Perlahan aku membuka mata. Terasa silau dan blur. Untuk sesaat mataku seperti lensa ponsel yang sedang mencari titik fokus. Aha.. mulai jelas sekarang. Aku sedikit memicingkan mata agar semakin jelas. Dimana aku berada? Aku mengamati sekeliling. Ruangan ini terasa kalem dengan warna kuning pastel di dinding, ada pintu kayu model minimalis di ujung kanan. Sebuah TV datar ukuran cukup besar di depanku tapi tanpa tayangan apapun. Mati. Ada Jendela ukuran sedang disebelah kiriku namun sayangnya tertutup tirai warna coklat tua sehingga aku tak dapat melihat pemandangan diluar. Aku dimana ya?
"Sudah bangun ya mas Danang?" mendadak terdengar dari kuping kananku.
Aku terkejut dan reflek mengengok ke kanan. Seorang suster berdiri disamping tempat tidurku dengan senyum yang ramah.
"Sa.. saya dimana?"
"Di rumah sakit.. tenang aja, tadi subuh mas Danang ditemukan pingsan oleh warga. Dan mereka membawa mas ke rumah sakit.." ujarnya sambil menulis sesuatu di buku jurnal yang ia bawa. Usianya mungkin sekitar 25 tahun, tidak cantik tapi cukup menyenangkan untuk melihat sosok manusia asli bukan jadi-jadian.
Eh jadi-jadian?
Aku mendadak ingat kejadian semalem. Kuburan. Setan. Kencing? Pup? OMG.. aku segera melihat tubuhku. Sudah bersih dan terbungkus dengan baju piyama warna biru muda, "baju saya dimana sus?"
"Baju ada... kalau celana.." ia terdiam sebentar, walau sekilas tapi aku bisa melihat senyum dikulum yang tertahan di ujung bibirnya. Mendadak ia berjalan ke arah tirai seolah tak ingin aku melihat wajahnya. Sial! Ia pasti sedang menahan tawa.
"celanaku kotor ya sus?"
"Yaa gitu deh..hihi.." sepertinya ia tak pandai menahan diri. Tawanya terdengar jelas walau wajahnya membelakangi aku, "depan belakang kotor mas..."
Jiah, diperjelas pula.
Suster itu tak jadi berjalan mendekati tirai dan berbalik arah kembali menuju diriku. Wajahnya merona merah terlihat riang. Sudah kuduga, ia tak bermaksud membuka tirai, ia tadi hanya mencoba lari dari kenyataan alias tak ingin ketahuan kalau sedang menahan tawa. Tanpa sadar aku mengamatinya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Seperti yang aku bilang tadi, wajahnya memang tidak ter;alu cantik tapi kenyataan bahwa dia manusia sungguh menenangkan jiwa dan ragaku. Tubuhnya pun mungil semampai, sementara kakinya terlihat...
Anjriiiit! Kakinya!
Aku terduduk dengan cepat. Mataku seolah hendak loncat keluar dan kabur entah kemana. Beruntung urat-urat syaraf disekitar mataku mampu menahan keinginan kedua bola mata itu.
Kakinya suster itu tak menapak lantai!
Kengerian yang menjalar cepat di wajahku terlihat oleh suster itu. Ia memandangku dengan terkejut. Dan tiba-tiba saja semua yang aku lihat berubah total. Ruangan rumah sakit yang apik tadi kini menjadi gelap dengan sedikit pencahayaan dari rembulan yang malu-malu mengintip dari balik awan. Rembulan? Damn! Aku menoleh ke sekeliling, berharap menemukan sesuatu yang menyenangkan. Tapi yang kutemukan justru nisan-nisan ditemani dengan pohon kamboja.bahkan aku sedang terbaring disebelah nisan yang bertuliskan Suwarko bin... Edan! Ngapain pula aku baca nisan itu.
Aku berdiri dengan cepat. Suster tadi telah lenyap digantikan dengan sosok gadis yang sedari awal menggangu nalarku, "Kamu mau nyulik aku ya?! Itu tadi apaan? Alam jin ya??"
"Gak mas... aku gak bermaksud gitu, aku Cuma mas gak kaget saat siuman.. itu tadi Cuma halusinasi mas.. tipuan mata..." jawabnya pelan. Tubuhnya masih terlihat melayang bagai hover.
"Bisa gak sih kamu napak ditanah??" bentakku pada jin itu, kesal melihatnya melayang, "udah berapa lama aku pingsan?!" Aku melihat jam tanganku. 3 lewat 30
"iya mas maaf.." tak lama tubuhnya terlihat turun 10 centi, pas dengan tanah, "Mas... tapi celana mas beneran kotor depan belakang.." katanya sambil menunjuk ke arah bawah perutku.
Aku menyadari rasa tidak enak yang aku rasakan di depan dan belakang. Oh... menjijikkan sekali!
"Maaf tadi terpaksa aku bangunin, soalnya aku tau mas pasti malu kalau ketahuan pingsan dengan kondisi kotor.."
"Tadi mahluk sialan apa yang ada dibelakangku?!"
"Oh itu temanku mas.. udah aku jewer kupingnya. Tadi dia bermaksud bercanda aja kok... maaf ya mas.."
Itu mahluk rasanya udah puluhan kali minta maaf padaku. Cocok jadi tukang gombal, "Kamu tuh gak punya otak ya?! Seenaknya aja manggil-manggil aku tengah malam dan kemudian..."
"Mas kalau mau pulang sekarang aja.. mumpung teman-temanku sudah aku halau semua.."
Omelanku terhenti mendengarnya, ini kesempatan emas! "Jangan kamu ikuti aku!" seruku sambil berbalik arah dan mulai berlari. Beruntung posisi pingsanku tak jauh dari jalan raya. Tak sampai dua menit aku sudah berlari menyusuri jalan dan menjauhi tanah pemakaman itu. Hari yang aneh! Sungguh hari yang aneh! Apa yang lebih aneh daripada berlari dengan pipis dan kotoran sekaligus? Disapa setan pula. Ditembak setan pula. Eh terakhirnya di bohongin setan pula! Duh...duh.. sepertinya aku harus mandi tujuh kembang selama tujuh malam dari tujuh mata air...
****
Sosok gadis itu perlahan memudar dan kembali ke rupa dan materi yang asli. Ia terus memandang tubuh Danang yang lari menjauh. Sebenarnya ada yang mau ia jelaskan ke Danang panjang lebar. Tapi kini ia lelah. Dirinya sebenarnya terasa sangat lelah setelah melewati pertempuran dengan beberapa mahluk yang mencoba merasuki Danang. Entah mengapa dia memilih untuk melawan jin lain demi melindungi manusia bodoh itu. Inikah cinta? Entahlah. Ia malas untuk berpikir setelah babak belur selama hampir dua jam. Ditambah lagi dengan hasil karya fatamorgana kamar rumah sakit yang ia ciptakan tadi. Benar-benar menguras energi. Semua demi Danang.
Dan sama seperti Danang, Ingin rasanya cepat kembali ke pohon tempat ia tinggal dan beristirahat. Biarlah kapan-kapan saja ia ceritakan pada Danang. Tubuhnya melayang sesaat dan..
Tiba-tiba sebuah suara menggelegar dari belakangnya "Kenapa kamu membela dia haaa...???"
Belum sempat ia membalikkan tubuhnya, sebuah mahluk hitam menerjang dengan keras dan menjadikannya terpelanting...