Chereads / I am No King / Chapter 100 - Arc 3-3 Ch 28 - Awal Mula Kebencian

Chapter 100 - Arc 3-3 Ch 28 - Awal Mula Kebencian

Seperti biasa, kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.

============================================================

Zababa Alhold adalah anggota keluarga Alhold terakhir yang tidak memiliki pengendalian. Setidaknya, itulah yang diketahui oleh Fahren dan Arid. Kisah ini bercerita tentang Zababa Alhold dan kenapa dia membuat aku, Lugalgin begitu, dibenci oleh penerusnya.

Zababa Alhold adalah seorang Alhold sejati. Selain inkompeten, Zababa memiliki sifat yang bisa dibilang ciri khas seorang Alhold, malas dan suka menghindari masalah. Ketika kerajaan Kish runtuh, Zababa mengasingkan diri dan menjadi rakyat jelata. Dengan kata lain, dia kabur dari tanggung jawabnya sebagai keluarga kerajaan.

Setelah kerajaan Kish hancur sepenuhnya, terjadi perang saudara dimana-mana. Semua bangsawan dan pihak yang memiliki ideologi dan ambisi memimpin perang. Perang itu bertahan beberapa tahun.

Karena Zababa adalah seseorang yang malas, dia memilih untuk menjadi nomad, berpindah dari satu tempat ke tempat lain, menghindari konflik. Zababa mengajak serta istri, Urta, dan putra putrinya, Tian dan Teur. Namun, tanpa disadari, kehidupan nomad yang dijalani oleh Zababa akan menjadi awal mula kebencian keluarga Alhold terhadap inkompeten.

Kehidupan nomad yang dijalani oleh Zababa dan keluarga membuat kedua anak tidak mampu membuat teman. Dengan kata lain, mereka kesepian. Walaupun mendapat teman di suatu desa, beberapa minggu kemudian ketika desa itu akan diserang atau semua laki-laki dipaksa menjadi tentara untuk mengikuti peperangan, Zababa akan langsung kabur bersama keluarganya.

Tian dan Teur berkali-kali harus memutus pertemanan karena keegoisan Zababa. Urta tidak pernah mengatakan apapun soal keegoisan Zababa. Terkadang, Teur bertanya kepada sang kakak, Tian, kenapa mereka selalu berpindah-pindah. Namun, Tian juga tidak mampu memberi jawaban.

Suatu ketika, Urta mendapatkan luka parah karena diserang oleh hewan buas. Dan, sungguh suatu kesialan, kejadian itu ketika mereka sedang berada di tengah perjalanan menuju desa selanjutnya. Tanpa bisa melakukan apapun, Zababa dan kedua putranya terpaksa membiarkan Urta tewas.

Kematian Urta adalah pemicu pertama Tian dan Teur mulai meragukan ayahnya. Mereka tidak terlalu memedulikan soal tidak memiliki teman. Di pikiran mereka, Tian dan Teur mulai berandai. Seandainya mereka menetap di satu desa, ibu pasti tidak akan diserang hewan buas. Kalau tidak diserang hewan buas, ibunya tidak akan tewas. Sejak saat itu juga, Tian dan Teur mulai menjaga jarak dari ayahnya, Zababa.

Setelah beberapa tahun, akhirnya, perang berakhir. Setelah perang berakhir, Zababa dan keluarga kembali ke tempat tinggal pertama mereka, sebuah daerah di tengah antah berantah.

Tian dan Teur benar-benar bahagia ketika perang berakhir. Mereka berpikir tidak perlu lagi berpindah-pindah. Di hari pertama pulang, Tian dan Teur berkunjung ke desa terdekat, Desa Nagar. Desa Nagar adalah tempat bermain Tian dan Teur sebelum Zababa mengajak mereka hidup nomad. Mereka berdua berharap senyum dan sambutan teman-temannya.

