Chereads / Program 30 Hari Menulis NAD / Chapter 30 - End Hospital Apocalypse

Chapter 30 - End Hospital Apocalypse

#NAD_30HariMenulis2020

#Hari_ke_30

#NomorAbsen_144

Jumlah kata : 996 kata

Judul : Hospital Apocalypse

Isi :

"Kak, aku lapar," seru seorang bocah lelaki kecil yang tergolek lemah di tempat tidur. Wajahnya terlihat pasi.

Gadis yang berdiri di sampingnya segera mengambil bubur dan menyuapi adiknya dengan telaten. Setelah selesai, ia segera membereskan semua. Adiknya kemudian terlelap setelah meminum obat. Merasa lelah, gadis itupun tertidur. Ia terbangun saat mendengar suara panggilan masuk pada ponselnya.

"Na, apa adikmu sudah sehat? Kapan dia diperbolehkan pulang? Aku kasihan padamu. Pasti sangat lelah merawatnya," ucap suara di seberang.

"Aku baik-baik saja, Dan. Aku harus merawat Ian dengan baik. Dia satu-satunya keluargaku."

"Aku mengerti. Baiklah, aku akan mencari waktu untuk menemanimu menjaganya."

Nana mengiyakan. Dani memang kekasih yang baik. Peduli padanya dan Ian. Hanya saja, pemuda itu akhir-akhir ini disibukkan dengan pekerjaannya.

***

Malam hari, suasana rumah sakit begitu lengang. Nana merasa heran, karena hal tersebut tidak biasa. Bahkan perawat tidak datang untuk memeriksa Ian. Nana kehilangan kesabaran dan hendak keluar untuk memanggil perawat, tetapi niat itu diurungkan saat terdengar jeritan.

Suara tersebut terdengar begitu memilukan. Nana penasaran dengan apa yang terjadi. Akan tetapi, jeritan histeris kembali terdengar. Kali ini semakin dekat dengan kamar tempat adiknya dirawat. Nana benar-benar cemas. Ia menduga mungkin ada orang jahat yang hendak menjarah rumah sakit.

Nana segera membangunkan Ian.

"Ada apa, Kak?" tanya bocah bertubuh kurus itu lemah.

"Kita pergi dari sini sekarang!" jawab Nana tegas sambil segera menggendongnya. Ian tampak bingung, tetapi dia menurut saja.

***

Nana melangkah keluar dari kamar dan berjalan menyusuri bangsal. Suasana yang sepi makin meyakinkannya bahwa ada sesuatu yang salah. Saat itulah ia melihat sosok tersebut. Seragam perawat yang dikenakan berlumur darah segar. Langkahnya terseret seolah sedang terluka. Di lehernya ada luka lebar yang terbuka. Dari kondisi yang begitu parah, seharusnya tidak mungkin dia masih bisa berjalan.

"Apa yang terjadi? Apa Anda butuh bantuan?" tegur Nana.

Mendengar suara gadis itu, sosok tersebut semakin mempercepat langkah. Nana kemudian menyadari bahwa mata perawat tersebut berwarna kelabu. Gadis itu berbalik arah dan bergegas pergi. Sementara itu, sosok-sosok yang menyerupai perawat itu juga berdatangan. Mereka semua juga mengalami luka yang begitu parah pada bagian-bagian tubuhnya. Akan tetapi, mereka masih bisa bergerak cepat untuk mengejar Nana.

***

Dani memutuskan untuk pergi ke rumah sakit menemui Nana. Kesibukannya selama ini membuat ia tidak sempat untuk menemani gadis yang dicintainya itu menjaga Ian.

Suasana dalam rumah sakit begitu lengang. Saat ia terus melangkah, pria dengan pakaian pasien dengan dada berlumur darah segar hendak menyerangnya. Untunglah, saat itu seorang petugas keamanan rumah sakit menolongnya dan menembak kepala pria tersebut.

"Pak, apa yang Anda lakukan? Anda telah membunuh …."

"Kau tidak akan mengerti. Rumah sakit ini telah berubah menjadi sarang mayat hidup," potong petugas itu cepat.

"Apa?" Dani membeliakkan mata tidak percaya. Zombie yang selama ini hanya dia lihat di film-film horor kini benar menjadi nyata.

