Lemah.
Dalam waktu singkat, aku berhasil mengalahkan dua orang lagi. Tidak kuduga peserta yang mengikui battle royale bisa selemah ini. Kalau ini dibandingkan dengan petarung pasar dunia gelap, mereka hanyalah petarung biasa, bukan petarung yang hebat.
Kalau aku harus memberikan penilaian, mungkin kuda-kuda dan gerakan mereka cukup bagus, kalau menggunakan standar sekolah kesatria atau semacamnya. Namun kalau menggunakan standar praktis di lapangan dan pertarungan, mereka payah. Mereka benar-benar melekat pada buku "bagaimana cara bertarung sebagai kesatria". Dengan kata lain, mereka terbiasa berlatih melawan orang yang juga dari sekolah kesatria. Mereka kurang atau bahkan tidak memiliki pengalaman melawan seseorang yang tidak berasal dari sekolah kesatira. Yah, setidaknya aku sudah membuktikan satu rumor.
Untuk Ufia dan Zage, aku tidak bisa mengatakan hal yang sama. Sejak dimulainya battle royale, aku terus memperhatikan mereka. Dari pengamatanku, pengalaman mereka bukanlah sesuatu yang bisa dipandang sebelah mata. Bahkan tampaknya mereka memiliki pengalaman melawan seseorang yang tidak berasal dari sekolah kesatria.
Yah, aku tidak bisa bilang kalau aku terkejut sih. Sebelum menjadi Regal Knight, Zage adalah salah satu prajurit dengan catatan keberhasilan yang menggunung. Dia juga sering dikirim ke lini depan peperangan atau operasi supresi pemberontak. Saat ini dia telah kehilangan perisainya, sesuatu yang menguntungkan bagiku.
Untuk Ufia, aku cukup terkejut. Meskipun dia adalah lulusan sekolah Kesatria, tapi tidak melihat kuda-kuda dan gerakan kaku yang umumnya dimiliki oleh kesatria pada umumnya. Aku jadi agak ragu apakah dia benar-benar lulusan sekolah kesatria. Mengingat dia bukan dari keluarga bangsawan sama sepertiku, mungkin dia memiliki cerita lain. Yah, itu tidak menutup kemungkinan.
Saat ini, hanya tersisa tiga orang di arena. Kami bertiga pun berjalan menuju ke tengah stadium ini, Ufia di kananku dan Zage di kiriku. Aku bisa mendengar sorak sorai yang ditujukan pada Ufia dan Zage. Untukku? Tentu saja caci maki. Mereka menganggap aku terlalu menyimpan stamina dan gerakanku terlihat terlalu licik karena aku sering menggunakan serangan tipuan lalu menyerang lawan dari belakang.
"Perkenalkan, namaku adalah Zage Merduke dari keluarga Duke Merduke, Regal Knight Tuan Putri Yurika Falch Fafniari."
Zage memperkenal dirinya secara formal kepada kami. Meskipun dia menyadari kalau identitasnya sudah diketahui, tapi memperkenalkan diri untuk sebuah pertarungan yang penting adalah salah satu kode etik kesatria. Yah, normalnya kesatria akan memberikan namanya sambil bertukar serangan pada lawannya. Sebelumnya, tidak ada satupun peserta yang melakukannya padaku karena mereka menganggap aku tidak memiliki kode etik kesatria.
"Perkenalkan, namaku adalah Ufia Zas Alhold dari keluarga Alhold, Regal Knight Tuan Putri Jeanne Herizzeta."
Ufia pun ikut memperkenalkan dirinya. Dan tentu saja, dia langsung melemparkan pandangan dingin padaku. Dia pasti sadar aku sebenarnya tidak mau melakukan perkenalan diri karena menurutku itu tidak perlu, tapi karena tidak ada ruginya juga, ya sudahlah, biar aku ikuti tradisi kode etik mereka.
"Perkenalkan, namaku adalah Lugalgin Alhold dari keluarga Alhold, kandidat Regal Knight Tuan Putri Emir Falch Fafniari."
