Max membawa Lia ke pekarangan samping club'. Sebuah bangku dengan rimbun bunga warna warni dan cahaya lampu hias.
"Kenapa semua ini bisa terjadi sih!" Gerutu Lia kesal pada diri sendiri, max hanya tersenyum tipis dan mempersilahkan Lia duduk lebih dulu, gadis itu masih terlihat tegang dan kesal.
"Kau tunggu disini dulu, aku akan beli minuman" ujar max, Lia tak menoleh lagi. Dia langsung mengangguk saja. Kedua tangannya menyeka kasar pangkal rambut panjangnya yang bergelombang.
Lia duduk sendirian di kursi kayu di taman, tak jauh dari hingar bingar suasana di dalam. Mengharap max cepat kembali karena tenggorokannya sangat haus.
Lia berdiri dengan kesal, seakan gejolak di dada membuatnya merasa kecewa menyadari apa yang max katakan memang masuk akal. Jadi manager, supervisor, mereka biasa menjual pelayan pelayan mereka? Lia sulit percaya. Dia merasa kecewa dan rendah diri. Berbagai emosi seakan menyesakkan dada Lia, membuat air matanya turun. Ya harga dirinya sungguh tak ditanyakan disini. Mereka memandang dia begitu remeh hanya karena uang. Dia memang butuh uang tapi bukan berarti dia akan menerima segala macam jenis pekerjaan. Lia dengan cepat menghapus air matanya. Suara berat menghampiri Lia.
"Nih!" Lia tak membalikkan badan, dia hanya menerima uluran tangan pria yang ada di belakangnya. Gadis itu menyembunyikan wajah sendunya. Lia meneguk cepat karena dahaga tapi rasanya!
"Eun!" Gadis itu tersedak, dia memegangi tenggorokannya. Terkejut tapi sudah terlanjur tertelan.
"Apa itu rasanya enak?" Bukan max, seorang pria yang tadi Lia lihat. Pria dengan turtleneck abu.
"Maaf aku mengejutkan. Aku hanya melihat kau duduk sendirian disini, dan aku rasa aku harus menemanimu" ujarnya ramah. Lia kembali duduk dan sedikit menggeser posisinya hingga pria itu bisa duduk di sebelahnya. Pria itu melihat gelas kosong di tangan Lia. Dia menuang botol yang ada di tangannya, mengisi gelas kosong Lia. Membuat mata gadis itu terbelalak.
"Malam yang bagus ya" ujarnya dengan nada yang hangat. Lia mengangguk kecil, matanya memperhatikan cairan bening di dalam gelas. Dia tahu itu bukanlah air mineral, tapi dia sudah tak ada waktu untuk membantah. Lia kembali meneguk minuman yang tadi dia sudah rasaakan.
"Ada apa?" Tanya pria asing itu menoleh ke arah wajah Lia, dia memperhatikan raut murung gadis yang duduk di sisinya.
"Tidak.." balas Lia singkat. Pria itu terus memperhatikan Lia dan gadis itu menghindarinya.
"Kau sendiri, apa yang kau lakukan saat di acara seperti ini?" Pria itu segera berdiri mendengar pertanyaan Lia, dia mengantungi telapak tangan dan tersenyum manis.
"Ya kau benar. Aku harus kembali pada rekanku" ujarnya bangkit lalu mengibarkan tangan dan pergi kembali masuk ke dalam club'.
Lia menuang lagi sisa botol yang ditinggalkan pria tadi. Wajahnya jadi merah dengan senyuman sinis yang tak jelas.
"Ini--" max membelalakkan mata melihat botol Vodka di samping Lia.
"Kapan kau punya ini?" Tanya max bingung, dia memperhatikan wajah Lia yang sudah berubah.
"Seseorang memberikan padaku saat aku merasa hau"
"Kau mabuk ya?" Wajah max sedikit cemas. Dan gadis itu malah mengangguk lemah. Yakin dan percaya jika dia memang sudah di bawah pengaruh minuman beralkohol.
"Aku merasa kepalaku sedikit berputar dan membuat wajah tampanmu terlihat lucu" ujar Lia mencolek ujung hidung max, gadis itu benar sudah mabuk. Max memegangi pundak Lia yang hampir roboh.