Namun, sayangnya, tidak ada senyum atau kehangatan yang menyambut mereka. Yang menyambut Tian dan Teur hanyalah pandangan dan perlakuan dingin dari warga desa Nagar. Para orang tua hanya menghindari Tian dan Teur, mengabaikan mereka. Namun, hal itu tidak dilakukan oleh anak-anak yang seumuran dengan Tian dan Teur.

Anak-anak cenderung lebih ekspresif dan jujur. Anak-anak di desa itu menghina Tian dan Teur karena kabur dari desa begitu saja. Tidak berhenti sampai hinaan, bahkan mereka melempari Tian dan Teur dengan batu.

Salah satu warga laki-laki bernama Brak mencoba menghentikan anak-anak yang melempar Tian dan Teur dengan batu. Brak membawa Tian dan Teur ke rumahnya dan memberi penjelasan kenapa anak-anak itu membenci Tian dan Teur.

Karena perang, banyak laki-laki dewasa yang dipaksa menjadi tentara. Sebagian tewas, sebagian pulang cacat. Hanya minoritas yang dapat pulang dengan anggota tubuh lengkap. Di medan peperangan, sebuah kabar berembus bahwa sebenarnya ada keluarga kerajaan yang masih hidup. Entah bagaimana, nama Zababa muncul.

Orang-orang yang pulang dengan cacat permanen menyalahkan Zababa. Bukan hanya orang-orang dengan cacat permanen. Keluarga laki-laki yang terseret ke medan perang pun ikut menyalahkan Zababa. Mereka semua meyakini, Zababa sebagai anggota keluarga kerajaan memiliki kewajiban untuk meredam peperangan yang terjadi. Namun, yang dilakukan oleh Zababa justru sebaliknya. Dia justru kabur entah kemana.

Brak mengantarkan Tian dan Teur kembali ke rumah. Sebenarnya, Tian dan Teur tidak sepenuhnya percaya dengan cerita Brak. Mereka tidak percaya ayahnya yang pengecut dan pemalas itu adalah keluarga kerajaan. Namun, Tian dan Teur tidak bisa melupakan ekspresi yang ditunjukkan oleh anak-anak yang melempar batu.

Tian dan Teur menyadari ekspresi anak-anak yang melempari mereka dengan batu bukanlah kemarahan, tapi kesedihan. Mereka paham karena ekspresi itu adalah yang mereka miliki ketika kehilangan Urta. Anak-anak itu sedih karena Zababa, ayah Tian dan Teur, yang seharusnya bisa meredam konflik justru kabur, menyelamatkan diri, dan berujung pada musibah yang menimpa mereka.

Ketika Tian dan Teur sudah sampai dan orang itu akan kembali ke desa. Sesuatu yang tidak diduga terjadi.

"Kalian? Raja Unug? Raja Kulaba?"

Setelah berpisah, tiba-tiba terdengar suara bentakan. Mendengar teriakan Brak yang telah berbaik hati pada mereka, Tian dan Teur pun berlari, mengikuti asal suara. Ketika sampai, mereka berdua bersembunyi. Mereka takut karena melihat ada orang bersenjata. Di ujung suara, Tian dan Teur mendapati Brak berhadapan dengan beberapa orang.

Tian dan Teur tidak mengenal orang yang berhadapan dengan Brak. Namun, dari teriakan Brak, mereka menyimpulkan kedua orang itu adalah Unug dan Kulaba, Raja Bana'an dan Mariander.

Meski bukan musuh utama, pasukan Unug dan Kulaba beberapa kali berseteru. Dengan kata lain, bagi rakyat jelata tanpa ilmu pengetahuan, yang mereka ketahui hanyalah Kulaba adalah musuh. Melihat orang yang mereka layani, Unug, bercakap-cakap santai dengan pemimpin musuh, Kulaba, menghancurkan perasaan orang itu.

"Raja brengsek! Kami melayanimu sepenuh hati dan ini balasanmu?"

