Chereads / An Ice Cube Man / Chapter 28 - BAB 28

Chapter 28 - BAB 28

"Mbak Garin kenapa?" Tanya Nadia begitu aku tiba di kantor catering.

Hari ini Mas Banyu mengantarkan aku ke catering. Dia sendiri yang memaksa. Padahal dia harus ke pabrik untuk tanda tangan beberapa berkas. Aku sudah bilang untuk naik ojol saja. Lebih cepat dan anti macet. Tapi dia tidak mengizinkan.

"Emm??" Tanyaku ikut bingung.

"Mbak Garin kenapa dari tadi senyum senyum ga jelas gitu? Dapat bonus dari suami ya mbak?" Tanya Nadia kepo.

"Emmm... Bisa dibilang begitu. Rejeki nomplok pokoknya."

"Bagi bagi dong mbak."

"Enak aja. Ini Bonus kusus istri, Nadia!"

"Ya ampun Mbak Garin!!! Apalah dayaku yang jomblo ini. Jiwa jombloku meronta ronta tau mbak."

"Udah udah. Ayo kerja. Hari ini klien datang ke sini kan? Persiapan makanan sudah?" Tanyaku tegas pada Nadia.

"Sudah siap Boss. Semua sudah diatur. Pokoknya tinggal jalan."

"Good job. Kamu memang the best. Nanti aku traktir makan di dapur catering." Candaku pada Nadia.

"Ye... Itu namanya bukan nraktir tau mbak. Udah Mbak siap siap aja. Bentar lagi klien datang."

"Iya iya." Aku segera mengecek lagi gambar dan stok makanan yang ada.

Aku dan Nadia menunggu kedatangan klien cukup lama. Bahkan makanan yang di siapkan juga mulai dingin.

Kita membuat janji sebelum makan siang. Tepatnya jam sepuluh. Tapi orang Indonesia kenapa selalu seperti ini. Molor. Jam karet. Ini sudah hampir jam sebelas dan mereka belum datang juga.

Aku meminta Nadia untuk segera menghubungi lagi. Padahal kita juga masih harus memantau makanan yang keluar sebentar lagi.

"Ga respon mbak."

"Ya udah kamu yang bagian nunggu mereka. Aku urus pengiriman siang ini. Udah jam sebelas. Semua makan siang sudah harus diantar."

"Siap mbak."

Catering kami memang harus tepat waktu. Para klien kita selalu menyeramkan saat mereka kelaparan.

Aku sudah tidak lagi mempedulikan kedatangan klien. Saat ini aku lebih fokus pada pengiriman besar mau pun kecil.

Semenjak aku memegang usaha ini. Aku menambahkan menu diet. Dan ternyata pesanan kita sempat membeludak. Admin yang kita tugaskan mengurus pesanan online juga sempat kualahan.

Tak terasa jam makan siang sudah hampit selesai. Sebagian mobil box sudah datang. Abang abang ojol yang menunggu pesanan juga masih banyak yang menunggu.

"Mbak, klien sudah beres. Mereka sudah kasih uang muka. Tanggal juga sudah di catat. Ada beberapa menu yang harus diperbaiki." Lapor Nadia yang datang ke dapur.

"Pinter! Ya udah kamu istirahat dulu." Perintahku.

"Siap Mbak." Ucapnya yang kemudian pergi meninggalkan aku.

Aku melanjutkan pekerjaanku lagi. Aku tahu hari ini memang melelahkan. Tapi aku harus tetap kerja. Sebentar lagi weekend. Jadi bisa puas puasin deh tidur seharian.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Sudah jam dua siang. Dan seperti biasa aku belum sempat makan siang. Dengan cepat aku berlari menuju penjual gado gado.

"Awww..." Teriakku saat menabrak seseorang.

Sial. Kenapa aku meleng begini. Tapi sepertinya langkah kakiku juga sudah benar. Tunggu, aku mencium aroma parfume yang tidak asing.

"Mas Banyu? Ngapain ke sini?" Tanyaku begitu tahu ternyata Mas Banyu yang tertabrak.

"Jadi aku ga boleh ke sini? Bukankah catering ini juga masih hak orang tuaku?"

"Bu bukan begitu." Aku kaget mendengar pertanyaan dingin itu keluar lagi.

"Apa harus menjawab pertanyaan dengan pertanyaan?" Gerutuku.

"Apa?" Tanyanya tidak mendengar.

Dia melipat tangannya di dada. Menatap kearahku. Merinding. Tapi aku suka. Kejam. Tapi aku cinta.

"Ga apa apa. Aku cuma bingung aja, kenapa Mas Banyu datang siang siang gini?"

"Ga tau." Jawabnya dingin.

Tunggu. Kenapa dis sering melipat mulut kedalam. Sepertinya dia menahan tawanya.

