Entah bagimana pada akhirnya Shinta dengan sukarela mengantar Darwin hingga ke kediaman mewah yang membuat lidah Shinta berdecak antara kagum dan percaya, ya dia percaya kalau seorang Darwin itu memang orang kaya karena selama ini dia mendengar dari cerita Ratih, temannya itu kalau untuk membeli satu tas mahal dan mewah yang harganya ratusan juta tak membuat Darwin berpikir lama. Kalau bukan ia orang terlanjur kaya tidak mungkin kan?
"Ini rumahku kita sudah sampai," ujar Darwin menarik sudut bibir seakan dengan bangga memamerkan rumah mewahnya kepada Sinta yang masih melongo. Sinta mengangguk kecil menyembunyikan pikiran di dalam kepalanya, jadi tugasku sudah selesaikan? Karena kau sudah sampai ke rumahmu dengan selamat,
"Jadi.. sekarang saatnya aku untuk pulang," ujar Sinta menyerahkan kontak mobil Darwin dan segera membuka pintu. Ia melangkah dan bersiap meninggalkan Darwin.
Melihat gadis cantik itu begitu cepat bergerak meninggalkannya, Darwin terburu-buru membuka pintu mobilnya, menyusul gerakan Shinta.
"Tunggu-tunggu!" Darwin menghentikan langkah Sinta. Gadis itu melipat tangan di dada dan membalikkan badan, menatap penampilan Darwin. Sepertinya rasa sakit tadi itu sudah mulai menghilang ya.
"Apa?" Sinis Sinta, dia memang bukan gadis yang ramah sih, hanya saja tadi dia terketuk hatinya karena kasihan melihat Darwin.
Pertama, dia kasihan karena Darwin adalah pria yang selama ini diporotin oleh Ratih sahabatnya, kedua ia kasihan dengan Darwin karena tak sengaja ia memukul dengan kekuatan penuh pada junior laki-laki itu sampai Shinta bisa merasakan getaran di pundak Darwin.
Tapi, bukan berarti Sinta membuka hatinya untuk Darwin, apalagi yah.. untuk pria bodoh ini.
"Kenapa? Urusan kita sudah selesaikan?" Ketus Sinta.
"Ehm," Darwin menggaruk kepalanya bingung, kira-kira kalimat apa yah yang bisa ia lontarkan untuk menghentikan Shinta, tak mungkin kan dia tiba-tiba mempersilahkan gadis ini pulang setelah mengantarnya dengan cuma-cuma.
"Ahhh, begini," ujar Darwin yang mulai mempersiapkan kata-kata terbaik di dalam kepalanya, "kau sudah sangat berbaik hati kepada ku,"
"Tidak!" balas Sinta cepat, "aku hanya kasihan."
Oke. Berarti kau hanya kasihan kepada ku, batin Darwin meringis. "Karena kau sudah disini dan sudah mengantarkan ku sampai rumah,"
"Iya, aku tahu," Shinta tampak tak sabar dengan ucapan Darwin, dia memang tak suka pria yang basa-basi. Sorot tajam mata Shinta seakan tak punya waktu untuk meladeni Darwin, sehingga membuat pria itu sedikit gentar.
"Maksudku, hm.. Kau boleh mampir dulu kerumahku, yah mungkin aku bisa membuatkan minum untukmu!"
Sekali lagi Shinta memperhatikan penampilan Darwin dari ujung sepatu sampai ke kepala, lalu dia menghela nafas perlahan.
Sebenarnya aku penasaran dengan pria ini, sebenarnya.. apa sih yang membuat Ratih begitu mempertahan kan nya. Oh maksudku bukan berarti Ratih begitu mencintainya, tetapi, Ratih tak mau meninggalkan Darwin mungkin inilah saatnya aku cari tahu sendiri, karena selama ini Ratih tak mau memberi tahu ku, dan menyimpan rapat-rapat tentang kekasihnya itu. Bukankah ini kesempatan yang bagus? Agar aku bisa mematahkan idealis yang dalam itu, ia sangat menyebalkan dengan sisinya yang seperti setan dan ia sangat menyenangkan dari sisinya yang seperti malaikat.
Ratih bisa jadi sangat menyebalkan dengan sisinya yang seperti setan tapi dia sangat menyenangkan dari sisinya sebagai seorang gadis yang Shinta kenal cukup lama, pergolakan batin Shinta membuat Gadis itu mematung beberapa saat sehingga Darwin tampak heran melihat Shinta diam saja.