Termakan emosi, Brak maju menyerang sang raja. Dia menggunakan pisau kecil untuk berburu. Namun, yang diserang bukanlah Kulaba, melainkan Unug. Di matanya, pengkhianat lebih patut dibunuh.

Brak tidak mampu mencapai Unug. Dia dibunuh oleh pengawal Unug dan Kulaba.

"Ada apa ini ramai-ramai?"

Zababa tiba-tiba muncul entah dari mana.

"Tidak ada apa-apa, paduka. Kami hanya membersihkan orang yang masih tidak rela peperangan ini berakhir."

Unug dan Kulaba langsung berlutut. Bukan hanya mereka, pengawal mereka pun berlutut, memberi hormat pada Zababa.

"aku sudah bilang tidak mau menjadi Raja, kan?"

"Tidak, kami tidak akan memaksa paduka menjadi Raja. Kami hanya ingin menyampaikan beberapa hal."

Tian dan Teur pun mendengar ketika Unug bersumpah untuk tidak akan pernah mengizinkan keluarga bangsawan memberi perintah pada keluarga Alhold. Mereka juga mendengar sumpah yang menyatakan Unug akan menjadikan inkompeten selanjutnya menjadi Raja Bana'an.

"Diam! Aku tidak mau kalian memanggilku dengan sebutan itu! Aku tidak mau Tian dan Teur mengetahui kalau aku benar-benar keluarga kerajaan, bukan kebetulan memiliki nama yang mirip!"

Sejak Tian dan Teur kecil, Zababa selalu mengatakan kalau nama Alhold yang mereka sandang hanyalah mirip dengan keluarga Alhold yang asli. Dengan kata lain, Zababa selalu meyakinkan kalau dirinya bukan keluarga kerajaan.

Namun, malam itu, semua yang pernah mereka dengar dari Zababa seolah menghilang. Malam itu, mereka mengetahui kalau ayahnya, Zababa, adalah keluarga kerajaan yang sesungguhnya. Dengan kekecewaan, mereka pun pulang dan mengunci diri di kamar. Zababa tidak mengatakan apa pun atau mencari tahu kenapa Tian dan Teur mengunci diri di kamar.

Keesokan harinya, Tian dan Teur pergi ke desa, ingin meminta maaf pada teman-teman dan semua orang di Desa Nagar karena ayah mereka yang egois. Namun, ketika sampai, yang mereka temukan hanyalah sisa-sisa bangunan yang terbakar. Tidak terlihat seorang pun yang masih hidup.

Tian dan Teur yang dalam posisi bingung, mencoba mencapai desa terdekat lain. Ketika sampai desa itu, mereka berdua disambut oleh warga desa. Warga desa tersebut mengira Tian dan Teur adalah anak yang bertahan hidup dari desa Nagar.

Sebuah kabar beredar bahwa ada warga yang menyerang bangsawan lokal. Karena serangan itu, bangsawan lokal tersebut memerintahkan desa tempat tinggalnya untuk dibakar atas dosa menyerang bangsawan. Tian dan Teur terdiam. Mereka tidak mengatakan apa pun mengenai kejadian malam itu.

Warga desa menganggap Tian dan Teur depresi dan terlalu shock atas kejadian yang menimpa. Setelah itu, Tian dan Teur menetap di desa tersebut. Beberapa hari kemudian, Zababa muncul, mencari Tian dan Teur.

Tian dan Teur sangat marah dan membenci Zababa karena dia adalah penyebab semua hal buruk yang terjadi di kehidupan mereka. Namun, mereka tidak mengekspresikan kemarahan dalam bentuk caci maki atau berteriak. Mereka mengekspresikannya dengan diam dan memisahkan diri dari Zababa.

Beberapa hari berikutnya, muncul sebuah pengumuman yang menyatakan keluarga Alhold tidak boleh diperintah oleh bangsawan. Warga mengira Raja melakukan hal ini atas dasar permintaan maaf kepada warga desa Nagar yang masih bertahan atas kelalaiannya memerintah. Namun, Tian dan Teur tahu kalau alasan yang sebenarnya adalah karena ayah mereka, Zababa, merupakan keluarga kerajaan.