"Ya udah, Mas Banyu masuk dulu aja ya. Obat tadi siang udah di minum?" Ku beranikan diri untuk bertanya.

"Belum. Bukannya kamu yang bawa?" Tadi udah aku siapin dekat bajunya.

Dia segera duduk di kursi kebesaranku.

Aku pikir dia bawa obatnya. Aku sudah meletakkan di dekat pakaiannya yang di pakai hari ini. Bahkan aku sudah tidak melihat obat itu lagi.

"Aku kesini ingin meminum obat itu. Coba saja kamu cek lagi." Tantangnya.

Aku segera mencari obat penambah darah itu di dalam tas. Tunggu. Kenapa ada di dalam tasku? Kenapa di sini?

"Ini Mas. Maaf sepertinya aku lupa."

Kenapa dia melipat mulutnya ke dalam lagi? Dia menahan tawa lagi? Apa dia mengerjaiku?

"Mbak Garin!" Tiba tiba saja Nadia nyelonong masuk.

Dia lantas menundukkan kepalanya karena mengetahui kalau ada Mas Banyu.

"Maaf, maaf. Saya permisi."

"Tunggu Nad. Tolong beliin aku Gado gado depan dong. Aku belum makan." Bisikku.

"Siap. Hehehe" Dia pergi dengan tersenyum puas. Apa maksudnya?

Perutku sudah lapar sekali saat ini. Tapi manusia es ini tidak beranjak dari tempatnya. Katanya tadi cuma butuh obatnya. Kenapa masih di sini?

"Mas, apa tidak ke cafe?" Tanyaku penasaran.

"Kamu mengusir aku? Kamu keberatan aku di sini?" Tanyanya dengan nada dingin tanpa menatapku.

"Hah??"

Dia malah sama sekali tidak beranjak. Dia semakin asik memainkan ponselnya. Aneh. Manusia Es ini maunya apa?

"Bukan begitu maksudku Mas. Biasanya Mas Banyu sibuk di cafe kan? Apa lagi jam makan siang dan pulang kantor."

Dia tidak menjawab hanya tersenyum dengan ponselnya. Sudah biasa bagiku tetabaikan seperti ini.

"Sudah. Kamu kerja aja. Aku malas berdebat. Aku akan diam saja di sini. Anggap saja aku tidak ada."

"Ok." Dia malah menatapku kaget.

Seperti ada raut kekecewaan saat dia kembali menatap layar benda pipih itu. Sebenarnya dia kecewa dengan aku atau dengan ponselnya?

Ya seperti yang dia katakan, aku akan bekerja seperti biasanya. Tapi perutku belum bisa diajak bekerja.

Aku duduk di sofa panjang yang ada di ruangan ini. Perutku lapar sekali. Aku menunggu dengan menundukkan kepalaku.

"Mbak, ini pesanannya."

"Thank you Nadia!!" Aku segera mengambil sendok dan piring.

Aku buka bungkusan gado gadoku. Tampak nikmat seperti biasanya.

"Kamu baru makan?" Tanya Mas Banyu bingung.

"emmm" Aku menganggukinya karena mulutku penuh.

"Kenapa baru makan?"

"Memang biasanya seperti ini. Pasti sama seperti karyawan Mas Banyu yang akan beristirahat atau makan siang setelah jam makan siang. Mas Banyu mau?"

"Ga." Jawabnya singkat.

Dia kembali menatap layar ponselnya. Tersenyum. Aku kembali melanjutkan makanku.

Belum juga selesai aku makan sudah ada Seno yang menunggu.

"Mbak, Mas Seno udah datang."

"Suruh masuk aja."

"Garin, Garin. Kebiasaan. Jam segini baru makan." Seno masih tidak menyadari adanya Mas Banyu.

"Ehheemm" Mas Banyu mulai bersuara.

"Oh Mas Banyu. Apa kabar?"

"Baik!"

"Udah No, langsung aja. Mas Banyu cuma istirahat. Jangan ganggu dia. Biar cepet. Daging daging besok pagi harus udah sampai. Besok kalau aku belum datang, Nadia yang cek." Aku segera membuka catatan untuk jumlah dan jenis daging.

"Sabar. Aku duduk dulu." Tapi seperti biasa dia selalu mencuri kerupukku jika dia tahu aku makan Gado gado.

"Ini jumlahnya. Tagihan minggu ini besok baru aku bayar. Seperti biasa."

"Ok Bu Boss." Tanpa sadar dia sudah menghabiskan kerupukku.

"Seeennnnoooo!!!" Pekikku yang tidak terlalu nyaring.

"Aaawww" Reflek aku mencubit pinggangnya.

"Ehemmm" Mas Banyu bersuara lagi.