Bibir berwarna pink itu terlihat sangat santai mengisap sebatang rokok yang baru dia keluarkan dari bungkusnya. Isapan pelan itu terlihat sangat dia nikmati. Merokok bisa menghilangkan stress. Begitu anggapannya. Namun, apa mungkin?. Yang jelas dia hanya ingin mencari ketenangan.
Berkumpul salah satu kegiatan yang bisa dia lakukan untuk melupakan rasa sakit. Menarik nafas panjang dia menatap temannya yang sedang melakukan atraksi dengan sepeda motor kesayangan. "Tang lo enggak ikut turun?"
"Males gue." Kembali dia mengisap rokoknya dan menghembuskan asap seperti mengeluarkan perasaan lega.
"Brima sama Ujo turun." Bintang Angkasa. Pemuda yang seiring di sapa Bintang itu terlihat tidak peduli. Rokok lebih nikmat saat ini.
Satria yang mengajak Bintang ikut berlalu. Dia bisa melihat jika temannya itu tidak dalam keadaan baik-baik saja. Bintang yang lagi kesal lebih baik di jauhi saja. Dekati lah dia saat dia membutuhkan. Itu yang selalu di terapkan teman-teman Bintang. Bintang mengamuk itu mengerikan.
"Bro gue pamit." Sontak Satria yang ingin bergabung dengan yang lain menghentikan langkahnya.
"Mau kemana lo?" Satria menatap Bintang. Teman lain yang masih duduk di atas motornya juga menunggu Bintang buka suaranya.
"Cari cewek." Santainya.
"Serius Tang?" Satria menatap tidak percaya sahabatnya itu.
Bintang memilih tidak merespon. Dia menghidupkan motornya dan segera pergi dari sana. Satria menghela nafas semoga saja tidak terjadi hal buruk pada Bintang. "Sepertinya dia ada masalah?"
"Percaya sama Bintang dia akan baik-baik saja." Satria hanya menyimak pembicaraan teman-temanhya. Dia juga membenarkan perkataan Alexander. Bintang akan baik-baik saja.
***
Kegelisahan itu terlukis jelas di wajah Bintang. Masalah di dalam rumahnya adalah masalah utama yang menganggu Bintang. Dari segi materi dia memiliki semuanya, tetapi bukan hanya itu yang di butuhkan Bintang. Dia ingin kedua ego orangtuanya luruh.
Hidup dengan dua kubu yang belum berdamai tidak akan mudah. Bintang hanya ingin hidup tenang. Dia hanya ingin pelukan, hal sesederhana itu sulit diwujudkan. Dan tadi dengan jelas dia mendengarkan jika dia tidak dinginkan dalam pernikahan itu.
"Mas kamu yang salah dari awal aku sudah bilang jangan lakukan hubungan suami istri. Aku tidak ingin hamil."
"Kamu salahin aku? Kamu yang salah karena tidak minum pil yang sudah aku berikan."
"Aku selalu minum. Aku enggak mau hamil aku ingin jadi wanita karir, kalau saja papa ku tidak memaksa aku tidak akan mau menikah dengan kamu."
"Kamu kira aku mau? Aku hanya menuruti permintaan papa ku."
Perdebatan Papa Mamanya yang tidak sengaja dia dengarkan itu kembali menyakiti hatinya. Bintang tahu jika Mama Papanya masih terlalu muda untuk memiliki anak seusianya. Menikah tepaksa karena mengikuti kemauan orang tua. Namun, apa dia salah dalam kasus ini. Dia tidak berdoa lahir dalam keluarga serba kecukupan ini.
Bukan salah Bintang jika dia hidup sesuka hatinya. Mereka saja tidak ingin dengan kehadiran dirinya. Bahkan mungkin jika dia menghilang tidak ada yang peduli. Siapa yang harus dia salahkan karena hatinya tersakiti. Kakek Neneknya atau Grandpa samanya Grandma?. Maaf Bintang tidak bisa melakukan itu. Mereka terlalu baik untuk mereka.
Ciiit...
Ban motor Bintang bersuara nyaring ketika bergesekan dengan aspal. Bahkan meninggalkan bekas hitam di sana. Dia memicingkan mata melihat dua kubu yang sedang melakukan baku hantam. Bukan takut Bintang malah tersenyum melihat itu.
"Ternyata bukan remaja aja bisa tawuran." Bintang mengamati tawuran di depannya, di sana dua kelompok warga tengah melakukan pertarungan sengit.
