" Merry?!!" panggil Rafael.
Sedang yang dipanggil terkejut melihat siapa yang ada di depannya saat ini.
" Rafael.." panggilan yang terdengar akrab tersebut meluncur dari mulut seorang pelayan restoran yang bernama Merry.
Mantan kekasih Rafael saat ia duduk di sekolah menengah atas. Wanita itu tampak berbeda sekarang. Ia terlihat kurus, bahkan Rafael sempat tak bisa mengenalinya untuk sesaat. Pipinya yang dulu tembam kini tak ada lagi. Ia benar-benar telah berubah.
" Aku ingin bicara padamu sebentar," ucap Rafael.
Merry langsung kelabakan dan matanya mengitari sekitar dapur yang untungnya karyawan disana sedang fokus dengan pekerjaannya masing-masing.
Ia kemudian langsung menarik lengan Rafael menuju gudang tempat penyimpanan bahan makanan untuk dapur.
" Ada apa?" jawab Merry setelah ia memastikan keadaan sudah aman.
" Tidak apa-apa. Aku hanya terkejut melihatmu di sini. Kau tak melanjutkan kuliahmu?"
Merry menggeleng, " Aku tak bisa melanjutkan meskipun aku mau. Ayahku terlibat utang pada rentenir hingga aku harus melunasinya." Merry menunduk tak berani menatap wajah Rafael.
Merry adalah kekasihnya waktu sekolah dulu. Namun saat itu, jauh sebelum Rafael menjadi seorang trainee. Dia menyukai gadis itu selama tiga tahun. Lalu ia memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya meskipun pada akhirnya hubungan tersebut harus berakhir, karena Rafael merasa jika hanya dialah yang memiliki perasaan pada Merry.
Merry dulu sangat populer. Dia sangat cantik dan pintar. Tak hanya Rafael yang menyukainya namun ada beberapa murid laki-laki yang juga menyukai Merry hingga menjadi saingannya.
Setelah putus dan lulus sekolah Merry kuliah di jurusan kedokteran. Dan Rafael menjadi seorang trainee. Mereka masih berhubungan sangat baik. Meskipun Merry saat itu sudah memiliki kekasih lagi, seorang pria yang usianya jauh lebih tua darinya, selisih usia mereka hampir sepuluh tahun.
Rafael tak mengerti mengapa Merry mau berkencan dengan pria yang lebih pantas menjadi pamannya tersebut. Namun tak lama ia mengetahui jika ia hanya membutuhkan uang untuk kuliahnya. Rafael sadar jika waktu itu ia belum menghasilkan uang. Bahkan ia belum debut sebagai idol seperti sekarang.
Kemudian saat pria itu menyadari jika hanya dimanfaatkan oleh Merry. Hari-hari Merry berubah menjadi seperti neraka. Ia selalu disiksa oleh pria itu hingga ia harus kabur. Namun saat ia kembali pada ayahnya, seakan akan keberuntungan tak berpihak padanya, Merry malah disuruh untuk melunasi utang-utangnya.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Rafael, ia mengangkat wajah Merry agar bisa menatap wajahnya.
"Seperti yang kau lihat. Tidak baik. Sebaiknya kau cepat keluar sebelum orang-orang lain menyadari." Merry mendorong tubuh Rafael agar ia pergi namun tangan Merry malah digenggam kuat oleh Rafael.
"Kau mau kuliah lagi? Aku akan membiayainya," Rafael menatap kasihan pada mantan kekasihnya tersebut.
Ia tak menyangka jika akan dipertemukan lagi di tempat seperti itu.
"Aku masih tahu diri. Dulu aku sudah menyia-nyiakanmu karena ku pikir kau tidak akan bisa membantu untuk merubah hidupku. Dan jika sekarang aku menerima bantuanmu begitu saja... Itu sama saja..."
Suara pintu terbuka, seorang karyawan terkejut mendapati Rafael dan Merry sedang berada di dalam gudang berdua.
"Ada apa ini?" tanya karyawan itu menatap curiga pada Merry dan Rafael.
"Maafkan saya, saya mau ke toilet tapi malah masuk ke dalam gudang." Rafael lalu pergi dan melewati karyawan tersebut dengan gugup.
