Hadyan kembali dari ruang kerjanya. Matahari sudah menyingsing dan seluruh penghuni istana sudah terlelap. Ia masuk ke dalam kamar sepelan mungkin. Dilihatnya pemandangan yang sangat menyejukan mata. Sosok yang ia rindukan kini sedang tidur di tempat seharusnya, yaitu di ranjang mereka. Tasia masih terlelap dalam posisi yang sama persis seperti ketika sebelum Hadyan meninggalkannya untuk bekerja.
Wanita itu tidur tengkurap karena seluruh punggungnya dibiarkan terbuka dengan baluran obat berwarna hijau kehitaman. Meski merasa senang karena ternyata Tasia tidak menunjukkan perasaan takut padanya, namun Hadyan tetap tidak bisa bernafas lega. Melihat sang permaisuri menderita, bagaikan sebuah sayatan belati pada jantungnya.