Darwin berpikir kalau gadis di hadapannya ini menerima tawarannya, dia merangkul gugup pergelangan tangan Shinta dan gadis itu memang tak menolak. 10 menit kemudian Shinta baru tersadar kalau dia sudah duduk di sofa mewah di ruangan rumah kaya ini,
Sejak kapan dia sudah duduk manis disini sementara Darwin sedang sibuk di meja bar dapur, pria itu sepertinya sedang mempersiapkan minuman segar untuk tamu hari ini.
Gadis itu memperhatikan tingkah Darwin yang sesekali melemparkan senyum padanya. Sumpah Shinta tidak tertarik dengan senyuman itu karena dia tahu siapa pria pemilik senyum manis itu dan yang kedua, senyuman itu tampak seperti keledai bodoh di matanya.
Terima kasih karena di balik wajah tampan, tubuh gagah itu, dia tahu betapa bodoh dan konyol seorang Darwin, bisa bisanya pria yang tampak sempurna itu selama ini hanya dijadikan tambalan oleh temannya.
'Berhenti tertawa seperti itu, kau seperti keledai bodoh!' Gerutu Shita dengan suaranya yang tertahan, jelas saja Darwin tidak bisa mendengar ucapan Shinta.
Tampaknya membuat minuman segar bukanlah sesuatu yang bisa Darwin mempertontonkan pada Shinta. Sudah beberapa menit pria itu bekerja keras. Nyatanya dia hanya mendapatkan sedikit saja minuman segar di gelas, dia merasa kecewa.
Shinta paham dengan kelemahan Darwin yang kesekian itu. "Aku tak waktu untuk berlama-lama disini" desis Shinta. Dia segera beranjak dari tempat duduk dan menghampiri posisi Darwin.
"Aku sedang mempersiapkan minuman untukmu, aku harap kau masih mau menunggu atau kau mau minuman siap saji?" tanya Darwin sedikit gugup melihat meja bar yang sangat berantakan karena ulahnya, dia merasa tak berdaya dengan sorot tajam mata Shinta.
Tentu saja Shinta tak peduli, meski dia memperhatikan salah tingkah Darwin.
"dari tadi kau sedang buat apa?" tanya Shinta.
"Ibuku bilang kalau seorang gadis itu tidak bisa minum minuman yang yang aneh dan terlalu manis jadi, aku sengaja membuatkan jus untukmu. Ini jus campuran antara nanas pisang dan peach dan.. apa lagi ya emh.." Darwin terlihat bingung sendiri.
"Kurasa aku dan ibumu itu berbeda," jawab Shinta apa adanya. Selain budak cinta ternyata dia juga anak mami!
"Jadi, kau mau minum apa?" Tanya Darwin.
"apapun." jawab Shinta.
"Apakah minuman bersoda atau susu?" Darwin merasa ada yang salah saat ia l melihat anggukan Shinta. Anggukan itu membuat Darwin tak percaya, sangat tidak percaya.
"Yang aku tahu, kalau gadis cantik banyak sekali menjaga bentuk tubuh mereka seperti yang dilakukan oleh ibuku dan kekasihku," ujar Darwin sambil membuka kulkas berpintu enam tak jauh dari meja bar.
Shinta hanya menautkan alis, dia pria yang peduli terhadap wanita meskipun terlalu berlebihan, batin Shinta sambil mengangkat bahu. Gadis itu mengambil tempat duduk di kursi tanam model jamur yang berjajar sepanjang meja bar dapur bersih rumah Darwin.
Gadis itu memutar-mutar kursi, bermain-main dengan tubuhnya sendiri.
"kalau aku sih bisa minum apapun karena aku tidak memikirkan bentuk tubuh." Tentu saja Darwin tidak percaya dengan ucapan Shinta, pria itu sampai melongok.
Dia memperhatikan Shinta yang sibuk bermain dengan salah satu kursi di depan meja bartender, dia bisa melihat meski tubuh Shinta ditutupi oleh hoodie yang berukuran cukup besar tapi saat kaki itu menjulur, dia bisa melihat bentuk slim dari tungkai kaki yang begitu indah, tidak mungkin seorang gadis yang memiliki tungkai kaki seperti itu tidak menjaga pola hidup dan pola makannya, itu yang selalu dia dengar dari ibu dan juga kekasihnya Ratih.
apa Lagi Ratih. Ratih sangat menjaga pola tidur, pola hidup dan segala pola-pola lainnya kecuali, pola keuangan karena setiap kali ponsel Darwin berdering selalu saja Ratih minta uang. Darwin kembali kepada posisi duduk dimana Shinta sudah lebih dulu, dia mengambil kursi di sebelah Shinta dan menyodorkan satu kotak susu low fat bersama potongan buah segar.
"Aku harap kau menyukai ini."