Ketika asyik menikmati Tawuran itu. Mata Bintang menangkap sosok gadis bergaun putih tengah duduk memeluk lututnya. Rambut panjang tergerai acak-acakan. Mereka yang tengah asyik melakukan pertempuran tidak sadar dengan hal itu.
Tanpa di perintah kaki Bintang bergerak menghampiri gadis itu. Entah mengapa hatinya gelisah dia takut. Dia tidak ingin gadis itu kenapa-napa.
Bukh...
Waktu sangat tepat dan Bintang merasakan sakit. Bersyukurlah tendangan itu tidak mengenai gadis bergaun putih. "lo baik-baik aja?"
Bintang berusaha menenangkan gadis dalam pelukannya. Suara isakan tangis itu makin kencang dan pelukannya pada Bintang makin erat. Bintang yang selalu ketus dan kasar pada perempuan malam ini terlihat sangat sabar. Dia mengelus rambut coklat itu dengan sangat hati-hati.
Dorr...
Terkejut tentu saja. Ketika mendengar suara tembakan itu. Pelukan yang tadi erat kini makin erat. Tubuh mungil dalam dekapan Bintang sangat gemetar. Suara tembakan juga membuat beberapa warga lari dengan terburu-buru. Kaki mereka menendang tubuh Bintang beberapa kali. Bintang berusaha melindungi gadis itu.
"Kalian....?" Tubuh Bintang di pegang oleh seseorang.
Perlahan Bintang melepaskan pelukan itu. "Pak Pol."
"Ayo pergi dari sini!" Mereka mengikuti polisi yang mengiring keduanya keluar dari kerumunan masa yang ingin sedang diamankan.
***
Bintang masih setia disamping gadis itu menggenggam tangannya dan membawa dia ke warung di pinggir jalan dekat kantor polisi. Bintang tidak menanyainya apapun, membiarkan gadis itu diam saja.
Gadis bergaun putih itu sekarang tidak menangis. Namun, masih terlihat garis-garis ketakutan di wajahnya dan dia tidak berani menatap Bintang.
"Lo pasti lapar setelah melewati kejadian seperti tadi. Gue nggak tahu makanan ini enak atau enggak tapi yang jelas bisalah untuk menahan lapar. Mengganjal perut setelah kejadian sekacau itu." Perlahan gadis itu mulai mengangkat kepalanya dan menatap Bintang
"Terima kasih." Suara lirih itu terdengar.
"Terima kasih nanti aja, yang penting sekarang lo makan dulu habis itu gue anterin lo pulang. Orang tua lo pasti khawatir anak gadis mereka jam segini belum pulang. Nanti gue bantuin jelasin deh kalau lo terjebak tawuran warga." Kembali gadis itu hanya diam. Air mata kembali turun membasahi pipinya
"Lah kok nangis emang gue salah ngomong?" Walaupun berusaha santai masih tetap terbaca jika Bintang panik.
"Kalau Mama Papa masih bersama pasti mereka khawatir tapi sekarang semuanya telah berbeda mama sudah tidak ada lagi di dunia ini dan Papah masih betah tidur." Kini giliran Bintang yang diam. Dia tidak tahu apa yang sudah di lewati oleh gadis ini. "Senja hanya ingin mereka kembali." Lirihnya.
"Gue tidak pandai dalam urusan menasehati. Jadi lebih baik lo makan dan supaya bisa menjalani hidup untuk esok." Bintang melambaikan tangannya dan Tukang sate itu langsung menghampiri mereka.
"Selera seperti apa?"
"Gue satenya sepuluh tusuk pakai nasi. Dan teh dingin. Lo?"
"Senja enggak bisa makan kacang dan sate tanpa kacang itu enggak enak." Dia tidak berani menatap Bintang.
"Ada menu lain Bang?"
"Enggak ada sih tapi bisa saya bantu pesan di samping."
Gadis gaun putih yang terus menyebut dirinya Senja, mulai melirik ke sekelilingnya. Matanya berbinar ketika melihat penjual Mie ayam. "Senja mau itu."
"Mie ayam? " Jelas Bintang ragu, jarum jam sudah menunjuk angka dua dan gadis ini memesan Mie ayam.
"Nona, Mie ayam telah habis." Bukan Bintang tapi penjual sate lah yang menjawabnya.
"Tapi gerobaknya masih ada." Dengan polos dia menatap di mana gerobak Mie ayam itu mangkal.
