Nyali Ethan sedikit ciut ketika melihat tatapan itu.
"Mu-Mungkin bapak harus mengawalnya biar dia gak malu," ucap Ethan agar satpam itu kembali melihat ke arah Carolina, dan sesuai dugaannya, setelah satpam itu melihat ke arahnya, tatapan Carolina kembali seperti semula.
"Ayo neng, gak usah malu-malu," satpam itu kembali menghampiri Carolina. Melihat satpam itu yang sepertinya tidak akan berhenti mengganggunya, Carolina akhirnya menurut ikut bersama satpam itu.
"Jadi… ada yang bisa oppa bantu?" tanya Ethan sambil mengedipkan matanya, menggoda wanita itu. Entah kenapa Ethan merasa tertarik setiap kali melihat wanita itu berusaha menyembunyikan sifat aslinya.
"Gak ada kok, lihat pak Ethan dari dekat aja sudah cukup. Pak Ethan pasti sibuk banget kan ya sebagai ceo, pasti banyak laporan yang perlu bapak baca," ucap Carolina sambil tersenyum.
"Lo cuma bisa mimpi jika mengira gue akan pura-pura jadi fans lo!" pikir Carolina.
Pak satpam yang mendengarkan itu hanya menganggukan kepalanya, "Syukurlah ternyata neng Carol bukan fans yang histeris ketika melihat idolanya,"
Ethan sedikit kecewa ketika melihat Carolina tidak berpura-pura menjadi fansnya yang histeris, meminta tanda tangan atau minta foto bareng. Melihat bahwa keadaan sudah tidak seru lagi, Ethan kembali menjadi serius.
"Iya, terima kasih. Kamu mau naik ke atas kan? Ayo kita sama-sama," ucap Ethan, dia kemudian menatap satpam tadi dan berkata, "Bapak bisa kembali,"
Satpam itu mengangguk dan kembali ke posisinya. Ethan baru saja akan balik melihat ke arah Carolina, tapi wanita itu sudah tidak ada di tempatnya tadi. Ketika Ethan berbalik, dia bisa melihat wanita itu sedang menyapa resepsionis yang sudah berada di mejanya dan segera pergi menuju ke arah lift.
Melihat itu, Ethan kembali melangkahkan kakinya, setelah menyapa resepsionis, dia akhirnya berhasil menyusul Carolina yang masih menunggu lift untuk turun.
"Kenapa kamu jalan duluan? Bukankah sudah kubilang kalau kita bisa sama-sama," ucap Ethan, tapi pandangannya lurus ke depan dan tidak memandang Carolina.
"Apa pernah gue bilang gue mau kita sama-sama ke naik ke atas?" tanya Carolina sengit dengan suara pelan, agar hanya Ethan yang mendengarkannya.
"Yah… nggak sih, tapi kan gak masalah juga kita naik bersama, kan?" balas Ethan akhirnya sambil mencoba melihat ke arah Carolina yang berada di sebelahnya, tapi lagi-lagi wanita itu sudah tidak ada. Saat Ethan melihat ke arah depan, wanita itu sudah berada di dalam lift dan siap menekan tombol untuk menutup pintunya.
"Hei!" ucap Ethan lalu dengan buru-buru menekan kembali tombol lift itu, setelah lift itu kembali terbuka, Ethan segera masuk ke dalamnya.
"Bukankah seharusnya kamu menungguku?" tanya Ethan setelah mereka berdua ada di dalam lift. Ethan lalu menekan tombol 6, karena di situ ruangannya berada.
Carolina hanya diam saja dan mengabaikannya, pria itu sudah terlanjur mengetahui sifat aslinya, jadi dia tidak perlu berpura-pura untuk bersikap manis lagi padanya, bukan?
Melihat wanita itu hanya diam saja, Ethan mengernyitkan dahinya, dia tidak pernah bertemu dengan orang yang benar-benar mengabaikannya. Untuk pertama kalinya, ada yang mengabaikannya!
"Jadi bagaimana keadaanmu selama seminggu ini?" tanya Ethan, berusaha mencari topik pembicaraan agar wanita itu tidak mengabaikannya lagi tapi lagi-lagi Carolina hanya diam saja.
Carolina sebenarnya tidak terlalu mendengarkan apa yang dikatakan oleh Ethan di dalam lift karena dia sedang memikirkan sesuatu.
"Kalo gue jual tanda tangan si apel merah itu dengan harga 100 ribu rupiah, berarti kalau 10 udah 1 juta. Hmm… gimana caranya biar gue bisa minta tanda tangannya tanpa perlu pura-pura jadi fansnya?" pikir Carolina yang setelah melihat Ethan kembali, mulai memikirkan untuk menjalankan ide bisnis yang sempat dia pikirkan sebelumnya, kan lumayan buat bayar uang indekos!
"Ah, sudah sampai. Gue duluan, ya!" ucap Carolina begitu pintu lift kembali terbuka dan menunjukkan angka 4. Dia segera melangkahkan kakinya ke luar.
Ethan hanya menatap wanita itu dengan tatapan bingung, apakah dia sengaja mengabaikannya? Atau jangan-jangan dia memakai trik tarik ulur seperti di drama romantic comedy?
"Hmph wanita ini! Dia terlihat begitu ketus padaku. Sebenarnya kamu mulai tertarik padaku kan?" pikir Ethan menarik kesimpulan
***
"Apakah setelah ini aku ada rapat lagi?" tanya Ethan kepada Agung setelah mereka keluar dari ruang rapat. Seperti minggu lalu, Ethan menyuruh Agung untuk memanggil para wakil direktur untuk mengadakan rapat, untuk membahas ide bisnis yang telah mereka kumpulkan pada hari jumat.