Kalau kemarin siang, pasti aku masih bisa mengucapkan Tuan Putri Emir dengan bangga, tapi sekarang, kalau aku mengucap tuan putri sebelum kata Emir, lidahku terasa aneh.
"Hngg? Hanya kandidat?" Ufia menaikkan alisnya.
Hmm, sebentar, enaknya bagaimana ya aku memberikan jawabannya. Aku tidak mungkin memberikan jawaban kalau Emir menjemputku di rumah dan aku menolak untuk menjadi Regal Knight. Tidak mungkin. Meskipun aku tidak mau mengakuinya, tapi Emir masih seorangtuan putri. Dia masih memiliki citra untuk dijaga. Jadi, akupun memutuskan untuk berkata,
"Ya benar, hanya kandidat," aku memberikan konfirmasi pada Ufia. "Ada sedikit masalah pada saat penunjukanku sebagai Regal Knight karena terlalu mendadak. Jadi, saya belum bisa menjadi Regal Knight."
Bohong.
"Hmm, begitu ya," Zage memberikan respon. "Tapi, untuk mampu membuat Tuan Putri Emir mengakuimu menjadi regal knightnya, kamu pasti memiliki kemampuan yang hebat."
"Tuan terlalu memujiku."
Tampaknya Ufia sudah muak dengan sandiwara dan dialogku sehingga dia mencoba mengakhiri perbincangan ini.
"Baiklah, segera kita mulai saja pertarungan tiga arah ini. Penonton sudah tidak sabar."
"Benar. Saatnya kita mulau pertarungan tiga arah ini."
Zage pun memberikan persetujuannya. Ahh, padahal aku ingin mengajukan usulan agar aku dan Zage berkoalisi untuk mengalahkan Ufia. Namun, ketika melihat mata Zage, aku bisa melihat determinasi bukan hanya untuk menang, tapi juga untuk mengetes kemampuanku yang mendapatkan pengakuan Emir. Aku yakin kalau aku mengajukan usulan koalisi itu, dia akan menolaknya.
Aku tidak segera mengkonfirmasi ucapan mereka. Aku menoleh ke belakangku, melihat ke arah kursi khusus yang diberikan untuk Raja dan keluarga Permaisuri. Aku bisa melihat Tuan Putri Yurika di sebelah Emir, tapi saat ini aku ingin meminta konfirmasi Emir.
Emir mengangguk.
"Baiklah. Mari kita mulai pertarungan ini."
Bersamaan dengan konfirmasi dariku, kami bertiga berlari ke depan. Aku mengayunkan toyaku, Ufia mengayunkan pedang besarnya, dan Zage mengayunkan tombaknya.
Jangan lupa, aku bukan kesatria, jadi aku tidak akan menghadapi mereka berdua secara terang-terangan. Aku mengayunkan toyaku ke tanah dan menggunakannya sebagai tumpuan untuk mengirim tubuhku ke atas mereka berdua.
"Apa?"
Ufia yang melihat aksiku terkejut.
Aku langsung menembakkan peluru dari kedua perisaiku. Peluru penetrasi ke arah kepala Zage dan peluru ledakan ke arah Ufia. Tampaknya gerakanku terlalu diluar dugaan sehingga Ufia tidak mampu mengangkat pedangnya untuk berlindung. Dia terpaksa menggunakan satu dari dua basokanya sebagai pelindung. Satu basoka hancur dan tidak bisa digunakan lagi.
Untuk Zage, jujur aku tidak tahu harus bicara apa. Dia mengayunkan tombaknya dengan cepat dan menangkis peluruku. Karena peluru dari perisai kiriku memiliki kekuatan penetrasi yang sangat kuat, meskipun dia menangkisnya, dia terpaksa kehilangan tombaknya. Namun, untuk bisa mempertemukan tombaknya yang mungkin lebar bilahnya hanya beberapa centi dengan peluruku yang hanya kaliber 15 mm, reflek macam apa itu? Sama sekali tidak manusiawi.
