"Woi! Pada ngapain di sini!" seru Kafka. Di sebelahnya ada Vina yang tersenyum melihat Randu sama Claudia duduk berdempetan seperti sekarang.
Randu terkesiap kemudian berdiri disusul Claudia.
"Ada yang tau kalo gue ada di sini?" tanya Randu. Dia melihat di belakang Kafka. Sepi.
"Gak ada. Si Vina tadi nyamperin dua jam kagak balik kirain ngapain aja," jawab Kafka. "Paling si Silvi yang heboh waktu lo ilang."
Oh iya bener si Silvi, batin Randu. Cewek itu yang udah nyebabin Claudia ada di sana saat ini.
"Gue duluan kalo gitu." Randu melewati bahu Kafka begitu saja. hendak ke mana tapi mereka tidak bertanya.
"Lo gak apa-apa?" tanya Vina cemas.
"Ya gak apa-apa lah, kan ada kakang Randu di sebelah tadi," ledek Kafka dengan senyumnya yang meledek.
"Tapi siapa yang udah lo bikin di sini?" Kafka bertanya serius kali ini.
"Yang demen banget sama Kak Randu siapa?" Claudia balik bertanya.
"Silvi maksud lo?"
Claudia mengangguk.
**
Randu masuk ke dalam ruangan yang berisi panitia kelas dua. Dia mengedarkan pandangan untuk menemukan bayangan Silvi.
"Nyari siapa Ran?" tanya Galih.
"Silvi, liat dia gak?"
"Lagi di kamar mandi, mandi katanya," jawab Galih.
Melihat Randu langsung pergi membuat Galih melongo. "Woi Ran! Gak mau ngintip kan?"
Tapi teriakan itu diabaikan oleh Randu. Dia gegas menuju kamar mandi dan menunggu Silvi di depan kamar mandi.
Beberapa menit kemudian Silvi selesai mandi. Dia keluar kemudian melihat Randu dengan tangan bersedekap kemudian meliriknya dengan tajam.
"Ran—Randu?" panggil Silvi tak percaya. "Lo ngapain di sini?"
Tanpa banyak kata Randu langsung menarik tangan Silvi, dia kemudian mendorong tubuh Silvi hingga terpojok di dinding kamar mandi.
"Sebenernya lo mau apa?!" desis Randu, wajah mereka hanya berjarak beberapa inci saja.
"Kok—lo begini sama gue." Ini bukan adegan ciuman, melainkan ancaman.
"Lo udah bikin gue sama Claudia kekunci di sana berdua. Maksud lo apa jebak dia dengan nyuruh dia ke sana?"
"Gue gak suka dia Randu!" pekik Silvi kesal.
Mata Randu membulat.
"Gue benci sama dia! Karena udah bikin lo jauh dari gue! Sebelum ada dia, lo selalu sama gue. Tapi sekarang?!"
Randu mengembuskan napasnya dengan berat. "Lo tau kalo gue selama ini gak pernah ada perasaan apa-apa sama lo kan? Jadi gue mohon lo jangan berharap lebih sama gue!"
"Tapi gimana sama ciuman itu?" Silvi mengungkitnya.
"Itu karena lo mau kan? Dan waktu itu gue khilaf."
Mendengar jawaban itu tangan Silvi sontak melayang kemudian mendarat dengan keras di pipi Randu.
"Lo emang brengsek, tapi gue gak tau kalo lo ternyata sebrengsek ini!" silvi kemudian pergi dari hadapan Randu dengan perasan yang bergemuruh.
Apapun yang dilakukan oleh Randu untuknya selama ini selalu membuat dirinya jadi baper. Tapi lihat saja lelaki itu, ternyata dengan Silvi tidak pernah menyimpan perasaan apapun.
"Gue benci sama Randu!" Silvi masuk ke dalam ruangan. Dia mengusap air matanya dengan kasar.
"Lo kenapa?" tanya Galih. "Tadi dicari sama Randu, udah ketemu?"
"Diem!" sentak Silvi membuat Galih terkejut.
