Harith dan Arshan akhirnya sampai di depan gerbang Istana Altair. Setelah mendapat persetujuan dari penyihir pengawas, keduanya diperbolehkan masuk bersama kudanya.
Sang Pangeran dan penyihir yang berada di dalam pos pengawas, tak sengaja saling bertatapan. Penyihir itu langsung menundukkan pandangan memberi hormat. Harith sekadar tersenyum kecil, beralih membelai surai lembut kudanya.
"Keamanan di sini sudah cukup bagus. Apakah semua ini termasuk ide paman?"
Arshan kontan menegakkan bahunya bangga. "Tentu saja! Siapa lagi yang mampu memikirkannya selain saya?"
Harith ber-oh-ria layaknya orang yang baru tahu kemampuan Arshan. Sesaat, dia mengingat ucapan Nyonya Chayra. Lihatlah sekarang kelakuan Arshan, tak henti-hentinya membanggakan diri. Harith terkekeh geli melihatnya. Apalagi ketika membeberkan rencananya yang ingin membangun benteng tinggi di kota Reda setelah perang dimenangkan oleh Sang Pangeran. Arshan begitu menggebu menceritakan semua ide yang ada di kepalanya.