Akhirnya ketika aku mendarat, Ufia langsung menerjangku dengan pedang besarnya. Aku menahan pedangnya dengan ujung kiri Toyaku. Tidak mau melepas kesempatan, Zage membuang tombaknya dan mengambil pedang panjangnya yang masih di dalam sarung, menebaskannya ke arahku.
Aku bisa saja mengubah toyaku menjadi three-sectional-staff, tapi posisiku tidak akan cukup meyakinkan kalau aku melakukannya. Aku menembakkan peluru ledakan di perisai kananku ke arah tanah, menghamburkan debu untuk menghambat pergerakan Zage.
Ufia menggunakan basokanya yang masih aktif, melepaskan tembakan ke arahku. Aku membiarkan perisai kiriku menerima tembakannya. Memanfaatkan momentum dari ledakan basokanya, aku melompat mundur, menjauh dari Ufia.
Saat itu juga, aku melepaskan tiga tembakan dari perisai kiriku ke arah Ufia. Kali ini dia bergerak cukup cepat dan mampu menggunakan pedang besarnya sebagai perisasi. Tapi pedangnya tidak lolos begitu saja. Karena tembakanku beruntun dan menghantam titik yang sama, pedangnya pun patah.
Aku bisa melihat matanya yang membelalak ketika pedangnya patah. Kalau kamu berpikir tembakanku adalah penyebab utama pedangnya patah, maka kamu salah. Aku memperhatikan pedangnya dari awal pertandingan. Aku bisa bilang pedangnya tidak berada pada kondisi terbaiknya. Mungkin dia sudah terlalu lama menggunakannya dan merasa sayang kalau menggantinya. Sayangnya, hal itu memberikan efek buruk. Dia masih kurang pengalaman.
Memanfaatkan keterkejutannya, aku mengarahkan perisai kananku ke Ufia. Tampaknya Zage tidak mau ketinggalan. Dia menebaskan pedangnya ke arahku. Aku pun terpaksa menurunkan tanganku dan menahan pedangnya dengan perisai kananku, membatalkan tembakan ke arah Ufia.
"Benar-benar cara bertarung yang diluar dugaan. Tidak heran kamu bisa mengalahkan Tuan Putri Emir."
"Uh, aku tidak bilang kalau aku mengalahkan Tuan Putri Emir."
Zage tiba-tiba memulai pembicaraan ditengah-tengah pertarungan.
"Tidak usah mengelak. Tuan Putri Emir sudah menyatakan dia tidak akan mengangkat seseorang yang lebih lemah dari dirinya."
Ah, ya, dia mengatakannya. Apa itu berarti fakta kalau aku lebih kuat dari Emir sudah menjadi pengetahuan umum? Ahh, rasanya aku ingin mencari sedikit informasi lagi mengenai hal ini, tapi lebih baik aku menyimpan pikiran ini untuk nanti. Saat ini, ada pertarungan di depanku.
Aku mengubah toyaku menjadi three-sectional-staff dan menarik kaki Zage dari samping. Dengan ini aku sukses membuatnya terjatuh. Saat itu juga, aku langsung melompat ke belakang dan ledakan sudah muncul di tempat Zage terjatuh. Aku melihat ke kiri dan melihat Ufia sudah menembakkan bazokanya. Instingku masih berjalan normal.
Aku melihat ke layar raksasa untuk memastikan HP kami. HP Zage sudah tinggal seperempat, warnanya sudah merah. HP Ufia masih setngah, warnanya masih oranye. HPku? Masih penuh, full bar, hijau.
Kenapa HPku masih penuh? Mudah saja. Aku tidak terbiasa menggunakan amulet ini sehingga semua gerakan yang kulakukan harus bisa berubah menjadi sesegera mungkin. Jadi, semua serangan lawan pastilah aku tahan dengan toya atau perisaiku. Nsmun, untuk peserta lain yang sudah terbiasa menggunakan amulet, mereka pasti menganggap kehilangan sedikit HP tidak masalah dan lebih fokus pada menyerang.