"Dan dia telah pergi." Ujar Bintang ketika sang penjual mendorong gerobak nya menjauh dari sana.
Bintang tersenyum tipis ketika muka gadis itu berubah cemberut dan menundukkan kepalanya. "Sate tidak menggunakan bumbu kacang enak. Cobalah!" Dia menggelengkan kepalanya, menjawab perkataan Bintang.
"Bagaimana dengan nasi goreng?" Tawar penjual sate.
"Dengan ikan bakar Senja mau itu." Matanya kembali berbinar. "Dan Senja mau jus strawberry." Si tukang sate meringis ketika mendengar pesanan Senja.
"Di penjual kaki lima tidak ada jus strawberry nona." Bintang bisa mendengar nada jengkel dari perkataan itu.
"Hmm benarkah?" Nada lesu keluar dari mulut Senja. "Ah kalau begitu aku mau susu hangat saja. yang rasa coklat."
"Baiklah."
Bintang yang terbiasa makan di warung pinggir jalan, tentu tahu jika penjual sate itu sudah cukup sabar dengan tingkah gadis yang bernama Senja. Namun, Bintang tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Bintang sangat jijik pada gadis manja yang merepotkan. Dan sekarang dia berurusan dengan gadis seperti itu. Hatinya menghangat bukan marah.
"Namaku Bintang Angkasa. Lo?"
"Senja tahu Kak Bintang." Bintang menaikan alisnya mendengarkan perkataan itu.
"Lo kenal gue?" Bingung Bintang.
"Iya. Senior yang sering di hukum Pak Danang." Bintang tidak akan lupa dengan guru BKnya itu. Yang selalu hadir di setiap kenakalannya saat SMA.
"Lo siswi SMA Menteri?"
"Dulu."
"Lo manggil gue Kakak tapi lo sudah lulus SMA, kita sebaya berarti. Gue lulus beberapa bulan yang lalu." Bintang terdengar jengkel sekarang.
"Aku baru kelas dua SMA." Protesnya.
"Lo pindah?" Senja menggelengkan kepalanya. "Lalu?"
"Tidak punya biaya." jawaban yang keluar dari mulut Senja terdengar sangat santai tanpa beban.
Bintang menatap seksama Senja yang mulai menyantap nasi goreng ikan bakarnya. Dari pandangan Bintang. Dia melihat jika Senja adalah gadis manja yang tidak biasa makan di warung pinggiran. Apa ini artinya keluarganya bangkrut? Bintang jadi ingat ketika Senja mengatakan Mamahnya sudah meninggal. Ah apa yang gadis itu lakukan di tangah tawuran itu. Semuanya menyisakan tanda tanya di kepala Bintang.
***
Bintang mengantar gadis itu ke rumah sakit mewah di Ibu kota. Tentang pikirannya bahwa gadis ini bangkrut juga hilang. Tidak mungkin dia bangkrut jika Papahnya bisa dirawat di rumah sakit semewah ini.
Hanya saja yang aneh saat ini, gadis itu berdiri diluar kamar dan memperhatikan pria paruh baya yang masih kaku. "Dia Papa lo?"
"Hmm dia tampan kan Kak? Papah orang hebat." Bintang hanya diam. "Papah sama Mamah kecelakaan karena Senja." Lirihnya.
Bintang menunggu Senja kembali membuka suaranya. Dia ingin mendengar seluruh cerita yang telah dialami Senja. Seorang ketua geng seperti Bintang yang hanya tahu perkelahian dan senang-senang. Kini menunggu dengan sabar sebuah cerita.
"Kalau saja Senja dengar Mama Papa untuk pergi besok pagi pasti semua ini tidak akan terjadi hiks... hiks... ini salah Senja."
Kembali Bintang menarik Senja dalam dekapannya. "Nenek pasti tidak akan sakit. Kakek enggak akan menyuruh Senja pergi hiks...hiks..."
Bintang diam, tetapi kini dia tahu alasan Senja yang berada ditengah tawuran. Orang dewasa memang selalu egois. Hanya mementingkan hatinya tanpa mau mendengar tangisan anak yang tersakiti.
"Semua akan baik-baik saja." Bintang menepuk kecil pundak Senja, berusaha menenangkannya.
***
Tidak ada cara lain selain menyeret gadis keras kepala ini ke apartemennya. Bintang tidak akan membiarkan Senja tidur di rumah sakit. Dan di pagi hari dia akan di usir. Hati nurani Bintang terketuk pada Senja. Dia tidak ingin Senja lebih tersakiti.
