Claudia sama sekali gak bisa konsen gara-gara Randu ada di dalam bus yang sama dengannya.
Ia pikir selama berkemah dirinya gak akan ketemu sama mahkluk usil itu lagi, yah setidaknya selama lima hari. Tapi ternyata keinginan Claudia sepertinya tidak terkabul. Dia lupa kalau Randu adalah kakak kelas yang sibuk dan punya banyak kegiatan di sekolah.
Randu berdiri. Vina nyenggol bahu Claudia.
"Dia mau ngabsen," bisik Vina.
Claudia malah pura-pura tidur. "Bangunin kalo udah sampe ya."
"Ih!"
Kemudian tak berapa lama, Claudia mendengar suara Randu mengabsen kursinya. Cukup lama sampai Claudia gak sabar dan buka matanya sebelah.
"Ati-ati tar mabok," komen Randu baru setelah itu dia berjalan ke kursi belakang.
Claudia mencebikkan bibirnya, melihat ke arah Randu yang mengabsen kilat di kursi anak-anak yang lain.
"Gue ngerasa kalo dia itu sengaja Clau," komen Vina.
"Udah deh, jangan bikin gue GR," sahut Claudia.
"Kenapa emangnya?"
"Gak apa-apa, gue cuma ngerasa dimainin sama dia aja."
"Lagian dia kan cuma LDR. Pasti dia ngerasa kesepian juga sih Clau."
"Ya kalo gak bisa LDR dia kan bisa mutusin hubungan dia, gak bikin semuanya jadi rumit."
"Lo bilang begini karena udah suka sama dia?" tebakan Vina membuat Claudia menoleh ke arah Vina dengan dramatis.
"Bukan, gak begitu. Cuma—"
"Lo gak bilang gue udah tau cara lo ngehindarin dia, karena kalo lo udah gak suka sama dia pasti bakalan biasa aja."
Suara langkah Randu terdengar, Vina dan Claudia sontak diam.
"Vin." Randu menepuk bahu Vina. Vina mendongak.
"Ya, kak?"
"Bisa minta tukeran bangku bentar gak, sampe ke tujuan deh."
Mata Claudia melotot. Ini sih bukan bentar, tapi dua jam?!
"Oh oke." Claudia menarik lengan Vina. Kemudian menelengkan kepalanya. Seakan berkata plis jangan. Tapi Vina dengan senyum centilnya langsung berjalan ke bangku paling depan dan duduk di sebelah Silvi.
Randu kemudian duduk, dia menyandarkan punggungnya dengan tangan bersedekap. Kacamata yang sejak tadi ia letakkan di atas jidat ia pakai. Dia mau tidur.
Hujan gerimis membuat suhu di dalam bis semakin dingin. Claudia mengeratkan jaketnya. Dan perlahan, matanya mulai berat karena obat anti mabok yang dia minum beberapa menit yang lalu.
Suara nyanyian sumbang dari teman-teman sekelasnya perlahan memudar. Hingga kemudian Claudia tidur dengan kepala bersandar di bahu Randu.
Randu tersenyum tipis, dia membuka ponselnya ketika mendapatkan pesan dari Bella.
Bella: Mau telepon bisa gak? Aku lagi gak masuk sekolah.
Randu: Aku lagi di perjalanan, nanti aja ya kalo udah sampe.
Bella: Miss you.
Randu: You too.
Ketika Randu hendak menyelinapkan ponselnya ke dalam saku. Silvi sudah berdiri di depannya.
"Tega banget sih," desisnya.
Randu menaikkan satu alisnya.
"Udah duduk sana, jangan di sini gak enak dilihatin sama yang lain," balas Randu.
"Balik Ran."
"Kenapa lo jadi nyuruh-nyuruh gue?"
Silvi melebarkan matanya. "Serius lo nyebelin banget!"
Suara Silvi membuat Claudia terbangun. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri kebingungan. Hingga wajahnya berakhir menatap Randu.
"Udah balik tidur aja," kata Randu pelan pada Claudia.
"Ran, cuma gue yang mau nerima lo. Lo udah punya cewek gue juga gak peduli, tapi kenapa lo harus ngebet banget sama dia sih!"
Sontak suara bisikan-bisikan di seluruh bus terdengar. Bahkan pandangan mereka terarah pada bangku Claudia.
"Kok jadi nyari ribut?" tanya Randu dengan tenang.
"Kak, udah mending balik aja dari pada—"
CKIIT!!!
Suara rem berbunyi, semua tubuh siswa yang ada di depan terdorong ke depan. Termasuk Claudia.
Tangan Randu dengan cekatan melindungi kepala Claudia. Tapi naas, Silvi terjatuh terseret sampai ke bangkunya.
Randu menatap panik. Ia berdiri kemudian berjalan ke arah Silvi.
Silvi mengaduh kesakitan, ketika dia melihat Randu berjalan ke arahnya dia memperdalam aktingnya dengan mencicit kesakitan.
"Berdiri Sil, jangan dramatis," kata Randu. Dia mengulurkan tangannya pada Silvi.
"Lo tega banget Ran, udah jelas kalo gue yang bakalan jatuh tapi masih aja ngelindungin cewek itu!"
"Pak, kenapa?" tanya Randu mengabaikan pertanyaan Silvi.
"Ada kambing nyebrang mendadak mas," jawab si supir.
"Tapi mobilnya gak apa-apa, kan Pak?"
"Gak apa-apa, untung kambingnya juga selamat."
Randu menoleh ke belakang di mana bangku Claudia berada. Memastikan jika Claudia baik-baik aja.
"Vin, makasih ya," ucap Randu meminta Vina kembali ke bangkunya.
Vina hanya tersenyum. Ia berdiri dan setelah itu Silvi duduk di sebelahnya.
"Kalo lo mau pacaran sama cewek lo, gue gak bakalan peduli. Tapi kalo lo sama dia, gue gak bakalan rela," desis Silvi.
Randu gak peduli. Dia kembali melanjutkan tidurnya dan mengabaikan perkataan Silvi.
Sementara itu Vina tersenyum penuh arti pada Claudia. dia duduk lalu menggoda temannya tersebut.
"Fix lah, dia emang bener suka sama lo. Cuma karena dia udah punya cewek makanya gitu Clau?!"
"Apaan sih Vin."
"Lo gak liat tatapan dia pas mandang lu dari depan tadi, gila Clau?! Kalo lo masih gak suka sama dia, kebangetan banget."
"Kok jadi racun sih lo," desis Claudia. "Dia udah punya cewek," lanjutnya pelan.
"Punya cewek belum tentu kan kalo dia bakalan jadi sama cewek yang sekarang?"
Iya sih, cuma—Claudia gak bakalan enak kalo sampai dia jadi orang ketiga buat Randu.
Meski ia akui sekarang, jantungnya berdebar-debar karena perhatian dari Randu tadi.
Bagaimana tatapan matanya dan tangannya menahan agar kepalanya tidak membentur bangku di depannya.
"Clau?!" Vina memutus pikiran Claudia.
"Apaan?"
"Iya kan lo masih demen sama kak Randu?"
Claudia memilih untuk melarikan pandangannya ke arah jendela. "Kalo ujan ntar gimana ya Vin," katanya seperti bergumam.