" Benar apa yang dia katakan?" tanya karyawan itu pada Merry untuk memastikan.
" Iya benar, " jawab Merry lalu ia keluar dari gudang tersebut.
Rafael tak bisa fokus mendengarkan cerita Liam dan manajernya. Ia masih mencari bayangan Merry di sekitar restoran.
"Kak, restoran ini tutup jam berapa?" tanya Rafael kemudian.
" Jam dua belas. Kenapa? Masih ada banyak waktu."
Rafael hanya membulatkan bibirnya dan matanya masih mengitari seluruh restoran.
"Ada apa kak?!" tanya Liam, " Kau tampak mencari sesuatu."
"Ah, tidak. Aku hanya mencari pelayan untuk menambahkan daging disini."
"Ini saja masih banyak," jawab Liam menunjuk setumpuk daging di meja.
"Kalau begitu tambahkan bir. Aku ingin minum malam ini."
Manajer Rafael lalu memanggil seorang pelayan. Dan yang muncul adalah Merry. Ia berjalan ke arah meja Rafael setelah mendengar panggilan untuk menambahkan bir di mejanya.
"Kak?!!" Yuna menyenggol lengan Rafael yang dari tadi melihat Merry saat meletakkan satu persatu botol bir di mejanya, "Kau melihat apa? Melihat pelayan sampai begitu."
Rafael melirik Yuna tak suka sedang yang dilirik lalu mendelik karena merasa tak diperhatikan.
Namun tetap saja Rafael tak bisa melepaskan pandangannya pada Merry. Ia terus memandangi Merry hingga ia menghilang masuk ke dalam dapur.
"Ada yang aneh," gumam Yuna kemudian di sadari oleh Rafael.
"Ini kau makan ini saja." Rafael menyuapi Yuna dengan timun yang ada di meja.
"Apanya yang aneh." Liam melihat Yuna dan Rafael bergantian.
Bisa gawat jika Liam tahu. Karena saat ini Liam lebih berbahaya dari manajernya sendiri. Ia sudah mengatakan pada Rafael agar tidak terkena skandal dengan wanita dulu, karena bisa mempengaruhi pekerjaan mereka sebagai idol.
**
Rafael memutuskan untuk pulang ke dorm lalu sebelum jam dua belas dia akan menunggu Merry di depan restoran. Ia sangat ingin bertemu dengan Merry. Entah rindu atau apapun itu. Namun perasaannya yang dulu pernah ada untuk Merry saat ini kembali tumbuh setelah melihat hidup Merry yang menyedihkan.
Sudah satu jam ia menunggu di depan restoran dengan cuaca yang cukup dingin malam itu. Berkali-kali ia meniup kedua telapak tangannya berharap bisa mengurangi rasa dingin yang mulai merambat di sekujur tubuhnya.
Lalu tak lama kemudian suara langkah mulai muncul mendekatinya. Saat Rafael menoleh, sudah ada Merry di belakangnya. Ada jarak sekitar tiga langkah di antara mereka. Merry dan Rafael terpaku di tempat masing-masing tanpa ada suara.
Jalanan malam yang sepi membuat mereka terhanyut dalam pikiran masing-masing. Merry menatap Rafael lalu berjalan dan memeluknya. Ia kalungkan kedua tangannya melingkari leher dan pundaknya. Ia menangis.
Rafael hanya diam menerima pelukan dari Merry. Wanita yang dulu sangat ia cintai, meski dulu hanya cinta sepihak.
" Maafkan aku.. Rafael. Maafkan aku," ucapnya sambil terisak.
Rafael akhirnya membalas pelukan itu. Ia mengeratkan pelukannya pada Merry, hingga tak menyadari jika sudah ada seseorang yang melihat mereka dari kejauhan lalu menghampiri mereka. Seorang pria yang tak lain adalah kekasih Merry menarik kasar lengannya.
" Aku menemukanmu!" Merry menatap tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Pria yang sudah ia hindari beberapa tahun ini kini sudah ada di depannya. Ia menatap tajam Rafael dan Merry bergantian.
Merry memundurkan langkahnya seolah takut dengan apa yang akan dilakukan lelaki tersebut padanya.