Mereka terbiasa hidup dengan pengaman sehingga tidak merasakan terancam ketika lawan menyerang, yang secara tidak langsung mematikan insting mereka. Di lain pihak aku yang terbiasa bertarung dengan nyawa sebagai taruhannya, merasa setiap serangan adalah ancaman. Perisai harus selalu siap. Meskipun aku tahu amulet ini akan melindungiku, aku masih takut kalau tubuhku berdarah. Kalau darahku menyentuh senjata lawan, mereka tidak akan bisa mengendalikannya lagi. Big no.
Tanpa memberikan waktu untukku bersantai, basoka yang melayang di dekat Ufia langsung menyatu dengan pedangnya. Pedangnya yang sebelumnya patah kembali utuh, bahkan menjadi semakin besar dan panjang.
Hebat juga dia. Untuk mempertahankan bentuknya ketika menyerang membutuhkan konsentrasi yang tinggi. Tidak, dia bahkan harus membagi konsentrasi pengendaliannya. Satu untuk mempertahankan bentuk pedangnya dan satu lagi untuk menyerang.
Sayangnya, aku tidak memiliki niatan untuk membiarkannya begitu saja. Aku menembakkan peluru penetrasi dan pedangnya pun patah lagi. Pembentukan pedang melalui pengendalian tidak sekuat pedang yang ditempa, oleh karena itu lebih mudah bagiku untuk menghancurkannya.
Aku memberi jarak agak jauh antara aku dan mereka untuk melakukan evaluasi keadaan. Aku sudah menggunakan 8 peluru penetrasi dan 3 peluru ledakan, tersisa 7 peluru penetrasi dan 15 peluru ledakan. Hmm, kalau seperti ini terus, maka kemenanganku sudah pasti.
Namun, apakah aku mau menang? Biar kupikir-pikir sejenak. Kalau aku menang, sangat tidak mungkin orang akan mengalihkan pandangannya dariku. Semua bangsawan akan langsung mengarahkan pandangannya padaku. Meskipun aku sudah mengajukan syarat tidak mau dijadikan bahan politik dan apapun yang berhubungan dengan noblesse oblige, tapi bangsawan lain bisa saja tidak mengindahkannya.
Bahkan, dengan statusku yang hanya kandidat regal knight, hampir tidak mungkin keluarga kerajaan yang lain tidak mencoba merekrutku menjadi regal knight. Karena regal knight tidak memiliki kewajiban sebagai bangsawan, noblesse oblige, jadi Emir tidak akan bisa melindungiku dari tawaran regal knight. Ahh, aku jadi ragu.
[Halo, Lugalgin.]
Aku menoleh ke arah layar yang sebelumnya menampilkan HP kami, melihat Emir dengan senyumnya yang sangat lebar. Uh, kok tiba-tiba perasaanku tidak enak.
[Kalau kamu sengaja kalah, maka aku akan melakukan kebalikan dari semua persetujuan kita.]
"EMIR! JANGAN MERUBAH KESEPAKATAN SEENAKNYA!"
Tanpa aku sadari, aku sudah berteriak, membentaknya. Sayangnya, aku juga sempat lupa kalau kami tidak sedang berdua saja. Kami berada di depan publik, dan aku menunjukkan perilaku yang sangat kasar kepada Emir. Bahkan, aku hanya memanggil namanya tanpa gelar tuan putri. Dan tentu saja, banyak cemooh dan caci maki muncul. Bahkan, aku bisa melihat beberapa penjaga kerajaan langsung mengarahkan pandangan dingin padaku.
[Jadi, pastikan kamu bertarung dengan sungguh-sungguh ya.]