"Lo bisa tidur di kamar ini!" Senja memerhatikan kamar yang aroma maskulin lebih mendominasi.
"Kakak?"
"Gue gampang. Tenang aja gue enggak akan macam-macam." Senja menganggukkan kepalanya. "Selamat malam."
"Hmm Kak Bintang terimakasih." Bintang tersenyum dan selama dia mengenal Bintang sebagai senior di sekolah. Senja selalu menghindar. Dia tidak ingin bermasalah dengan Bintang. Namun, kali ini mereka berada di satu atap.
"Sebagai ucapan terimakasih gue mau tahu nama lo."
"Senja Permata."
"Senja Permata. Semoga lo nyaman di sini. Selamat malam."
"Selamat malam Kak Bintang." Bintang pergi dari kamarnya.
Senja melihat Bintang yang menjauh lalu dia menutup pintu kamar itu. Dia menghela nafas. Banyak hal yang dia lalui hari ini. Saat ini Senja ingin merasakan dinginnya air. "Kalau lo mandi dan ganti baju lo bisa pakai baju gue di lemari." Senja menirukan perkataan Bintang tadi, ketika pemuda itu mengambil baju ganti dan handuk.
***
Matahari telah bersinar terang diluar sana. Cahayanya perlahan masuk melalui celah jendela. Tidur gadis itu terganggu dan mata indahnya kini terbuka. Dia masih bisa merasakan aroma bumi.
"Selamat Pagi Dunia." Rutinitas menyapa dunia di setiap dia bangun tidur masih dia pertahankan.
Ini bukan kamarnya dan ini bukan tempatnya. Senja gadis itu ingin melakukan sesuatu untuk tuan rumah. "Baik Senja. Hal pertama yang perlu kamu lakukan adalah cuci muka."
Senja mengayunkan kakinya ke arah kamar mandi. Mencuci muka dan keluar dari kamar. Di sofa dia melihat Bintang yang masih terlelap dalam tidurnya. Mungkin saat ini Bintang tengah mimpi indah. Puas menatap Bintang, Senja berlalu ke dapur.
Senja menatap bingung Kompor dan perlengkapannya. Ini bukan hal bagus yang dilakukan Senja. Sangat buruk jika dia mulai bereksperimen. Senja menggaruk kepalanya dan memutarkan kepala menghadap kulkas. Dia membuka kulkas dan mengeluarkan beberapa bahan makanan.
Senja mengambil telur dan makanan kaleng. Hal pertama yang dia lakukan adalah memecahkan telur. Bintang yang mendengar suara gaduh di dapur pun terbangun. Tanpa suara dia mengintip Senja. Dia memerhatikan apa yang dia lakukan.
"Mamah memecahkan telurnya dengan membenturkan dua buah telur." Bintang mendengar jelas apa yang dikatakan Senja. "Aduh kok jadi tumpah." Gerutu Senja.
Dia mengambil kulit telur yang ikut masuk kedalam wajan. Yang di dalamnya sudah ada minyak. "Aw...."
"Senja." Gerakan Bintang sangat tajam ketika dia menarik tangan Senja dan mematikan kompor. "Kalau tidak bisa jangan memaksa." Bintang mencuci tangan Senja.
"Aku lapar." Jujurnya.
"Duduklah aku akan ambil salep dulu."
Bintang kembali dengan kota P3K. Dia mengolesi salep dengan hati-hati. Setelah selesai Bintang mengambil alih apa yang di lakukan Senja tadi. Bahkan saat ini Bintang mengeluarkan bahan makanan lain. Senja memerhatikan Bintang yang sangat lihai dengan apa yang dia kerjakan.
Terlihat jelas jika Bintang sudah sangat biasa. Bahkan tangannya seperti chef profesional ketika memainkan pisau. Senja yang hanya bisa menonton sangat gembira melihat semua itu.
"Selesai ayo makan." Ajak Bintang.
"Wah ini terlihat sangat lezat." Bintang tersenyum tipis.
Omelette sederhana yang dia buat berhasil membuat Senja sumringah. Bahkan tanpa malu dia langsung mencomot omelette buatan Bintang. "Ini sungguh lezat."
"Santai, tidak akan ada yang mengambil dari lo." Senja hanya menyengir mendengar perkataan Bintang.
###
Semoga kalian suka guys.