- Ya udah nasi goreng aja.

- Nasi goreng mulu.

- Makanan favorit.

- Oh pantes.

- Jangan tidur malem, besok matanya kaya panda.

- Engga, mana ada aku bedagang.

- Ya udah aku cari makan dulu, bye..

Dariel menutup teleponnya sementara Ara merasa senang atas panggilan yang dilakukan Dariel Karena jujur dia sudah menantikannya sejak 3 hari yang lalu.

****

Chandra menjemput Dariel sore ini di bandara dan sebelum mereka pulang Dariel memilih mengajak Chandra untuk makan di tempat terdekat.

"Tumben lu traktir-traktir?"

"Sebagai ucapan terimakasih udah jemput gw mana malem gini."

"Kaya kesiapa aja."

"Di kantor gimana?rame?"

"Ya gitu aja malah numpuk nih kerjaan gw. Seneng lu ke luar kota mulu jalan-jalan."

"Ah bikin pusing ngurusin cabang tapi ya gimana udah jadi kerjaan gw"

"Lu tuh sebenernya jabatannya apa sih ga jelas banget."

"Gw Manager Keuangan tapi sekarang ini disuruh bantu Pak Dikta dulu."

"Dapet komisi gede dong."

"Iya ntar gw bagi dikit tapi dikit banget." Canda Dariel.

"Riel gw mau nanya dan lu harus jawab jujur."

"Nanya apa?"

"Lu suka sama Ara?" Chandra membuat Dariel menghentikan kunyahan dimulutnya.

"Kenapa lu nanya gitu?"

"Gw tuh aneh aja ada gelagat yang beda dari diri lu tiap ngobrol sama Ara, belum lagi Ara suka senyum-senyum juga kalo liat lu. Kemarin aja nih dia nanyain lu pulang kapan, Kalian suka lembur barengkan?"

"Iya kayanya gw suka Can.."

"Lu yakin?"

"Kenapa emang?"

"Ara itu kan anak owner, lu yakin bakalan tetep suka sama dia? Kalo misal nih kalian beneran jadian lu pasti jadi bahan omongan orang sekantor belum lagi lu sendiri baru naik jabatan pasti orang-orang mikirnya ada pengaruh hubungan lu sama Ara."

"Gw naik jabatan kan sebelum Ara masuk."

"Tapi tetep Riel pasti lu bakalan diomongin, gw sih ga papa karena gw tahu lu tapi apa lu udah siap dengan resiko itu?inget Pak Stefan sama karier lu Riel. Gw ga mau lu udah susah payah sampe ke titik ini tapi malah hancur gara-gara cinta doang." Perkataan Chandra membuat Dariel terdiam sejenak.

"Lu udah siap apa nafkahin Ara? dia kaya begitu pasti banyak keinginannya lu harus ekstra kerja keras lagi nanti. Kenapa sih ga pacaran sama staf biasa aja Riel?"

"Ah..gw sebenernya belum mikirin yang begitu Can tapi...sama Ara tuh beda."

"Ya lu deketin yang lainlah jangan Ara mulu."

"Iya-iya makasih saran lu, makasih udah ingetin gw." Dariel sambil tersenyum tapi pikiran tentang perkataan Candra tadi masih menyelimuti otaknya dan hal itu berlangsung sampai Dariel tiba di rumahnya. Dia mendadak tidak bisa tidur, badannya terus ia gulingkan ke kiri dan ke kanan dengan gelisah. Dia bahkan tak membalas pesan Ara yang menanyakan apa dia sudah pulang atau belum.

"Bener apa kata Candra kalo aku deketin Ara pasti orang sekantor heboh belum lagi aku ga tahu gimana reaksi Pak Kenan nanti kalo sampe ngaruh ke karier aku gimana?kasian Pak Stefan yang selama ini udah bantu aku disitu. Kayanya....aku harus stop deket sama Ara." Dariel berbicara sendiri mencari jawaban dan tindakan yang tepat untuk dia lakukan saat ini dan seterusnya.

Keesokan harinya Dariel bertingkah seperti biasa tapi dia bertekad untuk menjaga jarak dengan Ara sampai dia dapat panggilan dari Ara untuk ke ruangannya.

"Iya kenapa bu?" Dariel berdiri di depan Ara setelah menutup pintu.

"Kemarin kenapa WA aku ga di bales?"

"Hm...ketiduran."

"Oh...seru disana?"

"Hm...Lumayan. Bu ada yang ditanyain soal kerjaan ga?"

"Iya, laporan kunjungan kamu aku tunggu ya."

"Oh iya ini saya lagi kerjain."

"Jangan buru-buru ga papa, aku tahu kamu pasti masih cape." Ara perhatian tapi Dariel hanya senyum.

"Kalo ga ada pertanyaan lagi saya kembali ke ruangan saya ya Bu."

"Iya.." Ara dengan senyumannya membiarkan Dariel pergi. Dariel menghela nafasnya saat duduk dikursi kerjanya. Rasanya sulit untuk tak membalas perhatian Ara. Dia sedikit merasa bersalah dengan setiap jawaban singkatnya tapi bagaimanapun ini untuk kebaikan mereka berdua juga.

"Riel..nih form yang lu minta.." Candra langsung masuk saat Dariel sedang melamun.

"Oh iya makasih Can.."

"Kenapa lu?lesu gitu?sakit?"

"Engga, ga papa."

"Mikirin Ara?"

"Tutup dulu pintunya." Dariel mengingatkan.

"Jadi kenapa?" Chandra yang semula hanya akan memberikan form kini duduk dikursi depan meja kerja Dariel.

"Gw bingung aja tindakan gw udah bener atau engga."

"Tindakan apaan?"

"Yang lu bilang ke gw semalem Can.."

"Oh...tentang hubungan lu sama Ara?Riel lu harus pikirin baik dan buruknya dan bandingin mana yang lebih banyak kalo baik lu bisa lanjutin kalo buruk mending lu tinggalin."

"Gw udah mikirin semalem, gw bakalan jauhin Ara." Dariel dengan mantap mengatakan hal yang sebenernya berat untuk dilakukannya. Lihat saja tadi untuk cuek terhadap sikap Ara, Dariel sudah merasa bersalah. Mungkin ini hanya butuh waktu sampai Dariel terbiasa lagi untuk tak memikirkan Ara.

****To be continue