Dari beberapa ide bisnis yang masuk, Ethan tertarik dengan ide bisnis untuk membuat NamTech merilis sebuah permainan karena sumber daya untuk hal tersebut sebenarnya sudah ada. Ethan kemudian menyerahkan tugas itu kepada wakil direktur teknologi untuk mengatur tim baru untuk mengaplikasikan itu dan menyuruh para wakil direktur lain untuk terus mencoba mencari tahu bagaimana kondisi pasar pada sebuah permainan.
"Pak Ethan akan ada pertemuan dengan orang dari Qi Inc," jawab Agung.
"Qi Inc?" tanya Ethan, nama itu terasa tidak asing di telinganya.
"Itu adalah perusahaan yang pak Ethan tolak untuk melanjutkan kerja sama. Mereka sebelumnya pernah bekerja sama dengan NamTech dan proposal bisnis yang kemarin mereka kirimkan itu untuk melanjutkan kerja sama yang dulu pernah terjalin dengan ibu Wang," ucap Agung menjelaskan hubungan Qi Inc dan NamTech.
"Setelah mereka mengetahui pak Ethan menolak proposal bisnis mereka. Mereka ingin berbicara secara langsung, tapi karena pak Ethan sedang ada di Korea Selatan dan hanya bisa ada hari senin, aku sudah mengatur pertemuannya pada hari senin," jelas Agung lagi.
"Atau… pak Ethan tidak ingin menemui mereka?" tanya Agung, karena mengetahui bahwa Qi Inc pernah bekerja sama dengan NamTech, Agung tidak ingin mereka dalam hubungan yang buruk jadi dia sudah membuat jadwal pertemuan pada hari senin, waktu di mana Ethan datang ke Indonesia.
"Jam berapa pertemuannya?" tanya Ethan yang kini telah masuk kembali dalam lift disusul oleh Agung.
"Jam 12 siang. Karena mereka datang dari jauh, aku mengatur pertemuan sekalian untuk makan siang di hotel A,"
"Apakah hotel itu jauh dari sini?" tanya Ethan melirik jam tangan yang dia kenakan, 9:30.
"Lokasinya tidak jauh, mungkin sekitar 30 menit jika naik mobil," jawab Agung.
Ethan mengangguk ketika mendengarnya, "Apa aku memiliki jadwal lagi setelah itu?"
Agung kembali membuka buku yang selalu dia bawa, sebelum akhirnya berkata, "Ceo Nusa Bangsa akan merayakan pesta ulang tahun istrinya ke 50 tahun nanti malam dan mengundang beberapa petinggi perusahaan lainnya, termasuk NamTech. Apa pak Ethan ingin menghadirinya?" tanya Agung.
Ethan berpikir sebentar sebelum akhirnya berkata, "Apa aku harus menghadirinya?"
Kelihatannya pesta itu akan dibuat mewah dan sepertinya beberapa media akan menghadirinya. Jika dia terlihat di sana, pasti sebuah artikel tentang dirinya akan muncul, kan? Jadi Ethan sedikit ragu untuk menghadirinya.
"Tidak kok, tapi saranku sebaiknya pak Ethan datang, untuk membangun relasi dengan para petinggi perusahaan lainnya," ucap Agung. Di dalam pekerjaan seperti ini, membangun relasi dengan orang lain itu sangatlah penting.
"Kalau begitu aku tidak akan datang," jawab Ethan yang melangkahkan kakinya untuk keluar dari lift. "Tolong sampaikan undangan itu ke pak Nam, ah tidak, papa pasti tidak akan menghadirinya juga. Cari tahu apa yang disukai oleh istrinya dan kirim hadiah yang pantas sekalian dengan kartu ucapan selamat," ucap Ethan lagi.
"Baik pak Ethan," jawab Agung.
"Apa ada lagi?" tanya Ethan yang kini telah berdiri di depan ruangannya.
"Tidak pak," jawab Agung. Mendengar itu, Ethan langsung masuk ke dalam ruangannya.
***
"Pak Andi, ini fungsi yang pak Andi suruh buat udah jadi," ucap Carolina, berkata dari tempat duduk yang sebelumnya milik programmer yang menghilang dan sekarang menjadi meja kerjanya.
"Kamu buatnya masih di local host* kan? Coba scriptnya kamu masukan ke web hosting* dan lihat apakah fungsinya jadi. Nanti aku kirimkan username dan password hostingnya," jawab Andi tanpa menoleh ke arah Carolina.
(Local host = singkatnya, program yang dibuat hanya bisa diakses di jaringan komputer tersebut dan tidak online, sementara web hosting programnya sudah bisa diakses online)
"Ah, baik," jawab Carolina kemudian membuka alamat email kampus yang dia serahkan kepada Andi sebelumnya.
"Dari dulu aja kek dikasi username dan passwordnya biar gak ribet gini. Tapi kayaknya sekarang karena gue udah dikasi aksesnya, berarti dia mulai percaya sama gue kan ya," pikir Carolina yang senang karena sebelumnya jika pekerjaannya sudah selesai, Andi datang mendekati mejanya untuk mengeceknya, jika dia malas untuk berdiri, dia hanya mengakses komputernya dari komputer di meja kerjanya.
Baru saja Carolina akan memasukan username dan passwordnya, tiba-tiba Desi, satu-satunya wanita di tim itu, berteriak.
Carolina menoleh ke arah teriakan itu dan terkejut dengan apa yang dia lihat.
"Kenapa si apel merah ada di sini?" pikirnya