"Ada eksperimen obat yang salah hingga pasien yang menjadi uji coba justru menjadi mayat hidup dan memangsa orang-orang di sini. Semua penghuni tempat ini kini telah menjadi zombie. Aku sedari tadi hanya berusaha mempertahankan diri dan mencari cara keluar dari sini, tetapi kurasa aku juga telah terinfeksi," ucap pria itu sambil menunjukkan bekas gigitan di tangannya.

"Sebaiknya Anda segera pergi dari sini," lanjutnya lagi.

Dani menggeleng.

"Aku tidak bisa. Aku harus menemukan Nana."

"Jika orang yang Anda cari berada di sini, dia mungkin sudah berubah menjadi zombie. Sebaiknya Anda pergi sekarang!"

***

Nana mendorong meja dan lemari untuk menahan pintu gudang. Dari kaca kecil pada pintu tersebut, terlihat para zombie di luar berusaha untuk masuk. Darah di tubuh mereka mengotori pintu. Nana membekap mulutnya untuk menahan jerit kengerian yang hampir terlontar dari mulutnya.

"Kak, mereka kenapa?" tanya Ian yang duduk di lantai. Anak lelaki itu tengah bersandar di tembok.

"Mereka hanya sedang sakit," jawab Nana. Ia tidak ingin membuat adiknya ketakutan, meski suara-suara geraman dari luar juga membuat ia semakin ketakutan. Jika mereka berhasil masuk, entah apa yang akan terjadi pada dia dan Ian.

Mendadak suasana berubah sepi dan berganti ketukan di pintu, Nana terkejut saat melihat Dani berada di luar.

"Na, apa kau baik-baik saja?" tanya pemuda itu. Nana segera mengangguk. Ia tidak menyangka Dani akan datang menolongnya. Segera ia menggendong Ian dan keluar dari sana.

"Ayo kita pergi dari sini!" ajak Dani.

"Aku akan melindungimu."

Sekelompok zombie datang hendak menyerang mereka. Dani segera memukul kepala mereka dengan tongkat besi yang dibawanya. Para mayat hidup tersebut jatuh dan tidak bangkit lagi. Akan tetapi, mereka yang berkelit menghindar dan hanya terkena bagian badan terus beringsut maju seperti tidak mengenal rasa sakit.

"Mereka adalah zombie. Kau harus memukul kepala dan memecahkan otak mereka, agar mereka benar-benar mati," ucap Dani sambil menarik tangan Nana untuk bergegas.

Sepanjang perjalanan, mereka terus bertemu dengan zombie-zombie yang ingin memangsa mereka. Akan tetapi, Dani terus melawan dan memukul kepala makhluk-makhluk itu.

Mereka hampir sampai di depan saat Dani tiba-tiba berhenti dan memberikan tongkat besi di tangannya pada Nana.

"Pergilah!" serunya.

"Dani …."

"Pergi dari sini sekarang. Aku tidak bisa lagi pergi bersamamu. Selanjutnya kau harus berjuang sendiri."

"Dani, kita pergi bersama!"

Dani menggeleng dan menunjukkan bekas gigitan di lengannya yang menghitam.

Nana menggeleng sambil terisak pelan.

"Tidak. Tidak. Pasti ada caranya!"

"Tidak ada, Na. Pergi dari sini sekarang!"

Mata Dani perlahan berubah kelabu. Ia lalu mengecup kening Nana.

"Pergilah, Na. Lindungi dirimu dan Ian. Pergilah sekarang. Aku akan menahan mereka yang mengejar kita."

Nana memeluk Dani erat. Ia kemudian bergegas melangkah. Tongkat besi di tangannya tergenggam erat. Sesekali ia berhenti dan menoleh pada Dani. Pemuda itu mengangguk dan tersenyum. Ia berteriak dan bergegas kembali saat melihat Dani menutup pintu pembatas.

"Dani!" teriaknya sambil memukul pintu dengan keras. Air mata berlinang deras di wajah. Di kaca pembatas pada pintu, terlihat wajah Dani yang masih tersenyum saat para zombie datang memangsanya.

"Tidak!" teriak Nana sambil merosot jatuh. Air mata berderai dan ia memeluk Ian. Akan tetapi, sesaat kemudian, ia bangkit berdiri. Ia harus bertahan demi Ian. Digenggamnya tongkat besi dan melangkah pergi dari tempat tersebut.

Di luar, kekacauan tengah terjadi. Mobil-mobil saling bertabrakan dan rumah-rumah terbakar. Para zombie kini telah berada di kota. Mereka berkeliaran untuk memburu mangsa.

Tamat