"Kau ini!" Gusar max membimbing tubuh Lia untuk bangkit dari kursi. Dia merangkul pundak Lia dan menuntun masuk ke dalam gedung menuju arah lift.
"Kenapa lantai ini tidak rata?" Gumam Lia tak jelas, max menggeleng saja. "Aku tak bisa terus menyusahkan mu, aku butuh tempat untuk berbaring" gumam Lia pada max, membuat pria itu berdecak kesal.
"Iya, aku memesan kamar di lantai atas, kita sedang menuju ke sana!" Ujar max menahan kesal. Tapi wajah merona Lia, membuat pria itu juga menahan senyuman. Lia memang cantik.
"Namaku Lia, siapa kau?" Tanya Lia berjalan sempoyongan. Max mengeratkan gandengannya di pinggang dan pundak Lia. Ah wangi tubuh mereka bercampur ditambah bau alkohol, membuat max akan mengenang bau ini.
"Max, kau tahu tidak kalau kau tampan?" Max tak menjawab. "Kau tahu tidak kalau aku cantik?" Max juga tak menjawab, dia menekan tombol lift dan menuju lantai atas, dimana max menyewa kamar.
"Maaf, jawab!" Ujar Lia manja. Dia mendorong punggungnya hingga bersandar pada lift, membuat tangan max terpentok dan menahan sakit. Lia menatap max dengan mata sayu, max tak ambil peduli membuat gadis itu semakin kesal.
"Maxx!!" Rengeknya sekali lagi. Kedua tangannya mencengkram dan menarik pangkal leher pakaian max, membuat mata pria itu membulat karena terkejut. Dan wajah mabuk Lia membuat deru jantung max tak karuan. Apa yang dia lakukan?
"Lepas" ujar max datar berusaha menguasai diri. Tapi Lia malah melotot seakan menantang max.
Pintu lift terbuka. Tadinya max akan menggandeng Lia, tapi gadis itu melangkah lebih dulu. Lia berjalan dengan kedua tangan meraba dinding takut kehilangan keseimbangan tubuh. Max mengikuti dari belakang.
Max membuka sebuah pintu tapi Lia hanya melewati saja. Membuat max menoleh dan menyorot punggung Lia sedikit jengkel. Max menjangkau pergelangan tangan Lia, dan menarik gadis itu masuk.
Max membiarkan Lia berpikir sendiri, gadis itu malah lebih jelas terlihat bengong daripada berpikir, dia duduk di tepi ranjang. Sementara max membuka satu persatu kancing kemeja sutra yang ia kenakan. Mengacak ngacak rambutnya yang rapi. Ini kamar favorit nya. Keluarganya mengenal dekat pemilik club' ini, walaupun belum sekalipun max bertemu dengan si pemilik itu.
Lia berdiri dengan wajah tertegun. Dia mendongakkan kepala, membuta mata dengan terkejut. Hingga matanya bertemu dengan tatapan tajam max, seketika jantung Lia seakan meloncat keluar. Berdebar hebat. Dia sulit menguasai dirinya.
"Max.." lirihnya. Dan pria itu menangkap jelas. Membuat max melangkah perlahan mendekati posisi Lia. Gadis itu berusaha mengalihkan pandangan dan mundur tapi posisinya sudah mentok ke kasur. Dan dia hanya bisa merasakan tarikan bertenaga dari telapak tangan lebar yang bertengger di pinggangnya.
Lia merasakan tubuhnya di Pepet oleh max, seakan pria itu sedang memeriksa degup jantung di dadanya. Max meletakkan kepalanya di pundak Lia dan berbisik di telinga.
"Apa yang kau lakukan? Kau bisa terjatuh" ujar max menggetarkan hati Lia, membuat seluruh tubuhnya berdesir panas, merinding. Lia hanya merasa suara berat max begitu membuatnya bergelora. Seakan membangunkan banyak gairah tersembunyi pada tubuh gadis itu. Suara bisikan max membuat daun telinga Lia merah, dia seakan tak mampu menahan gejolak tubuhnya, Lia menggigit bibir bawahnya. Kenapa dia begitu bergairah?