**
Claudia sedang memasak dengan Vina dan juga Desy. Sementara yang lainnya melakukan tugas seperti bersih-bersih dan melakukan kegiatan individu untuk memperoleh nilai.
"Lo kenapa ngelamun aja dari tadi?" Vina menyenggol bahu Claudia, perempuan itu langsung tersenyum kaku.
"Ngapain aja sama kak Randu, heh?!"
"Ngapain emangnya, ya nungguin bantuan lah," sahut Claudia pelan. Tapi batinnya tersenyum.
Gara-gara ciuman pertamanya tadi membuat Claudia terus kepikiran sampai sekarang. Bahkan sesekali dia menyentuh bibirnya dengan ujung jarinya sendiri.
"Balikan sama dia?"
Pertanyaan dari Vina mendadak membuatnya langsung tersadar.
"Balikan gimana, dia aja masih punya cewek."
"Tapi kalo dia udah gak punya pacar, lo mau sama dia?"
Claudia diam. Mungkin saja iya.
**
Silvi gak gabung sama temen-temennya yang lain. Gara-gara kejadian tadi membuat dia sedikit menyesal karena udah menampar Randu pakai tangannya.
Sekarang—dia tengah menyesal dan melihat telapak tangannya yang pucat.
"Abisnya lo brengsek Ran, gue beneran suka sama lo. Tapi bisa-bisanya lo sukanya sama Claudia," gumam Silvi.
Suara langkah terdengar. Silvi pura-pura memejamkan matanya.
"Nyari siapa Ran?" Suara Ratih terdengar di telinga Silvi.
"Silvi masih tidur?"
"Iya tuh, kenapa?"
"Gak apa-apa. Gue mau numpang ngecharge hape gue bentar."
"Oh taroh aja di sana, mau ngecek anak-anak ya."
"Hmm, iya. Nitip bentaran ya."
Hening. Silvi kemudian membuka matanya. Dia langsung keluar dan menemui Ratih.
"Eh tadi ditanyain sama Randu," lapor Ratih.
"Iya gue udah tau."
"Kirain sakit."
"Sakit hati."
"Hapenya Randu mana?"
"Tuh." Ratih menunjuk dengan matanya.
Dengan iseng Silvi kemudian menyalakan ponsel Randu. Gak tau buat apa, toh dia juga gak tau password ponsel milik Randu.
"Eh, tar kalo Randu tau ngamuk. Sil." Ratih mencoba untuk mengingatkan.
"Tar gue matiin lagi."
Tak lama, Silvi mencoba untuk membuka kuncinya tapi hasilnya nihil. Hingga sebuah panggilan membuat Silvi terkejut.
"Halo Randu?" sapa Bela di ujung telepon.
Ini baru pertama kalinya Silvi mendengar suara dari Bela.
"Oh Bela ya? Sorry ini hape Randu ada di gue, lagi nitip cas tadi."
"Ini siapa?"
"Gue Silvi."
"Oh SIlvi—kalo gitu bilangin Randu kalo gue telepon ya nanti kalo dia udah balik."
"Oke, Bel. Tenang aja. Oh ya kapan lo balik ke sini?"
Hening lima detik.
"Emangnya kenapa Sil?"
"Lo kayaknya harus balik deh, soalnya di sini Randu suka sama cewek."
Bela malah terkekeh.
"Gue serius bilang sama lo, kalo gak percaya gue ada fotonya si Randu ciuman sama cewek, adik kelasnya."
Telpon pun terputus.
**
Randu menyalakan ponselnya. Dia terkejut ketika mendapatkan banyak pesan dari Bela malam itu.
"Oh ya gue lupa gak telepon dia tadi," gumam Randu.
Dia pun langsung menghubungi Bela. Namun terdengar suara perempuan itu sedang menangis.
"Bel, kamu kenapa?" tanya Randu bingung.
"Bel?"
"Kamu—lagi suka sama anak kelas satu ya Ran."
Wajah Randu menegang seketika.
"Namanya siapa? Dia cantik? Kok kamu bisa ciuman sama dia sih?"
Tiba-tiba perasaan sakit merayap ke dalam hati Randu.
"Kamu—tau dari mana Bel?" tanya Randu cemas.