Tian dan Teur teringat sumpah Unug dimana suatu saat inkompeten akan muncul dan memimpin kerajaan. Dengan kata lain, Tian dan Teur menganggap orang dengan sifat seperti Zababa akan muncul, membawa celaka bagi semua orang di sekitarnya.

Hingga akhir hayat, Tian dan Teur tidak memaafkan Zababa. Mereka justru mendoktrin semua anak cucu untuk membenci dan membunuh inkompeten yang lahir.

***

"Kekecewaan itulah yang membuat kami, kepala keluarga Alhold, tidak boleh membiarkan inkompeten hidup begitu saja."

Wow, minuman alkohol di tempat ini benar-benar enak. Sayang sekali langit senja sudah hilang, berganti malam. Jadi, kenikmatan alkohol ini sudah berkurang.

Di seberangku, di sofa, Enlil duduk. Dia masih mengenakan baju zirah meskipun tanpa pengendalian. Namun, setelah cerita panjang itu, aku yakin sebagian staminanya sudah kembali.

Baiklah, kembali ke cerita Enlil.

"Kau mengatakan hidup begitu saja. Apakah ini berarti, mungkin, ada inkompeten lain sebelum aku?"

"Aku tidak tahu pasti. Yang jelas, di masa kepemimpinanku, hanya kau inkompeten yang terlahir dan bertahan hidup. Kalau bukan karena ibumu, aku sudah membunuhmu. Dan, sesuai ramalan, kau membawa celaka bagi kami."

Well, kalian yang berlaku buruk duluan padaku. Kalian hanya menuai apa yang kalian tanam. Kalau kalian berlaku baik, aku tidak akan melakukan ini semua. Namun, sudahlah, itu semua tidak penting untukku.

Di lain pihak, aku jadi ingin tahu identitas ibu sebelum menikah dengan ayah. Apa yang membuat dia mampu membuat keluarga Alhold tidak membunuhku ketika lahir? Yah, akan aku coba cari tahu lain kali.

"Jadi, kesimpulannya, karena dendam Tian dan Teur pada Zababa, aku diperlakukan buruk dan bahkan berkali-kali hampir dibunuh oleh keluarga Alhold?"

"Sederhananya seperti itu."

Cerita ini benar-benar menarik. Sangat menarik. Kalau belum bertemu Emir dan Inanna, sangat mungkin aku akan melakukan hal yang sama dengan Zababa, bepergian dari negara ke negara, kabur dari semua masalah yang datang.

Namun, saat ini, keberadaan Inanna dan Emir membuatku tidak mampu kabur lagi. Emir dan Inanna yang memiliki keluarga membuatku tidak bisa membawa mereka begitu saja, meninggalkan semua itu. Kalau aku memaksa pergi, mereka akan bersedih karena meninggalkan keluarganya. Dan, aku tidak mau hal itu terjadi.

Sebenarnya, aku memiliki banyak sekali pertanyaan mengenai kisah Zababa yang diceritakan dari sudut pandang putra putrinya, Tian dan Teur. Namun, rasanya percuma saja aku memiliki pertanyaan karena yang bisa menjawabnya, Tian, Teur, dan Zababa, sudah meninggal ratusan tahun yang lalu.

"Untuk metode pencucian otaknya?"

"Kami hanya menggunakan bisikan tidur. Sejak kecil, ketika anak-anak tidur tidur, kami akan membisikkan kebencian terhadap inkompeten."

Oke, cara pencucian itu benar-benar tradisional. Apa ini berarti tekanan pengendalian tidak memiliki peran? Namun, tunggu dulu. Kalau cara tradisional ini dipadukan dengan tekanan pengendalian, maka aku bisa paham kenapa pencucian otaknya bisa begitu efektif. Seperti kamu akan lebih mudah mengingat mimpi buruk dibanding mimpi indah, bisikan di bawah tekanan tidak nyaman akan meningkatkan efek pencucian otak.