"Max, apa kau nyata?" Tanya Lia lirih.
"Nyata?" Max bingung dengan pertanyaan Lia. "Apa maksudmu?" Tanya max tak mengerti.
"Aku merasa pria sepertimu hanya ada di dalam dongeng" ucapan Lia membuat pupil mata max bergetar, apa dia sedang menggoda? Max mengangkat tangan menempelkan telapaknya pada permukaan leher Lia, hangat. Hingga dia sadar jika max bukanlah khayalan
Max bisa melihat tenggorokan Lia yang menelan ludah. Dia juga bisa melihat bibir terbuka gadis dihadapannya, seakan Vodka tak pernah bisa membebaskan dari dahaga. Wajah yang menggoda dan sensual membuat max sadar betul dengan ambang batas dirinya. Max mendorong tubuh Lia hingga terdesak di tembok.
"Katakan padaku, apa kau masih merasa ini mimpi?" Bisik Max sekali lagi. Lia menghela nafas dalam. Seakan sadar jika ini adalah nyata. Pria tampan dan gagah di hadapannya adalah nyata.
Max lelah menahan diri. Dia sudah berusaha tapi apa ini? Pria itu menyingkap rambut Lia ke belakang punggungnya. Ujung jarinya menggosok lembut kulit wajah Lia hingga ke permukaan bibir dan sepanjang leher. Membuat gadis itu semakin lemah, bahkan lututnya sudah tak sanggup lagi menahan diri. Max memutar badan Lia hingga gadis itu terpenjara oleh tembok. Bibir max menggosok leher belakang Lia, mencicipi kulit terbuka yang menggodanya sedari awal bertemu. Debaran dan lonjakan yang membuat Lia tak mampu menahan diri. Meski Lia tak bisa melihat raut wajah max, tapi dia bisa membayangkan ketampanan dan kejantanan pria di belakang punggungnya.
"Are you ready?" Bisik Max di belakang telinga Lia, semakin memberontak. Semakin panas dan menghancurkan.
"Kau sengaja menggoda dan menghancurkan pertahanku ya?" Lanjut max membuat Lia tak bisa lagi membalas. Haruskah dia berteriak, lanjutkan saja jangan banyak bicara! Tapi gadis itu hanya diam, menutup mata, menggigit bibir dan menikmati tingkah max yang membuat mabuknya kian parah.
Max memutar lagi badan Lia dan menatap wajah gadis di depannya, Lia mencoba menatap wajah max, dari raut itu jelas terlihat dia menginginkan sesuatu yang lebih. Lia mengangkat tangan dan menopang rahang tegas max. Membuat pria itu gantian menelan ludah dan menjilat bibirnya agar basah.
"Aku menginginkanmu" bisiknya sambil menempelkan bibirnya di pangkal rahang Lia, mengecup, menjilat dan menggosok dengan bibirnya. Menjalar hingga daun telinga. Max menurunkan tubuhnya. Mencium leher Lia, semakin menurunkan kepala dan membuat tanda disana.
Lia sudah tak mungkin mengontrol diri, dia mencoba membalas dengan melingkarkan tangan di pinggang max, otot perut kencang dan membuat Lia menginginkan lebih lagi. Tensi keduanya terus naik.
"Aku tidak berpikir akan jatuh padamu malam ini." Tatapan Lia meneliti sudut wajah max yang terangkat, dia menyentuh lembut ujung hidung mancung max memberi kecupan kecil sebelum bibir mereka bertemu dan melumat dengan lahap. Max menjeda ciuman Lia, dia menarik tubuh gadis itu hingga menempel pada otot dadanya, memeluk erat dan mengelus lembut rambut lembut Lia. Dia seakan sangat menyayangi gadis ini.
Lia sendiri tak mengerti, apa karena alkohol atau apa. Baginya max sangat mempesona terutama malam ini.
Max mengeratkan pelukan hingga Lia masih bisa merasakan hawa panas di pipinya. Pria itu menatap wajahnya sekali lagi sebelum,
Lia terjatuh.