Dia mengabaikan ucapanku dan tetap tersenyum. Namun, senyum itu bukanlah senyum bahagia dan polos. Senyum itu adalah senyum masam, atau lebih tepatnya, aku merasa dia tersenyum untuk menyembunyikan kemarahannya. Padahal sebelumnya, dia menyatakan tidak keberatan kalau aku kalah. Lalu, kenapa sekarang dia memintaku bertarung serius? Tidak, melihat kondisi sekarang, dia secara tidak langsung memerintahkanku untuk menang.
"Kau sudah mencemari nama keluarga Alhold sebagai inkompeten dan sekarang kau berniat mengotori nama keluarga Alhold lebih jauh dengan berlaku kasar pada Tuan Putri Emir?"
Ufia berteriak ke arahku. Tampaknya, ketika aku mundur untuk berpikir, Ufia sudah berhasil mengemballikan bentuk pedangnya.
Zage pun sudah berdiri dengan pedangnya. Namun, terlihat benda lain melayang di dekat bahunya. Tampaknya dia menggunakan perisainya dan tombaknya yang sebelumnya sudah hancur untuk sebagai senjata atau pelindung tambahan.
"Maaf, tapi aku terpaksa harus menang," aku menggumam pelan sambil melepas sarung tangan kananku.
Aku langsung maju menerjang Zage. Zage, yang menyadari dia memiliki kerugian dalam pertarungan jarak jauh, langsung maju menerjangku juga. Ufia tidak mau ketinggalan, dia juga maju menerjangku.
Aku menembakkan peluru ledakan dari perisai kananku ke arah mereka dan juga di sekitarku. Mereka berdua berhenti sejenak untuk menghalau tembakanku, tapi targetku bukan tubuh mereka. Aku mengarahkan tembakanku ke tanah di sekitar kaki mereka, membuat asap muncul dan menghalangi pandangan.
Begitu peluru ledakanku habis, aku memutar bagian lain toyaku dan mengubah bentuk toyaku menjadi sesuatu yang lain. Berbeda dengan three-sectional-staff yang sebelumnya, kali ini toyaku menjadi empat bagian. Satu pada setengah bagian yang aku pegang dan tiga pada sisa setengahnya. Dengan wujud ini, toyaku hampir seperti cambuk yang agak kaku, half three-sectional-staff.
Dengan half three-sectional-staff, aku melilit pedang Zage dan lalu menariknya, membuangnya jauh-jauh. Tanpa membiarkannya merespon, aku menembakkan peluru penetrasi sebanyak empat kali ke arah Zage. Aku yakin dengan refleknya yang tidak manusiawi, pasti dia bisa menghalau atau bahkan menghindari satu atau dua peluru, tapi aku tidak yakin kalau empat peluru.
Sementara itu, Ufia mengambil resiko dan langsung menerjangku, menembus asap yang memisahkan kami. Aku mengembalikan bentuk half three-sectional-staffku menjadi toya dan lalu mengayunkannya ke arah Ufia. Namun, serangan ini hanyalah tipuan. Aku melemparkan toyaku ke kepala Ufia dan dia pun terpaksa menghentikan serangannya untuk bertahan. Inilah yang aku incar.
Aku maju dan mencengkram wajahnya dengan telapak kananku. Begitu telapak tanganku menyentuh wajahnya, kekuatan pengendaliannya langsung hilang. Dia langsung melepaskan pedangnya. Kuperkirakan karena beban pedangnya yang tiba-tiba terasa berat. Aku mendorong tubuhnya ke tanah, membuatnya terjembab, dan menembakkan saru peluru penetrasi.
Aku melihat ke arah layar besar di samping stadion, melihat layar indikator HP Zage dan Ufia. Karena semua yang aku lakukan terjadi kurang dari lima detik, maka indikator di layar baru bergerak. Akhirnya, HP Zage dan Ufia sama-sama habis. Dan bersaman dengan itu, sebuah komentar pun muncul.
[Dengan ini, Battle Royale ke 67 telah selesai. Pemenangnya adalah Lugalgin Alhold, perwakilan dari Tuan Putri Emir Falch Exequoer.]
Bersambung