"Ninlil?"

"Ninlil baru kami cuci otaknya pagi ini. Aku meletakkan Ninlil dalam posisi setengah tidur dengan alat, posisi theta. Dalam kondisi ini, aku mampu mencuci otaknya lebih cepat. Ditambahkan dengan perasaan tidak nyaman pengendalian, aura haus darah, dan niat membunuh, pencucian Ninlil pun berjalan cepat."

"Apakah ada cara untuk menghilangkan pencucian otak pada Ninlil dengan mudah?"

"Pencucian otak Ninlil akan menghilang cepat atau lambat jika tidak diberi lagi. Untuk metode lain, aku tidak tahu."

Aku mulai berpikir mengenai semua yang telah terjadi. Sebelumnya, aku merusak mental Ufia dan Nammu untuk menghilangkan cuci otak yang mereka alami. Selain itu, ada juga percobaan dengan Corba.

Di lain pihak, mungkin, ayah mampu lepas dari efek pencucian otak karena berkali-kali mengalami kontak denganku. Dengan melakukan kontak denganku, efek perasaan tidak nyaman atas pengendalian mirip tidak muncul. Hal ini membuat ayah lebih tenang, dan mungkin secara tidak sadar menganggap pencucian otak yang dia terima sebelumnya tidak masuk akal. Dengan kata lain, benar-benar move on dari mimpi buruk.

Jadi, saat ini, aku memiliki beberapa alternatif untuk menghilangkan pencucian otak Ninlil. Alternatif pertama adalah membiarkan Ninlil begitu saja sambil melakukan kontak dengannya berkali-kali, menunggu waktu. Alternatif kedua adalah merusak mental Ninlil seperti Ufia dan Nammu. Alternatif ketiga memberi darahku pada minumannya, seperti yang kulakukan pada Corba.

Ung... tunggu dulu!

"Enlil, kau bilang tidak tahu. Apakah ini berarti, saat ini, kau masih ingin membunuhku?"

"Sayangnya ya. Aku masih ingin membunuhmu. Namun, setidaknya, perasaan ini tidak separah sebelumnya. Aku tidak lagi menggebu-gebu untuk membunuhmu."

"Ah, begitu ya."

Dor

Aku melepaskan tembakan. Namun, Enlil menghindar dengan cepat. Tampaknya, bukan hanya staminanya yang sudah kembali, tapi juga kesigapannya.

"Kalau begitu, mari kita saling membunuh.... lagi."

Bersambung

===========================================================

Halo semuanya.

Pada chapter ini, Lugalgin menyatakan akan melakukan hal yang sama dengan Zababa, yaitu pindah dari negara ke negara lain kalau ada masalah. Hal ini ditunjukkan ketika Lugalgin mengancam Emir akan pindah negara di awal Arc 1. Jadi, menunjukkan memang dari awal inkompeten keluarga Alhold adalah orang malas.

Dan, seperti biasa. Author ingin melakukan endorse pada artist yang gambarnya author jadikan cover, yaitu 千夜 / QYS3.

Kalau kalian membaca di komputer, di bagian bawah, di bawah tombol vote, ada tombol external link yang akan mengantar kalian ke page pixiv artistnya. Author akan berterima kasih kalau kalian press like di pixiv atau bahkan love.

Kalau kalian membaca lewat app, kalian bisa ke page conversation author. pada pinned post, author akan post link pixiv artistnya. Bisa banget dibuka pixiv pagenya, lalu like gambar-gambar yang ada di galeri. Atau bisa juga kalian search twitternya. User Id artisnya @QYSThree

Author benar-benar berterima kasih kepada semua reader yang telah membaca I am No King sejak chapter prolog hingga chapter 100 ini. Sekali lagi, terima kasih.

Dan, ini ada sebuah endcard dari pokarii, sebuah ucapan terima kasih dari Emir dan Inanna